⚪16⚪

996 254 57
                                    


Dalam pijakannya, Heesung berdiri tak tenang, bukan malam yang suram yang membuatnya ketakutan hingga keringat dingin muncul di sela-sela pori-porinya, tapi keributan yang terjadi di istana. Dari posisinya berdiri, Heesung melihat banyaknya pengawal istana yang berkeliaran di setiap lantai, berjejer pada balkon-balkon istana, seolah tengah memburu sosok yang sudah membuat kekacauan di dalam sana. Dan Heesung sangat tahu situasi apa yang kini tengah terjadi.

Pria itu mengabaikan perintah Jiyeon agar lebih dulu kembali ke istana tanpa menunggunya. Yang benar saja, bagaimana bisa ia pulang terlebih dahulu dan membiarkan Sang Putri terancam mati di sana. Tapi, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa saat ini, terlalu pengecut untuk menemani Jiyeon menyelinap masuk dan menjaga gadis itu hingga kembali dengan selamat.

Dan yang bisa ia lakukan adalah terus berharap agar Jiyeon bagaimana pun caranya bisa lolos dan kembali bersamanya ke istana. Ia sudah memutuskan menunggu sedikit lebih lama lagi. Setidaknya sampai keputusasaan mengambil alih dirinya dan pergi dari sana dengan rasa bersalah.

Ia melirik pada dua kuda yang masih diam berdiri  di dekat pohon yang berbalut tali kekang kedua kuda tersebut. Heesung mengintip di balik semak yang cukup tinggi dan berhasil menyembunyikannya, aroma tanah lembab dan kayu basah menusuk kuat indera penciuman, setidaknya bukan bau bangkai dari binatang liar atau kotoran. Ia cukup bersyukur ditengah ketakutan-ketakutan lainnya.

Suara gesekan antara tanah dan tapak sepatu membuatnya semakin waspada. Berpikir jika salah satu prajurit istana bisa mengetahui keberadaannya. Langkah kaki itu terkesan diseret-seret dan napas yang terengah, sesekali terhenti dan kembali melanjutkan langkahnya, saat sudah sangat dekat, Heesung menahan napasnya, berusaha tenggelam dalam semak yang menjadi tempat persembunyiannya.

"Heesung?"

Membuka matanya lebar, Heesung segera keluar dari tempat persembunyiannya setelah mendengar suara yang begitu lirih dan bergetar. Matanya semakin membulat menemukan presensi yang ia nanti dalam kedaan berantakan dan basah kuyup.

Jiyeon, dengan pakaian yang basah, juga tetesan air yang jatuh menimpa tanah. Iris birunya tampak bersinar di bawah tebalnya bulu mata yang berkumpul di beberapa bagian. Bibir merah mudanya bergetar, begitu pun dengan tubuhnya yang sangat kedinginan.

"Anda tidak apa-apa, Tuan Putri?" Tidak ada kata-kata yang tepat untuk dipertanyakan oleh Heesung jika dihadapkan dengan situasi seperti ini. Jelas saja Jiyeon tidak baik-baik saja karena ia sudah melihat langsung dengan matanya sendiri.

"Kenapa tidak kembali terlebih dahulu?" Alih-alih menjawab pertanyaan pria di hadapannya, Jiyeon memilih melemparkan pertanyaan lain.

"Tidak mungkin tanpa Anda, Tuan Putri."

Jiyeon mendesah lelah, percakapan dengan Jade kembali berputar di kepala, akankah pria itu bisa dipercaya? Atau justru malah berbalik mencuranginya? Entahlah, tapi saat ini ia bisa lebih lega karena Jade tampaknya berhasil mengalihkan perhatian para prajurit istana. Beruntung saat terjun bebas dari lantai tiga istana, tubuh Jiyeon langsung disambut dinginnya air sungai yang sengaja dibuat mengelilingi istana. Jade cukup mempertimbangkan tindakannya.

Perjalanan menuju Istana D' Athanasius, mereka arungi dalam diam, tanpa sedikit pun pembicaraan. Hanya ada derap kaki kuda yang saling beradu dengan tanah lembab, dedaunan kering dan beberapa ranting pohon. Dingin yang menusuk berkali-kali lipat terasa, dan gadis itu menolak tawaran Heesung saat pria itu berniat memberikannya jubah yang ia kenakan.

Berhasil masuk ke istal tanpa ketahuan, Jiyeon segera masuk ke istana setelah memberi titahan pada Heesung agar menyimpan tas yang ia bawa di tempat yang aman. Ia perlu mengamankan barang bukti pada sosok yang bisa ia percaya.

Verticordious✔Where stories live. Discover now