⚪03⚪

1.4K 315 143
                                    

Ada hal-hal yang baru Jiyeon ketahui saat dirinya berada langsung dalam cerita, berbeda sekali dengan apa yang ia tahu dari novel. Seperti halnya sekarang, perlakuan yang ia terima dari sang ibunda. Jika di dalam novel Jiyeon terlalu dimanjakan oleh Taehee, saat ini yang terjadi malah Taehee lebih mendahulukan Sharon dalam hal makan malam.

Jiyeon tahu jika Taehee menyayangi Sharon, tapi bukannya itu cukup berlebihan kalau sampai mengabaikan putri kandungnya sendiri?

"Habiskan makananmu, Jiyeon. Jangan memilih-milih makanan," ujar Rain selaku ayahnya.

Sesaat, ia lupa akan perangai Jiyeon di novel yang sangat menyebalkan dan kekanak-kanakan. Terbiasa membuang-buang makanan karena terlalu banyak memilih akan selera. Sangat jarang acara makan bersama keluarga yang bisa Jiyeon nikmati. Tapi sekarang posisinya berbeda, Jiyeon masih harus menyesuaikan lidahnya dengan makanan yang terhidang. Ini sangat berbeda sekali dengan apa yang ia makan di kehidupan normalnya.

Jiyeon terpaksa memasukan makanan itu ke dalam mulutnya, bukannya tidak enak, hanya saja di lidah Jiyeon makanan  di hadapannya kekurangan rempah-rempah, nyaris terasa hambar bagi Jiyeon yang penyuka pedas dan asin. Gadis itu menghembuskan napas panjangnya di sela-sela suapannya. Bagaimana pun ia harus makan dan hidup di sini, akan konyol sekali jika Jiyeon mati karena kelaparan sebelum misinya menyelamatkan Jungkook di dalam novel terlaksanakan, dan juga menyelamatkan nyawa sendiri tentunya.

"Tidur lebih cepat malam ini, Jiyeon. Besok pagi kita akan menyambut Raja Axelios beserta istri dan putra mahkota." Rain mengusap sudut bibirnya dengan sapu tangan kecil yang tersedia. "Kita akan juga akan membahas mengenai pesta pernikahanmu," tambahnya, menatap mata putrinya.

"Ayah? Kenapa tidak membiarkan Kak Sharon dulu yang menikah?" tanya Jiyeon.

Gadis delapan belas tahun itu membuat ketiga orang dewasa lainnya di meja makan menatap heran padanya.

"Kakakmu lebih mementingkanmu dibanding dirinya sendiri. Mungkin saja setelah menikah, kau akan lebih dewasa dan bertanggungjawab." Bukan Rain yang menjawab pertanyaan Jiyeon, melainkan Taehee.

Mementingkanku? Cih!

Ingin sekali Jiyeon melemparkan isi hatinya secara terang-terangan.

Mementingkanku atau masih ingin menikmati hubungan gelapnya bersama pria lain?

Jiyeon melirik Sharon yang tersenyum lembut padanya, malang sekali nasib Jiyeon di dalam novel, terlalu percaya dengan senyum manis sang kakak yang senantiasa diumbar, padahal menyimpan segudang kelicikan di dalamnya.

Baiklah Sharon, kita mainkan ini sesuai dengan alur yang kau ciptakan.

"Begitu ya? Kau pasti sangat menyayangiku. Padahal aku bukan adik kandungmu." Jiyeon menyematkan senyum terbaiknya, seolah ucapan yang meluncur serat akan rasa terharu.

"Kau bicara apa? Aku sudah menganggapmu sebagai adik kandungku sendiri," balas Sharon.

Tapi untuk beberapa detik yang teramat singkat, Jiyeon melihat jelas kilatan marah dari mata cokelatnya, malu karena dari kalimat Jiyeon jelas menekan jika Sharon bukanlah putri kerajaan. Jiyeon tidak akan pernah bosan mengingatkan Sharon dari mana gadis itu berasal, hanya karena perhatian yang ia terima dari kedua orangtua Jiyeon, gadis dua puluh tahun itu lupa daratan. Lupa derajat dan menganggap Jiyeon bukanlah tandingannya.

Itu dulu, sekarang berbeda, yang dihadapi Sharon sekarang bukan Jiyeon yang tempramental dan tidak berpikir panjang. Tenang saja, Jiyeon akan mengerahkan seluruh tenaganya agar tokoh favoritnya tidak terlihat bodoh dan di benci pada pembaca nantinya.

Topeng Sharon harus dibuka ... perlahan.


...


Heesung benar-benar menuruti kemauan Jiyeon, bukan—lebih tepatnya perintah dari Jiyeon. Menunggu gadis itu di istal sebelum jam yang ditentukan. Karena Jiyeon menegaskan hanya mereka berdua yang terlibat, jadi Heesung tidak memberitahu ayahnya sama sekali.

Verticordious✔Where stories live. Discover now