⚪21⚪

943 231 29
                                    

"Urus saja pernikahanmu, tidak usah pedulikan aku." Aksennya datar, ada rasa kesal yang kasar di sana. Kedua bola mata itu enggan menatap, di bawah bulu mata lentiknya yang tebal, Jiyeon menyembunyikan rasa jengkel dan begitu banyak emosi yang janggal.

"Kita tidak akan membahas itu sekarang. Ini tentang kau, pasukan Roymonde sudah memulainya." Bermain-main dengan rasa cemburu tidak akan menjadi bahan argumentasi yang pantas saat ini. Kecemasan akan keselamatan Jiyeon sangat dijunjung tinggi, apa pun bisa terjadi hanya dengan sekali pejaman mata. Sebab, Taehyung tahu bagaimana mengerikannya sanksi-sanksi kerajaan Axelios. Terlihat ramah bukan berarti mereka memiliki banyak kata maaf untuk diberikan.

"Lalu sekarang kau mau apa?"

"Kau hanya perlu pergi bersamaku."

Bola matanya memutar malas, itu tidak akan mempermudah semuanya. Jiyeon paling benci lari dari masalah. Seperti pengecut yang salalu menghindar tanpa berani untuk mencoba menghadapi.

"Aku tidak akan ke mana pun!" tegasnya.

"Jiyeon, ini untukmu. Aku mohon pikirkan ini baik-baik. Kau tidak—"

"Jika nanti aku akan dihukum mati, itu lebih baik daripada aku harus bersembunyi. Setidaknya aku sudah berjuang sampai di sini. Aku tidak meracuni Pangeran. Kau percaya?"

Tatapan Taehyung melunak, meski rasa gelisah mendominasi iris abu-abunya. "Aku percaya, tapi aku tidak akan pernah siap kehilanganmu."

"Itu sudah cukup untukku. Ada kau dan Luna yang berada di sisiku saat kedua orangtuaku pun berpihak pada orang lain."

Keras kepala bukan sifat Jiyeon yang baru bagi Taehyung selama mengenal, ia menganggumi itu dulu, dan sekarang begitu mengerikan saat diperjelas dengan kematian yang menjadi bayangan di belakang gadis itu. Jiyeon bertahan dengan persepsinya sendiri, seakan permohonan Taehyung sama sekali tidak menggoyahkan keputusannya.

"Aku mohon," lirih pria itu menjatuhkan tubuhnya dengan kedua lutut yang bertumpu pada permukaan rumput.

Belum pernah Jiyeon temukan Taehyung seperti ini, putus asa dan tak berdaya. Kenapa Taehyung rela menjatuhkan harga diri sampai berlutut seperti ini? Memohon seakan tidak ada pilihan lagi.

Jiyeon menyusul turun, berlutut berhadapan dengan Taehyung yang tertunduk lesu. Angin yang berhembus di taman ini membawa aroma bunga tulip merasuki indera penciuman. Taman yang selalu menjadi tempat bagi keduanya menghabiskan waktu.

"Maafkan aku, aku tidak bisa pergi dan meninggalkan kesulitan di sini. Kerajaan akan hancur—"

"Kenapa masih peduli? Kau hanya perlu mengkhawatirkan dirimu sendiri saat ini."

"Karena memang aku harus," jawabnya dengan sedikit menyunggingkan senyum.

Terbilang cepat baginya untuk mengetahui jika Taehyung berdampak besar terhadapnya kini. Ironisnya, Jiyeon baru sadar jika ia mulai membutuhkan Taehyung saat keadaan terasa menghimpit tanpa ampun.

"Aku ingin membagi satu hal yang penting padamu." Kepercayaan itu tumbuh dan mengakar kuat seiring binar mata Taehyung untuknya. Jika hasil akhir sama saja dengan yang digariskan oleh penulis, Jiyeon bisa sedikit bangga pernah mengambil jalur yang berbeda. Sudut pandang yang tak ia temukan saat membaca cerita ini.



Jade tidak ia temukan di gubuk kecil di tengah hutan bagian selatan ini. Hanya ada sisa kayu bakar yang dipadamkan dengan sengaja. Jejak percikan air di permukaan kayu setengah menjadi abu itu terlihat baru. Mungkin saja Jade sudah berada di sana sebelumnya, dan berpikir jika Jiyeon tidak akan datang sebelum pria itu memutuskan untuk kembali ke istana.

Verticordious✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang