5. Teror humor

36 21 2
                                    

Pagi ini senyummu kembali menyapa, seperti biasa. Tak tertinggal raut panik tiba-tiba saat ingatan tentang tugas kemarin tak sempat kau selesaikan. Guru mata pelajaran akan hadir 2 menit setelah bel menyapa dalam hitungan detik ke depan.

Aku tertawa. Bukan karena melihat kau kalang kabut di tengah kelas sambil menaiki meja. Namun karena kau, berubah tenang, merapalkan doa, dan menyiapkan mental untuk jalan jongkok mengelilingi lorong kelas 2. Ku harap urat malu mu baik-baik saja.

Saat pelajaran usai dan tamat, kau mengeluh porsi makanmu berkurang saat istirahat. Padahal uang mu tidak sekarat, akibat mentraktir semua orang di kantin, pun nominal nya masih sebanyak kemarin.

Aku tertawa --lagi--. Bukan karena melihat kau mengerjakan tugas yang dibiarkan menumpuk sebanyak dua. Rupanya istirahatmu kau habiskan menjadi kuda-kudaan untuk dafa --anak dari guru yang tugasnya tak kau kerjakan--.

Ray, aku tertawa --sekali lagi--. Bukan karena ingatan tentang kita bermenit-menit lalu begitu lucu, bukan karena kau dulu sebegitu lugu. Aku hanya menertawakanku --yang dengan bodohnya-- kembali mengingatmu.

Aku terus mengumpati hujan. Ia selalu jatuh dengan semua ingatan yang --lagi dan lagi-- datang tanpa ku suruh. Aku tak ingin mengingatmu, sungguh. Tapi hujan lagi-lagi membuat memori itu terputar tanpa sadar, melintas beruntun saat siagaku --sedang di ambil alih-- melamun.

Ray, hilanglah sejauh yang kau bisa. Agar aku tak lagi-lagi mengingatmu dalam sadar ataupun tidak. Sialan kau. Dasar pemilik humor paling kacau. Sialan, --suaraku sudah berubah parau--.



_rayrain03

Hujan Sendu dan Sebait KamuWhere stories live. Discover now