[16] Hukuman Saka

8.3K 493 475
                                    

"Aku sekedar mengiyakan, bukan berarti mengizinkan."

☘️☘️☘️

Perlahan, tangan Asya membuka pintu rumahnya. Setelah terbuka lebar, gadis itu langsung berjalan keluar dan kembali menutup pintu.

"MAMII ADA SETAN!" jerit Asya yang langsung jatuh terduduk di lantai.

Matanya menatap pria yang berdiri di belakang pintu dengan tegap, tak terkejut sama sekali saat mendengar teriakan melengking miliknya.

Asya bangkit dari jatuhnya dan menatap pria di hadapannya. Asisten Devan. Ia menepuk rok belakangnya beberapa kali, berharap tak ada debu yang menempel. Setelah itu, ia kembali mengangkat pandangannya.

"Om Niko kagetin aja," ucap Asya. Ya, nama asisten Papinya itu bernama Niko.

"Om ngapain di depan pintu? Mau minta sumbangan?" tanya Asya dengan polosnya. Niko hanya tersenyum singkat menanggapinya.

"Owh, mau ketemu Papi pasti," tebaknya lagi

"Iya." Singkat padat dan jelas. Asya menghembuskan napasnya sesaat, kenapa asisten Papinya ini terlalu dingin?

"Om Niko coba senyum lebar deh, pasti makin tampan. Senyum tipis aja ganteng gini, gimana kalau senyum lebar? Dan, Om Niko coba deh, kalau Asya ajak bicara, balasnya tuh harus panjang, gak boleh singkat," jelas Asya panjang lebar.

"Baik."

Asya mengerjapkan matanya beberapa kali. "Baik? Itu aja? Oh, okei," ucap Asya dan langsung berbalik membelakangi asisten Papinya. Senyumnya terangkat, senyum kecut.

"Singkat banget ya'ampun," gumam Asya.

Asya kembali berbalik dan menatap Niko. "Asya berangkat sekolah dulu, Om. Kasih tau Papi, suruh Om Niko makan biar ada tenaga jawab pertanyaan Asya. Fighting!"

Lagi-lagi, hanya jawaban singkat yang Asya terima. Tak ingin memikirkannya lebih, Asya berjalan menuju sepedanya dan menaikinya. Masalah Ian yang ia ajak untuk menginap di rumahnya karena takut Rey mengamuk saat melihat luka lebam milik putranya itu, tertunda. Sudah tentu Ian tiba-tiba menolak ajakannya dengan alasan ... Lelaki itu tak ingin berbohong pada orang tuanya.

Baru ia ingin menjalankan sepedanya, tapi aksinya itu terhenti saat melihat sebuah motor terparkir tepat di depan rumahnya. Dengan terpaksa, Asya turun dan mendekati gerbang rumahnya.

Matanya mulai menengok kiri-kanan dan berhenti pada satu objek. Alisnya ia naikkan saat menatap seseorang yang berdiri di depan motor.

"Udah selesai? Ayo," ajaknya.

Asya menengok ke arah belakangnya, mencoba memastikan dengan siapa lelaki tersebut berbicara.

Tangan Saka terangkat dan langsung menyentil pelan kepala Asya. "Gue ngajak lo ngomong. Ngapain liat ke belakang?"

"Owh, kirain Saka gak ngajak Asya ngomong," cengirnya.

"Yaudah, tunggu apa lagi? Let's go school."

"Bareng Asya?"

Aksi memakai helmnya terhenti, Saka menatap Asya dengan mengangkat satu alisnya. Ia sedikit mendelik.

"Iya, Sya."

"O... Owh," gugupnya.

Asya meraih helm yang di berikan untuknya dan langsung memakainya. Ia sedikit berbalik ke arah belakang dan mendapati asisten Papinya yang tengah menatapnya menyelidik, lebih tepatnya menatap Saka menyelidik.

Asya yang melihat tatapan tajam Niko pada Saka langsung terkekeh singkat, berusaha mengabaikan, ia langsung naik ke atas motor Saka dan memegang erat jaketnya.

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang