[61] A Letter

7.6K 542 266
                                    

Assalamualaikum, i'm come back!

Lancar-lancar ya puasanya!

Btw, kenapa pada minta extra chap sih? Kan ceritanya belum selesai, hei. Part sebelumnya itu dengan judul akhir (dalam bhs. Inggris kan berarti ending) belum selesai ges.

Masih ada sesuatu yang mesti di selesaikan.

Baik, mari kita lanjut😊

****

Terhitung satu bulan lamanya seorang gadis dengan balutan baju rumah sakit itu masih terbaring lemah.

Dan selama itu pula, seseorang yang katanya pergi hanya selama seminggu, kini sama sekali tak menampakkan ujung batang hidungnya.

Mel bersama Devan kini sama-sama menatap putra dan juga putrinya yang masih dalam keadaan yang sama.

Ah, iya! Devan sudah sadar dua Minggu yang lalu. Dan setelah lima hari ia sadar, pria itu langsung mengurus semua masalah yang hampir selesai itu.

Zuan beserta semua pengawal atau pun asistennya, sudah mendapatkan hukuman yang semestinya. Sedangkan Papa Zuan yang merupakan Papa Lusy juga kini sudah mendapatkan hukuman semestinya setelah dia sadar dari koma dan kondisinya perlahan membaik.

Satu hal yang Devan ingat setelah dirinya menyelesaikan semua masalah itu.

Di dalam ruangan rumah sakit, tanpa memperdulikan orang yang terbaring itu masih sakit atau sudah baik-baik saja, Devan bersama Rey, Faren, dan juga asisten pribadinya, kini menatap pria tersebut dengan pandangan yang sangat mengintimidasi.

Di luar sana, Zuan berjalan masuk ke dalam tanpa melepas borgol di tangannya. Kepalanya tertunduk sangat dalam.

Devan tanpa ingin basa-basi langsung mengambil duduk di kursi sisi kasur pria yang sedang menatapnya secara bergantian.

"Rara." Satu kata yang keluar dari mulut Devan, dan itu mampu membuat pria dengan nama Farik terdiam.

Devan meraih berkas di tangan Rey, lalu menatap pria di hadapannya dengan gelengan kecil, ia bahkan membuang napasnya kasar.

"Pikiran anda terlalu dangkal," katanya dan menyerahkan berkas tersebut pada Farik.

"Rara, adik dari Faren ... dan juga istri anda." Retina Devan sejenak menatap Zuan yang masih menunduk. "Apa saya yang membunuhnya?"

Farik masih bungkam.

"Hei, anda sudah dewasa. Masih punya otak untuk berfikir bukan? Lain kali gunakan otak itu selagi bisa. Jangan sampai merugikan orang lain." Devan berucap dengan demikian dan menepuk pipi Farik, seolah ia tengah memukul pria itu.

"Saya memang menabrak Rara, tapi itu kejadian sudah sangat lama. Saat itu bahkan saya belum mempunyai anak. Apa masuk akal dia meninggal karena saya yang tabrak dia saat itu?"

"Sangat masuk akal," timpal Farik yang sedari tadi diam.

Tampak Devan berdecak. "Faren sebagai Kakak biologis dari Rara sendiri tak mempermasalahkan itu. Dan anda? Anda suaminya, kalian menjalani banyak hari bersama. Apa dia sama sekali tak memberi tahu mu?"

Tanpa segan, Devan menarik kerah baju rumah sakit Farik. "Dia meninggal, bukan karena saya, tapi karena dia menderita penyakit kanker! Dan penyakitnya itu menurun pada putri anda, Lusy!"

Devan melepaskan cengkramannya, dan berusaha menetralkan deru napasnya.

Kejadian yang terjadi ketika dirinya tengah bertengkar hebat dengan sang istri dahulu, kejadian yang bisa di bilang sudah sangat lama, saat dimana dirinya pergi dari rumah untuk menemui seorang perempuan di rumah sakit, tak sengaja ia menabrak seorang perempuan lainnya, yang ternyata adalah adik dari Faren sendiri.

TARASYA [END]Where stories live. Discover now