[37] Berdua Ke Pasar

5K 333 475
                                    

Beberapa hari setelahnya, Asya dan juga Kris berjalan berdua memasuki rumah dengan berbagai pikiran tertentu. Gadis itu kini menggenggam sebuah amplop putih, dengan bibir yang tersenyum merekah. Tak jauh berbeda dengan Kris.

"Bang Kis, ini beneran kan? Asya lagi gak mimpi, kan?" tanyanya tak percaya setelah duduk di sofa. Sesekali tangannya menepuk pipinya sendiri guna meyakinkan dirinya. "Asya rasanya pengen nangis."

Kris membuka jaket yang membalut tubuhnya lalu melemparnya asal. Kemudian duduk tepat di sebelah Asya. Menatap mimik wajah adiknya yang tampak sangat gembira. "Gue ikut senang. Mau sesuatu? Nanti gue beliin."

"Mau jalan-jalan bareng Bang Kis berdua. Tapi gak boleh berantem. Gimana?"

"Boleh. Nanti kalau gue libur."

Asya mengangguk semangat. "Janji?"

Kris ikutan mengangguk. "Janji."

Mata Asya kemudian kembali menatap isi amplop tadi dengan bibir yang merekah sempurna.

"Meskipun dokternya bilang lo sudah sembuh total, itu tidak menutup kemungkinan lo bakal lupain semuanya." Kris meraih pipi Asya dan menatap matanya lekat. "Jangan terlalu di pikirin. Gue tau, lo kuat."

Setelah pulang sekolah, Kris langsung mengajak Asya agar pergi ke psikiater untuk memeriksa keadaan adiknya. Sesuai permintaan Papinya. Setelah mendapat hasilnya, keadaan Asya memang sudah pulih seutuhnya. Itu semua berkat dirinya yang sudah pernah menjalani beberapa psikoterapi dan juga dukungan keluarganya.

"Bang Kis," panggilnya.

"Hm?"

"Papi sama Mami pulangnya kapan?"

Pertanyaan itu lagi, satu hari ini hampir sepuluh kali Kris mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Asya. "Baru tiga hari, masih ada empat hari lagi."

"Masih lama dong," cemburutnya.

"Sekarang lo mau apa?" tanya Kris menawarkan.

Asya tampak menimang terlebih dahulu sebelum menjawab. "Mau ketemu Saka, boleh?"

"Boleh. Gue antar. Nanti pulangnya jangan kemalaman."

"Beneran boleh?" Kris mengangguk mengiyakan.

Kalian tahu? Asya langsung melakukan roll depan di hadapan Kris di atas karpet. Yang ujung-ujungnya oleng juga ke samping.

***

Cindy yang baru saja mandi kini keluar dari dalam kamar mandi. Dirinya berjalan mendekati meja rias lalu menyisir rambutnya dengan sangat perlahan. Matanya menatap pantulan dirinya sendiri di cermin dengan tatapan kosong. Setelah selesai, barulah ia berjalan turun menuju dapur.

Tentu saja karena dirinya kelaparan.

Langkahnya terhenti di ujung anak tangga saat mendapati keadaan rumah yang sangat sepi. Hanya ada Bi Nina yang merapikan bekas piring di ruang keluarga dan juga beberapa cemilan yang berantakan sana-sini. Dengan perasaan yang penuh tanda tanya, ia akhirnya berjalan mendekati Bi Nina.

"Bi, Asya di mana?"

Bi Nina yang tadinya me-lap meja, sontak mendongak. "Oh, itu ... Non Asya lagi keluar bareng Den Kris. Bibi gak tau mau ke mana."

Cindy hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. "Yaudah, Bi, aku ke dapur dulu kalau gitu. Mau makan."

"Iya, Non."

Baru saja Cindy ingin melangkah, tapi ia urungkan kala ponselnya berdering dan menampilkan nama seseorang di sana. Bibirnya tanpa di minta terangkat sedikit dengan mata yang menatap tak percaya nomor yang telah menelponnya.

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang