[26] Di Tinggal

5.7K 407 539
                                    

Hi, maaf telat up, pdhl komennya udh sesuai target. Serius, semalam aku lagi gak aktif😥

****

"Coba tanyakan pada yang lain ... apa di tinggal tiba-tiba itu menyenangkan? Kalau sudah dapat jawabannya, maka jawaban ku dengan mereka itu sama. Pahamilah!"

☘️☘️☘️

"Bang, Asya mana?" tanya Mel yang kini sibuk dengan beberapa peralatan dapur.

Kris yang baru saja turun dari lantai atas, kini mendaratkan bokongnya pada kursi meja makan. Berhubung hari ini hari Minggu, jadi ia libur. Sebelum menjawab, Kris menyempatkan untuk menoleh ke atas terlebih dahulu.

"Masih di atas, Mi ... takut ketemu Papi katanya," cicitnya di akhir kalimat.

Devan yang mendengar itu menghentikan aksi memakan rotinya, pandangannya ia arahkan pada putranya yang kini malah sibuk menuangkan secangkir teh ke dalam gelas.

"Bang?" panggil Devan dengan sedikit nada bertanya.

Kris yang mengerti langsung menjawab, "Masih masalah tanah, Pi. Asya masih gak rela. Papi tau sendiri, Asya anaknya keras kepala banget."

"Dan itu turunan Mami kamu," gumam Devan yang masih mampu di dengar oleh Mel.

Prang!

Baik Kris dan juga Devan sontak menoleh ke arah dapur, mereka berdua melotot tak percaya dengan kepala yang menggeleng tak habis fikir.

Mel membanting panci lebih tepatnya sengaja membuang panci tersebut ke lantai saat mendengar ucapan dari suaminya.

"Dari pada ngejekin istri sendiri, mending sana, bujuk Asya. Ini juga salah kamu," sahut Mel setengah jengkel, wanita itu kemudian mengambil beberapa sayuran dan memotongnya, antara ikhlas dan tak ikhlas.

"Yang, maksud aku tuh, kamu gemes-"

"Papi jangan bucin pagi-pagi depan Kris, mual liatnya," sahut Kris cepat, mengerti betul apa yang akan di katakan Papinya.

"Makanya cari pacar!"

"Iya," balasnya enteng.

Devan mengukir senyum tipisnya. "Ada yang mau sama kamu?"

"Papi ngeremehin Abang?"

"Bukan ngeremehin, kamu kan galak, takutnya semua cewek pada kabur-"

"Iya, galak turunan kamu!" sahut Mel dari dalam dapur, tak ingin kalah sama sekali dengan suaminya.

"Tuh dengerin, Pi. Sifat Abang tuh turunan Papi, jadi jangan heran," ucapnya membela diri, untung Maminya selalu membelanya. Entah itu sebuah pembelaan atau lebih ke menyindir, bodo amat lah.

Devan mengusap dadanya sesaat. Pria itu bangkit dari kursinya dan menatap putranya sesaat, dengan mata yang sedikit mengerling, pria itu berkata, "Papi tunggu calon mantu dari kamu. Itu kalau ada yang mau."

"Pi!" kesal Kris yang memandang kepergian Papinya ke lantai atas.

'Andai aja Papi tau ... Kemarin ada lima orang perempuan datang ke sini. Ngaku-ngaku jadi pacarnya Abang, kira-kira reaksinya gimana, ya?' batin Mel dengan tampang yang berfikir dan mesem-mesem sendiri. Bukan hanya kemarin, bahkan kemarin kemarin kemarinnya lagi.

Pandangan Kris menoleh menatap ke arah Maminya yang berjalan ke arahnya dan meletakkan beberapa lauk di hadapannya. Dengan jahil, Kris menghentikan aksi Maminya lalu bertumpu dagu.

"Suami Mami marah tuh, gak mau di bujuk?"

Mel yang mendengar itu memukul kepala Kris dengan centong sayur miliknya. "Itu Papi kamu juga Kris."

TARASYA [END]Where stories live. Discover now