[64] Bukan Alter Ego

8.1K 571 243
                                    

Malam menjelang subuh, Asya dengan balutan seragam yang lengkap kini sudah siap di meja makan. Tidak, bukan subuh lagi, karena jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

Selama memakan sarapannya, suasana di meja makan itu hanya hening. Padahal di situ juga ada Kris, tapi lelaki itu yang dasarnya cuek, kini hanya bungkam. Biasanya, hanya Asya lah yang terus saja menyerocos tanpa henti. Namun sekarang?

Selesai sarapan, Asya menjalankan kursi roda elektroniknya dengan remote yang berada di genggamannya.

Ah iya, Devan khusus membelikan itu untuk putrinya agar tak terlalu kerepotan saat ingin melakukan sesuatu.

Ketika terdengar suara klakson mobil dari luar rumah, Asya segera bersiap dan mengusap sudut bibirnya setelah minum.

Setelah berpamitan, dengan di bantu oleh Mel, Asya segera masuk ke dalam mobil Ian dan berangkat ke sekolah.

Baru saja mobil Ian keluar dari pekarangan rumahnya, motor dari arah belakang mobil Ian baru saja melewati gerbang rumahnya setelah terlihat seseorang yang mengintip.

Mel menghembuskan napasnya sejenak. Ia sangat kenal dengan motor itu. Pemiliknya adalah Saka.

****

Mulai dari mengikuti Asya dari rumah sampai sekolah, lelaki itu bahkan terus berjalan di belakang Asya tanpa sepengetahuan gadis itu. Tak berniat aneh-aneh, hanya memperhatikan gadis itu agar sampai dengan selamat di kelas.

Ketika Ian dan Asya sudah masuk ke dalam kelas, barulah dirinya melengos pergi menuju kelasnya sendiri.

"Habis dari mana sebulan nih? Gak ada kabar lo," cerosos Rafa yang tiba-tiba datang dari arah belakang Saka.

"Jawab, jangan berlagak kayak patung."

Saka mendengus geli kala Rafa merangkulnya dari samping.

"Sensi amat astaga." Rafa dengan dramatis mengelus dadanya bersabar. "Tapi kemarin asli, lo lebih sensi."

Dengan tampang berfkirnya, Jeno ikut nimbrung. "Gue berpikir nih, selama sebulan lo pergi, pasti ada hal yang buat lo jadi sensi gini kan? Ngaku? Lo ketahuan hamilin anak orang! Jadi lo kabur!"

"Gila lo ya?" Saka mendorong kepala Jeno saat lelaki itu malah memajukan wajahnya dengan tatapan curiga.

"Terus?"

"Lagi rasain ... bukan apa-apa," balasnya, sebelum berlalu lebih dulu.

Baik Rafa dan Jeno menatap punggung Saka dengan bergidik ngeri.

"Fiks sih. Dia kesambet."

****

Selesai dengan kelas pertama dan kedua, Saka keluar dari dalam kelasnya dan berniat menuju kantin sekolah. Ia tak sendiri, karena ada Cindy yang menemaninya. Sebenarnya bukan Saka yang menawarkan atau pun meminta agar gadis itu ikut, hanya saja dia yang ingin membeli sesuatu juga, akhirnya ikut bersama Saka.

Tak butuh waktu lama, dua kotak susu sudah berada di tangan Saka.

"Kamu minum susu?"

Mendengar pertanyaan seperti itu, membuat Saka berbalik menatap Cindy. "Kenapa?"

"Bukannya kamu gak suka banget ya sama minuman yang satu itu?"

"Bukan buat gue," katanya.

Tampak Cindy menautkan alisnya bingung. "Terus?"

Tanpa sadar, bibir Saka berkedut, dan kini ia menampilkan senyum tipisnya. "Buat Asya."

Cindy terdiam cukup lama, ia kini seolah berusaha berfikir keras. Tatapannya beralih menatap Saka yang kini membayar susu kotak tersebut. Setelahnya, baru lah ia mengembangkan senyumnya. "Baguslah. Kamu harus pertahanin Asya."

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang