[21] Pengakuan Asya

8.1K 525 386
                                    

Heyyo, akhirnya bisa up cepat.

Karena target sudah terpenuhi, dan beberapa part sudah banyak lumutan di draf, aku up sekarang aja😐

Baca doang, vote kagak. Siapa sih?

****

Saka menatap benda pipih di tangannya, panggilannya telah di matikan sepihak oleh Asya. Pandangannya menerawang ke depan, seolah berusaha berfikir keras.

Buru-buru ia meletakkan kembali ponselnya di saku celana dan beranjak dari kursi, baru saja Saka ingin berlalu tetapi tangannya lebih dulu di cekal.

"Lo mau ke mana? Ada sesuatu soal dia yang pengen gue tunjukin," sahut Rifki menahan pergelangan tangan Saka.

Saka terdiam untuk sesaat, perlahan ia melepaskan tangan Rifki darinya.

"Ini penting, Ka," lanjutnya.

Saka kembali menghentikan langkahnya. Sedikit menatap Rifki sesaat. "Kali ini ... itu gak penting," ucapnya dan segera berlalu keluar.

Baik mereka ber-empat menatap kepergian Saka dengan berbagai pertanyaan. "Bagus lo nyadar," gumam salah satu di antara mereka. Otomatis semua attensi di meja itu mengarah pada Ken saat suara itu terlontar.

***

Saka berlari masuk ke dalam sekolah dengan pikiran yang sangat kacau. Bagaimana bisa Asya masih berada di sekolah selarut ini?

Berusaha mengabaikan berbagai pikirannya, ia kembali menjelajahi setiap inci sekolah dan langkah terakhirnya mengarah pada ruang perpustakaan. Saka berhenti sejenak, berusaha mengambil napas dalam-dalam. Tangannya perlahan terangkat dan berniat membuka pintu perpustakaan.

Terkunci.

Saka berdecak kesal, dengan sebisa mungkin ia mendobrak pintu kokoh di hadapannya ini. Tapi hasilnya nihil. Bagaimana mungkin, Pintu sekuat dan kokoh di hadapannya ini bisa ia buka? Sangat mustahil.

"Sya, lo di dalam?" teriak Saka dan mendekatkan telinganya di depan pintu.

Hening.

"Sya," panggilnya sekali lagi.

Cowok itu beralih mengacak rambutnya frustasi. "SYA, JAWAB GUE KALAU LO DI DALAM!" teriak Saka lagi.

Terdengar suara samar-samar dari dalam, dan Saka yakin kalau itu adalah Asya.

"Asya, lo bisa, kan buka pintunya dari dalam?" tanya Saka berusaha mengalihkan kekhawatirannya. Bukan apa, pasalnya di dalam perpustakaan biasa terdapat kunci cadangan, entah siapa yang menaruhnya. Tapi itu memang ada.

Saat tak mendapat balasan, Saka berjalan mundur secara perlahan, berusaha mendobrak pintu kokoh di hadapannya itu sekali lagi.

Dengan gerakan cepat, ia berlari dan mendobrak pintu tersebut, namun percobaan keduanya hasilnya tetap sama. Berinisiatif mendobrak pintu itu sekali lagi, namun pergerakannya terhenti saat tiba-tiba pintu besar di hadapannya terbuka.

Matanya dapat menangkap Asya dengan mata sayunya tengah tersenyum kecil ke arahnya dengan gantungan kunci di pergelangan tangannya.

"Sya, lo gak ap-"

Belum sempat Saka menyelesaikan ucapannya, Asya lebih dulu terduduk di lantai dengan bersandar pada pintu di sebelahnya. Tangannya yang tak memegang kunci beralih memukul bagian dadanya yang terasa sesak, lalu naik memegang bagian kepalanya.

Melihat itu, Saka ikut berjongkok tepat di hadapan Asya. Tangannya beralih mengambil kedua telapak tangan Asya yang memucat. Setelah itu, ia beralih mendongak menatap Asya yang masih mengatur napasnya.

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang