[17] Di Paksa Jujur

7K 460 536
                                    

Selesai dengan latihannya, Ian berjalan sedikit mendekat di mana tas nya berada. Ia mengambil sebotol air minum dan meneguknya hingga habis. Pandangannya beralih pada seseorang yang baru saja menepuk pundaknya.

"Gue duluan, ya?" sahut seseorang yang tak lain adalah Zuan. Cowok itu hanya mengangguk membalasnya.

Ian beralih mengambil tasnya dan mulai menyampirkannya, aksinya lagi-lagi terhenti saat merasa ponselnya berbunyi. Dengan terpaksa, cowok itu mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan menatap siapa yang menelfonnya. Alisnya sedikit bertaut kala melihat nama panggilan yang tertera.

Tanpa pikir panjang, ia langsung saja mengangkat panggilannya.

"Wa'alaikumsalam. Kenapa, Om?" tanya Ian saat panggilannya ia angkat.

Terdengar suara berkas yang di susun dari seberang sana. Kening Ian semakin bertaut, tak biasanya Devan-Papi Asya menelfonnya.

"Ian, Om mau ketemu sama kamu sebentar. Kamu ada waktu?"

Ian menatap jam di pergelangan tangannya sebelum menjawab, "Ada, Om. Habis latihan Ian kosong, sekarang udah selesai latihan. Emang ada apa?"

"Ada hal penting yang pengen Om sampein. Om tunggu kamu di kantor, jangan di rumah."

Alis Ian semakin bertaut, sungguh tak biasanya. Ian merasa sedikit aneh. "Kenapa gak di rumah aja, Om? Hal penting apa?"

"Kamu datang saja, Om tunggu sebentar lagi."

***

Asya mulai berjalan di koridor yang tampak sepi. Pandangannya selalu fokus pada ponsel di genggamannya. Jika dia berangkat ke sekolah dengan Saka dan cowok itu tak bisa mengantarkannya pulang, jalan keluar satu-satunya agar bisa sampai di rumah adalah dengan naik taksi atau pun memesan ojek online.

"Asya masih punya kuota gak, ya?" gumam Asya di sela-sela perjalanannya.

Masalahnya, ia sangat jarang mengisi kuotanya sendiri. Gadis itu hanya akan mengaktifkan ponselnya jika berada di rumah dan di rumah terdapat wifi yang jaringannya lancar jaya. Tapi saat di luar rumah, Asya hanya merasa bodo amat karena ia malas bermain ponsel saat berada di luar. Sekali-kali jika berada di luar, ia hanya akan meminta hotspot dari Risa.

Setelah mengaktifkan ponselnya, tangannya beralih menekan nomor di panggilan kontaknya, berniat mengecek berapa sisa kuota yang ia punya. Dalam hati ia berdoa, semoga saja masih ada yang tersisa. Karena seingatnya, terakhir kali ia mengisi kuota itu dua bulan yang lalu, itu pun masa aktif kuotanya mengikuti masa aktif kartunya.

Suara pesan masuk langsung terdengar setelah Asya mengecek kuotanya. Dengan hati-hati, ia membaca pesan tersebut.

Setelah membacanya, Asya sedikit meringis. Nasibnya sungguh tak beruntung. Kuota yang ia punya hanya tersisa 10 MB, apakah itu cukup untuk memesan ojek online? Semoga saja cukup!

Dengan hati yang berat, Asya mulai menyalakan data-nya. Baru satu menit ia menyalakannya, bejibun notifikasi langsung menyerang ponselnya. Mata Asya seketika kembali membulat.

"Heh! Kok pesannya banyak banget sih! Kasian kuota Asya habis ini!" gerutunya.

Buru-buru ia memasuki aplikasi ojek online sebelum kuota 10 MB-nya habis. Ia mulai mengetik di mana ia akan di jemput dan di mana ia akan di antar. Asya sempat berdecak kesal kala notifikasi pesan yang masuk mengganggu perhatiannya.

Baru saja Asya akan memasukkan kode promo agar saat ia membayar, ia tak akan mengeluarkan terlalu banyak uangnya. Tapi itu semua terhenti saat salah satu notifikasi pesan masuk tiba-tiba, matanya mulai bergerak tak tenang, ia beralih memencet pesan tersebut dan mulai membacanya.

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang