[6] Scattered Heart

2K 205 77
                                    

Sebenernya cerita ini pernah dipublished malem-malem dan dia punya lapak sendiri gitu. Tapi, I was a little bit afraid at that time, so I decided to take it down. Malu sih sebenernya karena ini kacau banget.

Tapi, karena udah ditulis, sayang gitu kalo disimpen. Dan kayaknya cerita di sini cenderung lebih santai ya gak sih? Mungkin karena oneshot kali ya. Dan kayaknya aku nggak terlalu malu kalo ngeunggah ini di sini. Soalnya dia nggak sendirian banget. Hehehe

Dan, agak beda sama yang sebelumnya, there will be eight chapters for total sampe tamat. Bear with it. Thank you :)

•Scattered Heart•

[1]

Summary: It is toxic. But we love the way it scatters and we love the voice we make when we are together.

“I felt like an animal, and animals don’t know sin, do they?” —Jess S

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

“I felt like an animal, and animals don’t know sin, do they?”
—Jess S. Scott—

Langit di luar masih terang. Pintu kamar kos di pojok ditutup rapat. Kamar itu jadi satu-satunya yang ditempati di lantai tiga—ngebuat suara jenis apapun yang nggak sengaja menelusup lewat celah ventilasi di atas pintu mendapatkan pengabaian. Jeffrey Djuanda Bachtiar—empunya kamar—selalu nutup dan ngunci pintu kamar kosnya di waktu yang nggak menentu. Alasannya cuma satu: karena dia nggak mau kegiatan sama Rose Anne Bahri terganggu.

“Jeff, jangan terlalu cepet,” kata Rose susah payah, suaranya terhimpit napas yang memburu. Kedua tangannya terkunci di atas kepala, tubuh polosnya yang terbaring di bawah Jeffrey sedikit melengkung saat cowoknya nggak mendengar apa yang dia bilang. “Jeff please, it’s hurt!”

“Just a minute Rose, I’ll take it slowly,” sahut Jeffrey dengan suara serak. Satu kecupan diberikan cuma buat ngebungkam mulut Rose—Jeffrey selalu suka saat pacarnya sedikit memberontak dan memberi gigitan ringan di bibirnya. “Rose, can you spread these a little wider? I almost hit the thing there.”

Meskipun setelahnya Rose selalu ngerasa sedikit menyesal dan marah-marah, kalau lagi gini—kayak lagi dihipnotis—dia selalu nurutin semua yang dibilang Jeffrey. Cewek berambut gelap panjang itu narik Jeffrey ke pelukannya, sebelum ngelingkarin kedua kaki jenjangnya yang ngebuat senyum pacarnya terulas samar. Bahkan perempuan sepintar Rose pun sama sekali nggak bisa mikir di tengah keadaan kayak gini. Satu-satunya yang menuntun tindakannya jelas cuma keinginan buat ‘terpenuhi’ dan ‘terpuaskan’.

“Ah, I don’t think I find the spot yet,” goda Jeffrey sambil ngasih beberapa ciuman di leher Rose yang mulai menunjukan warna kemerahan—entah berapa kali tempat itu jadi sasaran keisengan Jeffrey yang suka ngegoda pacarnya.

The Thing Between UsWhere stories live. Discover now