[9-3] Anomali Rasa

942 129 9
                                    

Heya, nanti agak maleman keknya bakal publish ISP chapter 8 dulu. My eyes are swollen, too much facing monitor I guess. Hmmm

•Anomali Rasa•

Atasan saya hobinya ngedumel—mungkin sama kayak atasan yang lain

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Atasan saya hobinya ngedumel—mungkin sama kayak atasan yang lain. Kali ini dia marah-marah perihal beberapa artikel yang saya tulis selama dua bulan terakhir. Katanya isinya terlalu pedas dan blak-blakan. Lah, buktinya memang begitu, makanya saya tulis dan jadi headline utama dan bikin sekumpulan orang-orang dalam berita kena sentil.

Selain atasan, saya juga dapat teguran dari staf Humas salah satu kementerian sewaktu ngebahas sejumlah kebijakan menteri mereka yang nyeleneh dan nggak masuk akal. Bahkan, di samping nggak masuk akal, kebijakan Si Ibu juga nggak mendatangkan faedah apapun selain ngegeruk anggaran alias nggak berguna sama sekali. Udah bukan hal baru, ibu-ibu satu itu memang suka pencitraan.

Hal yang ngebuat mereka melayangkan teguran dengan panik dan terburu-buru sebenarnya cuma dua: saya nanya, ‘Sebenarnya anggaran yang dibicarakan ini benar dialokasikan buat kegiatan hari anak atau untuk anak penanggung jawab program?’ terus pertanyaan satu ini mungkin terlalu gegabah karena emang dilandasi sama perasaan muak dan geram, ‘Tadi di lorong saya ngelihat Pak Dirjen lagi cat calling salah satu stafnya. Itu hal biasa ya? Tapi mbaknya kelihatan nggak nyaman dan sampai ngomong terima kasih waktu saya ajak naik lift bareng.’ Belum lagi insiden bareng insider istana karena pertanyaan seputar dana bansos karena kebetulan hari itu ada rapat bareng humas Kemensos. Setelah itu, saya dapat kabar kalau Juan Iskandar Janari mulai dikenal di istana. Kepalang basah, jadi hajar aja.

Please Juan, kalau kamu gini terus, karir kamu sebagai jurnalis nggak bakalan lama,” kata Pak Bos yang punya kepala plontos. Jangan bayangin pria pendek dengan perut buncit karena bos saya ini terbilang kurus dan tinggi. Mungkin dia kurus karena ngebatin, kurang tahu juga.

“Kalau jadi jurnalis nggak lama, saya bisa jadi pengacara,” tutur saya terkesan sekenanya. Itu emang Plan B yang saya harap nggak pernah terealisasi. “Atau buka toko roti. Waktu di Leiden saya pernah part time jadi tukang roti. Bos mau coba?”

“Boleh,” Bos auto nyahut. Terus kembali ngedumel kayak biasa, “Juan! Kamu ini suka banget mengalihkan pembicaraan!”

“Hehehe…”

“Malah ketawa!”

“Kalau saya balik marah nanti malah ribut.”

“Bener juga.”

“Em, Pak? Saya nggak bisa ikut kunjungan ke Kemenkumham besok pagi. Jadinya mau ngambil cuti,” kata saya agak tiba-tiba sampai Pak Bos yang hampir marah pun mendadak melunak dan bertanya-tanya. Ini cuti pertama yang saya ambil selama dua tahun kerja di sini.

The Thing Between UsWhere stories live. Discover now