[8-3] Fail Play

1.9K 233 33
                                    

Aloha~

Jadi ini part terakhir. Aku gak tau kenapa semua ceritaku belakangan ini terkesan random dan absurd. I try to cook some good stories but they always take some times. Dan aku lagi sibuk karena kucingku baru lahiran duh. I have eight cats at home, they are basically cute little monsters that consume all my time and money. But I love them. Maaf oot. Hmm

It just has 4K words so enjoy. Dan beberapa bagian awal mengandung mature content jadi buat bocil jangan baca ya 😉😉😉

•Fail Play•

“We have to recognise that there cannot be relationships unless there is commitment, unless there is loyalty, unless there is love, patience, persistence

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“We have to recognise that there cannot be relationships unless there is commitment, unless there is loyalty, unless there is love, patience, persistence.”
—Cornel West—

Hal pertama yang Rose lihat ketika memasuki apartemen studio milik Jeffrey adalah sepasang gitar dan keyboard yang seluruhnya berwarna hitam di ujung ruangan. Apartemen berbentuk L itu kelihatan cukup rapih dan nyaman, meskipun agak gelap karena entah sengaja atau enggak Jeffrey cuma menyalakan lampu di dekat pintu masuk aja. Sambil jalan ke ruang tengah, jari Rose menyusuri tepian meja di bawah TV, ngerasa takjub karena dia nggak nemuin debu sedikitpun.

“Kamu suka bersih-bersih?” tanya Rose sembari nengok ke arah Jeffrey yang langsung mendudukan diri di atas sofa.

Jeffrey ngasih anggukan. “Iya. Buat jaga-jaga barangkali mamah tiba-tiba ke sini. Lagian aku juga nggak suka tempat kotor.”

“Oh, gitu ya,” sahut Rose yang kelihatan sedikit ragu buat duduk di dekat pacarnya.

Ngelihat keraguan itu, Jeffrey langsung menyunggingkan senyum sambil narik tangan Rose buat duduk di sampingnya. “Make yourself at home,” katanya sebelum jalan ke arah kulkas buat ngambil dua kaleng bir. “Mau? Ini light.”

“Ada kopi?” tanya Rose karena dia nggak begitu suka minum bir.

“Ada kok. Yakin mau minum kopi malem-malem? Nanti gak bisa tidur,” tutur Jeffrey sambil ngambil kopi instan kalengan dari dalam kulkas.

Jawaban yang Rose lempar seketika menghentikan gerakan Jeffrey—ngebuat dia mematung selama beberapa saat. “I think we supposed to not sleep this night…”

“Did I hear it wrong?” tanya Jeffrey sambil nyodorin kopi ke Rose.

“Kita mau ngobrol, kan?” tutur Rose dengan ekspresi polos. Dia merhatiin perubahan air muka Jeffrey, cowok itu mengulas senyum canggung sebelum ngebuka kaleng birnya dan meminumnya sedikit terlalu buru-buru. Bahkan Jeffrey duduk di atas karpet, memilih buat bersandar ke tepian sofa alih-alih duduk di sampingnya. Oleh karena itu, tanpa pertimbangan apapun, Rose lebih milih buat turun dan duduk di samping Jeffrey. Dia nggak mau ada sekat di antara mereka. “Aku bosenin ya?”

The Thing Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang