[17] Ideal Life

1K 129 13
                                    

•Ideal Life•

Summary: What does it mean to be ideal? Wait, is there even an ideal thing in this world?

Cast:
Park Rosenne as Rose
Jung Jaehyun as Jeremy

"So let us live above them like strong winds, neighbours of the eagles, neighbours of the snow, neighbours of the sun: that is how strong winds live

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"So let us live above them like strong winds, neighbours of the eagles, neighbours of the snow, neighbours of the sun: that is how strong winds live."
—Friedrich Nietzsche—

Sebenarnya definisi ideal itu nggak pernah pasti; setidaknya itu yang Rose pahami ketika dirinya menjadi semakin tua. Jadi anak rantau di negeri orang dengan penghasilan €25k per tahun itu nggak mudah; belum lagi tahun ini usianya udah menginjak kepala tiga. Pikirannya dibombardir dengan pertanyaan 'kapan nikah?' bercampur niat buat resign ngebuat Rose makin merasa nggak bergairah.

Ngerasa insecure karena temannya punya kerjaan yang lebih baik di Indonesia? Jelas. Cork itu kota yang indah, tapi agak mahal dan penghasilannya nggak bisa disebut gede.

Agak cemburu karena banyak yang udah nikah dan punya anak? Mungkin juga. Setidaknya bagi Rose, pernikahan merupakan salah satu hal yang diimpikan. Nggak tahu kalau buat yang lain, nggak mau ngurusin juga, sebenarnya.

Tapi, dia ngerasa agak bersyukur. Sebab di tengah bopengnya kehidupan yang sama keluarganya sendiri disebut kurang ideal, Rose masih punya seekor anjing yang senantiasa menemani dan menghabiskan sepertiga gajinya. Gapapa, demi Hank, ginjal pun akan Rose jual. Agak serem dikit.

Kayak udah jadi kebiasaan, tiap hari minggu dia bakal nongkrong di salah satu coffee shop. Tapi hari ini agak lain, Rose memilih berlibur agak ke utara dan berakhir di Dundalk, kota kecil agak mepet ke Belfast. Berhubung lagi musim panas, dia dan Hank duduk di luar, ngelihat hamparan farm yang bagus banget.

"Kursi sebelah sini kosong kah, mbak?"

Lah kok ada yang ngomong Bahasa Indonesia? Rose bertanya gitu dalam hati.

Dia nengok, terus ngelihat mas-mas ganteng senyum nunggu jawaban dia.

"Oh, sorry, may I sit there? I'm not afraid of dog, don't worry."

"Sure, you can," refleks Rose jawab. "Maksudnya, silahkan aja. Kursinya nggak ada yang pakai kok."

"Oalah. Bener orang Indonesia ternyata!" sahut Si Mas ganteng antusias. Dia narik kursi ke seberang, spontan ngulurin tangan sambil bilang, "Nama saya Jeremy, salam kenal. Maaf ganggu waktu bacanya mbak. Saya suka Brothers Karamazov juga, jadi tanpa pikir panjang, saya langsung nyapa mbak."

"Oh... oh! Dostoevsky! Dia keren banget!" Rose selalu antusias kalau ada yang mention penulis favoritnya.

Jeremy mengulas senyum, menampakkan kedua lesung pipit di kedua pipinya. "Agak depressing dikit tapi gapapa. I guess. Hahaha..."

"Indeed! My favourite so far ini sih. Kamu?"

"Emmm... Humiliated and Insulted. That one. Oh, mbak mahasiswa juga, kah? Aku anak TCD sih mbak, lagi nyusun dissertation." Informasi dari Jeremy agak dadakan dan sedikit terlalu blak-blakan.

"Nope. Aku kerja, di Cork."

"Ah gitu ya. Kelihatan muda banget soalnya. Kukira masih undergrad."

"I'm on my 30s. Maksudnya, tahun ini 30. But thank you. I'll take that as a compliment." Rose mengukir senyum—tanpa dia ketahui itu jadi titik awal ketertarikan Jeremy yang semakin besar. Dia penganut mazhab cinta at the first sight soalnya.

"I see," katanya, "aku masih 25 tahun sih. Tapi sekarang banyak juga kok yang pacaran sama cewek lebih tua. Just saying."

Rose cuma menanggapi dengan senyuman. Terus kembali membicarakan buku dan hal-hal terkait kota masing-masing, termasuk janji ketemuan di minggu berikutnya. Perkenalan mereka sangat cepat. Dan tanpa keduanya sadari, satu tahun udah berlalu. Jeremy bekerja di salah satu perusahaan multinational sebagai data analyst; sementara Rose dapat kerjaan baru dengan gaji dua kali lipat dari tempat sebelumnya. Fun fact, keduanya sama-sama kerja di Dublin. Dan tambahan lainnya, seolah Jeremy udah bisa melihat proyeksi masa depan mereka, sekarang keduanya tinggal di rumah yang sama. Sebagai suami-istri; tepat sepuluh bulan sejak perkenalan mereka.

 Sebagai suami-istri; tepat sepuluh bulan sejak perkenalan mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Fin

Cerita sebelumnya, kayaknya bakal aku simpen biat draft cerita baru. I need to revise it, obviously. A little bit too rough to be published all alone on its own page. Nanti tapi. Kalo badai insomnia dan anxiety sudah selesai. Ehehehe

Sorry if I'm spreading negativity. I'm all good, I feel relieved when I write something. Thanks for the support. I wanna share more good stories with you all. Love you!

(Currently obsessed with Spicy and Till We Meet Again aespa)

💕💙💞💜❤️💚❣️💖💙💝🍑🌹

The Thing Between UsWhere stories live. Discover now