[18-1] Aksara

605 86 15
                                    

•Aksara•

Summary: Following Tamara who must face the reality that loving someone doesn't always mean to stick together.

Cast:
Roseanne Park as Ara
Jaehyun Jung as Aksa

“You see, loneliness is the price we have to pay for being born in this modern age, so full of freedom, independence, and our own egoistical selves

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

“You see, loneliness is the price we have to pay for being born in this modern age, so full of freedom, independence, and our own egoistical selves.”
—Natsume Soseki—

Ada satu titik di mana tumbuh kepercayaan kalau dunia ini berputar di sekitar kita—bahwa aku adalah pusat dunia. Setidaknya, di dunia seseorang, mungkin orang tua atau pasangan. Saya juga enggak tahu pasti. Tapi, kalau ditanya pengalaman personal, sejujurnya saya juga berpikir demikian. Bahkan hingga saat ini. Lebih tepatnya, saya hidup dalam fase denial yang tak kunjung usai.

Selama empat tahun pacaran, saya selalu mengira (kalau memang berharap dianggap terlalu muluk-muluk untuk dijadikan sebagai representasi pikiran maupun perasaan) kalau ada sepetak kosong dalam hati Aksa yang memang secara khusus diperuntukan untuk saya—kekasihnya. Satu petak yang meskipun kecil, tapi saya merupakan pusatnya. Akan tetapi, akhir-akhir ini, sebenarnya sudah sejak hubungan kami dimulai, saya mulai meragukan ketulusan perasaan Aksa yang makin ke sini justru semakin terasa kabur.

Mungkin, sudah saatnya saya mengakui, kalau Aksa memang tidak pernah benar-benar mencintai Adryani Tamara. Dalam tanda kutip, saya. Mungkin, sekali lagi, bagi Aksa, hanya karena selama ini kami selalu tinggal bersama, bukan berarti perasaan cinta yang saya dambakan itu dapat tumbuh. Mungkin, ini akan jadi yang terakhir, cinta itu memang tumbuh, tapi kecil. Bahkan juga sudah lama mati. Sebab saat ini, saya tidak lagi bisa menemukan pancaran rasa kasih dalam sorot mata Aksa. Bahkan di tengah tautan paling intim sekalipun.

Sejujurnya, enggak ada yang lebih menyakitkan dan lebih menyinggung daripada tercetusnya nama seseorang dari masa lalu ketika kalian lagi hangat-hangatnya bercengkrama. Di tengah obrolan, secara sadar Aksa akan mengucapkan nama ‘Hani’, dengan intonasi dan raut muka terluka. Saat itu saya mengatakan: It hurts me. You are not supposed to mention another woman’s name while holding me. Tapi, bahkan ketika hal yang sama terjadi secara berulang, saya tetap diam dan memendam semua rasa sakitnya sendirian. Alasannya karena saya mencintai Aksa. Sampai akhirnya, rasa cinta yang jadi landasan hubungan itu perlahan tergeser oleh rasionalitas yang berusaha ditumbuhkan meski dengan susah payah. Empat tahun—lebih tepatnya lima tahun—bersama Aksa terasa kayak sesi treadmill run yang amat menyiksa. Ada manfaatnya, tapi tetap menyiksa. Dan selalu ada waktunya buat berhenti.

Sorry telat, tadi sempet ngobrol lama sama Reihan dan Sabila,” kata Aksa begitu sampai di restoran.

“I haven’t waited for too long.”

Still, kamu masih tetap nunggu,” katanya lagi.

“I’m always used to it, remember?” saya kembali menjawab.

The Thing Between Usजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें