[8-2] Fail Play

1.6K 226 25
                                    

Aloha, what's up ma luvs? Wish you're doing great ya☺️☺️☺️

Let's welcoming the weekend with a gaje story that I don't even know why I keep writing this. Tapi mayan lah ya buat baca kalo lagi gabut. Ehe... selamat membaca~

•Fail Play•

“We have to recognise that there cannot be relationships unless there is commitment, unless there is loyalty, unless there is love, patience, persistence

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“We have to recognise that there cannot be relationships unless there is commitment, unless there is loyalty, unless there is love, patience, persistence.”
—Cornel West—

“What the heck was going on last night?!”

Rose mondar-mandir di dalam kamarnya. Dia baru selesai ngecek barangkali nemuin yang aneh di badannya. Semuanya tetap sama. Bajunya masih terpakai utuh dan dia nggak ngerasain apapun di bagian bawah tubuhnya. Artinya tadi malam nggak terjadi apapun.

Tapi hal itu nggak serta merta ngebuat dia tenang. Jadi setelah beberapa detik ngumpulin keberanian, dia mutusin buat menghubungi Grace dan nanyain adiknya. Sayangnya, orang yang dia cari nggak tidur di apartemen Grace—udah bisa ditebak karena sepanjang Rose main dia sama sekali nggak pernah mendapati adiknya ada di sana—karena Jeffrey punya apartemen sendiri. Grace cuma bilang, ‘Aku kasih snapchatnya ya. Coba hubungi aja. Seingetku Kamis tuh Jeffrey ada kelas pagi,’ yang ditanggapi kekeh pelan sama Rose.

Meskipun lagi dirundung rasa panik, Rose tetap pergi ke kampus dengan gaya kayak biasa: cantik, rapih, dan elegan. Dia mutusin buat pakai Uber karena kepalanya masih sedikit pening. Matanya tertuju ke handphone yang nampilin pesan dari Jeffrey. Rose nggak bisa nelpon cowok itu karena jantungnya berdebar kayak genderang perang. Jelas dia nggak bisa ngomong sama cowok itu dalam keadaan yang memungkinkan mulutnya gelagapan. Terlalu memalukan.

“Perpustakaan, perpustakaan. Duh, di lorong sebelah mana sih, perpustakaan tuh kan luas!” Rose ngomong sama dirinya sendiri. Pelan, nggak keras apalagi sampai teriak-teriak.

Langkahnya terhenti di lorong D lantai empat. Dia nggak tahu kenapa dirinya sembunyi saat ngelihat Jeffrey lagi ‘melakukan sesuatu’ sama perempuan yang nggak dia kenal. Rose sedikit merunduk, terus nyipitin mata buat ngelihat dua orang dewasa yang sedang bertukar ciuman di perpustakaan yang masih sepi. Dan satu hal yang bisa Rose simpulkan dari pengamatannya: Jeffrey is a great kisser.

Rose kembali nutup mata, terus saat kembali ngebuka, dia agak kaget karena orang yang diamati udah nggak ada di tempat. Kepalanya melongok, matanya berpendar, terus saat balik badan dia langsung memekik ketika ngelihat Jeffrey berdiri tepat di belakangnya.

“Ssst… nggak usah teriak,” bisik Jeffrey sambil ngebungkam mulut Rose pelan dan bentar. Dia mengamati penampilan perempuan itu, cuma buat ketawa dan ngasih gelengan kepala. “What’s with all those stuffs? You wear scarf on your head and black glasses like Princess where are you planning to go? Picnic?”

The Thing Between UsWhere stories live. Discover now