4

1K 119 3
                                    

Halo, selamat membaca, felas!
________________________________

Kopi pahit panas, lagu mellow dan suasana sore menjadi teman galau Janice. Lihatlah, dirinya langsung menjelma sebagai penggemar indie dadakan. Berimajinasi dengan seduhan kopi, hah whatever lah dirinya sedang pusing memikirkan masalah yang beruntun menimpanya. Jendela apartemen yang menampakkan potret lalu lintas hilir mudik dan kawasan padat penduduk menjadi teman mengadu, mungkin jika otak Janice di gambar rumitnya akan sama seperti itu. Padat, sesak dan rumit.

"Soto betawi nya sudah Saya panaskan, Jan. Apa mau dimakan sekarang?"

Janice menoleh. Matanya kuyu dan terlihat tidak ada gairah untuk beraktivitas sama sekali, dua kesempatan dua pekerjaan yang di inginkan langsung lenyap dalam hitungan jam. Ia memandangi Janaka dengan tatapan tak di mengerti.

"Apa gue ada salah sama lo?" tanyanya tiba-tiba.

"Maaf Janice. Saya tidak mengerti, ada masalah di lokasi syuting?"

Janice berbalik badan lagi, matanya menerawang kosong ke arah kendaraan-kendaraan yang mengular."Lo masuk kedalam hidup gue secara tiba-tiba, datang dan langsung bikin semuanya berantakan. Gue tanya sekali lagi sama lo, apa gue ada salah sama lo sampai lo tega ngelakuin ini semua ke gue?"

Janaka dibuat pusing dengan pertanyaan spontan Janice, pria itu melihat gerak-gerik Janice. Apa perempuan itu sedang mabuk atau kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya demikian.

"Kamu nggak ada salah sama Saya, Janice. Mengenai perjodohan kita yang serba mendadak ini, itu bukan kesengajaan Saya. Itu murni usulan Nenek kamu."

"Tapi lo langsung setuju 'kan? Apa saat lo bilang 'iya' sama nenek lo mikirin perasaan gue, nggak 'kan?"

Langit pun seperti merasakan apa yang sedang di rasakan Janice, hamparan awan yang semula cerah langsung menghitam di iringi angin yang berhembus. Kalau di ibaratkan lagu sepertinya cocok dengan lagu gerimis melanda hati, miris!

"Jan, Saya tahu kamu terkena masalah karena Saya. Karir kamu hampir berantakan karena Saya, tapi bisakah kita mulai dari awal saja. Lupakan karir kamu dan jadilah pelengkap tulang rusuk Saya," ucap Janaka dengan mimik wajah serius.

"Really?"

Janice tertawa hingga gerahamnya terlihat semua. Ia mengambil tissue untuk menyeka air matanya yang keluar membarengi tawanya. Namun, sepersekian detik kemudian matanya langsung melotot tajam.

Jarinya menunjuk dada Janaka berusaha mengintimidasi lawannya. "Lo manusia yang picik! Gue nggak tahu dosa apa di masa lalu sampai gue dapet suami kayak lo!"

"Sampai kapanpun, gue nggak bakalan sudi punya suami kayak lo!"

"Gue mau cerai!" putus Janice.

Janice keluar menggebrak pintu, Ia tidak bisa lagi tinggal bersama Janaka.

***

"Ren..Karen. Bukain pintu dong!"

Pergi dari apartemen, Janice hanya terpikirkan untuk bertandang ke kosan Karen. Jangan berpikir jika kosan milik Karen ini terletak di kawasan kumuh dan hanya sepetak, kosan milik asisten nyentriknya itu berada di kawasan kos elit yang per-kamarnya di bandrol jutaan. Beralih dari kosan Karen, Janice kembali mengetok pintu hingga si empunya keluar.

"Loh, Mbak Janice! Tumben amat kesini, ada masalah apanih!"

"Eh..Masuk dulu ya. Gue baru masak nih!" ajak Karen.

Janice langsung merebahkan di bean bag yang terletak di sudut ruangan. Ia menumpukan kedua lengannya di atas kepala, matanya menerawang ke langit-langit plafon.

"Nih Mbak, gue kasih minuman biar lo nggak stres. Gue juga sebel sama tuh perempuan drama!" Karen ikut duduk di bean bag yang satunya.

Setelah meminum teh chammomile yang di suguhkan Karen, Janice merasa lebih baik. Ia menyandarkan tubuhnya lagi, tak pernah terpikirkan oleh Janice kenapa hidupnya langsung berubah seratus delapan puluh derajat.

Janice bercerita kepada Karen tentang kaburnya dia dari apartemen. Pertengkarannya dengan Janaka lun tak luput Ia ceritakan.

Karen menangkupkan tangannya di dagu, Ia menyimak satu persatu kalimat yang di keluarkan Janice. Kalau boleh menilai, kasus yang di alami majikannya ini tergolong masalah kecil yang di besar-besarkan oleh netizen maha benar. Sepanjang bekerja bersama Janice, Karen tahu persis gimana wataknya. Perempuan itu takkan membenci orang tanp sebab, jadi kebenciannya kepada Janaka  beralasan.

"Coba deh Lo bayangin di posisi gue, lo pasti emosi juga 'kan?"

"Iya sih, Mbak. Tapi kayaknya Mbak Janice harus nyoba PDKT sama Pak Janaka. Siapa tahu Mbak Janice lebih bisa nerimanya."

Janice menatap Karen dengan tatapan menohok."Kok Lo malah ngasih saran kayak gitu sih, Ren! Lo kan tahu gimana susahnya gue ngebangkitin karir, Lo juga tahu bertahun-tahun gue nyoba casting sana-sini sampai dapet tawaran main film. Dan seenaknya banget Lo nyuruh gue deket sama dia!"

"Eits..tenang dulu, Mbak. Maksud gue, seandainya lo nggak ngartis lagi nih lo masih bisa nenteng LV atau fendi kalau lo jadi istri yang baik bagi Pak Janaka," ralat Karen.

"Cih! Punya perusahaan herbal kecil aja mana bisa bikin hidup gue bahagia!" ucap Janice mencemooh.

Satu sifat buruk Janice, perempuan ini suka men-cap orang sebelum tahu kebenarannya yang asli.

"Kalau gue kasih tahu yang sebenarnya ya Mbak. Apa lo mau balik ke apartemen dan selesaiin masalah ini sama Pak Janaka?"

***
Janaka khawatir sekali dengan kondisi Janice, perempuan itu sengaja mematikan ponselnya karena sejak tadi Janaka tidak berhasil menghubunginya. Seharusnya Ia tidak mengatakan seperti itu, bagaimanapun juga karir yang di bangun Janice dari nol itu bukan isapan jempol saja.

Janaka merenung, dirinya selalu saja menjadi beban bagi orang lain. Dulu Ibunya sekarang perempuan yang di persuntingnya, dulu Janaka pernah menyusahkan Ibu nya ketika Ia meminta untuk bersekolah di kota. Di kondisi ekonomi yang menipis, Ibu nya tetap menyekolahkannya. Kini, Ia menjadi alasan dari kehancuran karir istrinya.

"Saya memang arogan, Jan!"

Bukan Jodoh Impian  [Terbit Ebook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang