20

997 90 3
                                    

Memasrahkan Janaka kepada Sada alias Sasa, membuat pikiran Janice agak semriwing hari ini. Pasalnya, kemampuan Sasa di bidang stylist tidak bisa di pandang sebelah mata. Jebolan sekolah kecantikan luar negeri itu sudah sering menangani artis tanah air. Janice tak sabar rasanya melihat penampilan Janaka besok, apa bisa terlihat lebih 'wah' sedikit atau bagaimana... Ah biarlah menjadi surprise besok.

"Jan? Nunggu Karen ya?"

Janice tersenyum sopan kepada tante Meli--tante Karen--yang baru datang dari dalam rumah. Tadi sepulangnya dari Kiyu, Janice memang langsung meluncur ke rumah Karen. Bukan kosannya memang karena Karen ada arisan keluarga, biasalah seperti keluarga nya juga namun bedanya Karen selalu hadir di acara keluarganya berbeda dengan Janice yang selalu mangkir dengan alasan sibuk.

Tante Meli ikut duduk bersamanya, mengambil tempat di seberang meja yang tersedia di teras. Gaya duduknya mencerminkan seorang wanita sosialita yang pede sekali dengan berlian segede gajah, anggun dan terkesan pongah.

"Saya dengar kamu menikah dengan salah satu pengusaha dari Jogja? Pria yang perlahan menjadi musuh?"

Janice mengernyit. Perempuan paruh baya itu berkata dengan intonasi yang kurang santai, beda dengan pertemuan pertama yang lebih bersahabat.

"Iya, dan ada apa memangnya tante? Ada masalah?" tanya Janice.

Tante Meli tertawa." Oh tidak Janice! Tante cuma mau ngomong kalau Janaka sudah tidak perjaka," bisik perempuan bergincu tebal itu.

Janice kaget, tentu saja. Tapi sebagai aktris Ia tahu betul bahwa lawan bicaranya ini sedang memancingnya untuk tersulut api, jadi alangkah baiknya Janice memasang topeng untuk melindungi kekagetannya. Perkataan tante Meli sangat mengusik otaknya, meskipun Ia juga tak perduli tentang hal 'itu'. Toh, Ia dan Janaka tak mungkin bisa melangkah sejauh itu. Jadi, masalah keperjakaan rasanya tidak terlalu penting. Tapi, kenapa Janice merasa aneh ya?

"Tenang saja, tante. Saya bukan perempuan kolot yang menilai seseorang dari selakangan, toh tidak semua di nilai buruk hanya karena hal 'sepele' kan?"

Bukan menjawabnya, si nenek lampir itu malah tertawa keras. Hingga rasanya semua benang yang tertanam di pipi akan lepas semua.

"Yakin? Memangnya saya tidak tahu kalau kamu menilai Janaka dari penampilannya? Saya tahu semuanya Janice, jangan berlagak jadi istri yang mencintai suami!"

Baru saja ingin membalas, Karen datang dari dalam. Melihat ada manusia lain yang ikut nimbrung, tante Meli undur diri. Namun, baru saja melangkah lalu berbalik lagi mencoba mengatakan sesuatu lewat bisikan.

"Kalau kamu sudah melihatnya sendiri, Saya yakin kamu akan semakin membenci suami mu itu!"

Janice mengepalkan kedua tangannya, dia beranjak dari kursi lantas pergi menarik tangan Karen yang nampak kebingungan dengan sikap Janice.

"Mbak, lo di apain sama tante gue?" Karen bertanya seraya mengaitkan seat belt-nya. Lantas mulai menyalakan mesin mobil-nya.

"Tante lo rese ya, Ren. Suka ikut campur urusan orang lain juga!" sungut Janice di sebelah.

"Nggak usah heran, di keluarga gue julukannya aja mak lambe alias biang gosip! Gue heran sama om Dipta kok mau-maunya ya sama tante Meli, udah orangnya sok sosialita, tukang gosip juga!"

Ting...ting...

Janice beringsut untuk mengambil ponselnya yang baru saja berbunyi dari dalam tas. Alisnya mengernyit seraya menggeser tombol berwarna hijau. Ternyata Sasa yang memanggil.

"Halo Sa?"

"..."

"Apa?!" Janice berteriak membuat Karen ikut terhenyak dari kursi kemudinya.

"What's wrong, mbak? Ada masalah?"

Janice meremat ponselnya sambil mendesis."Janaka kabur dari salonnya Sasa!" tukasnya membuat Karen membulatkan pupilnya.

"Ada masalah apasih dia sampai sukanya nyusahin gue, kalau aja besok dia masih nggak mau di make over, bakal habis dia!"

Karena hanya bisa mengangsurkan sebotol air mineral kepada Janice. Ikut berasumsi hanya akan membuat Janice semakin emosi, lagian kalau Karen jadi Janice, dia juga akan merasa kesal.

Mendapat undangan pernikahan dari saingan sesama artis yang akan menikah dengan mantan terindah, membuat harga diri Janice terpantik. Di tambah selentingan kabar kurang menyedapkan yang akhir-akhir ini menimpa Janice, perempuan itu menginginkan penampilan yang sempurna untuk membungkam mulut-mulut netizen durjana yang kerap ikut campur urusan dapur orang lain.

Dan membawa Janaka dengan penampilannya yang sekarang sama saja melemparkan diri untuk jadi bahan gosip netizen seantero Indonesia.

"Gini aja deh, Ren. Kita balik ke apartemen, gue sendiri yang bakal atasin Janaka!" putus Janice.

"T-tapi kita kan mau fitting gaun di Solyu boutique, mbak?"

"Urusan itu gampang, nanti lo telepon aja owner-nya suruh anter gaun yang paling bagus ke apartemen gue. Urusan Janaka lebih penting dari gaun gue!"

"Oke mbak," ucap Karen. Begitu sampai di persimpangan, dirinya mengambil lajur kiri untuk sampai di apartemen Janice.

***
Janaka mengusap peluhnya yang sudah membanjiri wajah dan juga bajunya, setelah mengambil opsi untuk kabur dari salon yang di pilih Janice untuk merubah penampilannya. Meskipun tidak menempuh jalan kaki dari Kiyu beauty hingga ke unit Janice, tetap saja Janaka merasa gerah karena berhimpitan dengan penumpang di angkutan kota.

Begitu sampai di dalam, Janaka langsung merebahkan dirinya di sofa. Sembari mengatur napasnya yang masih tersenggal, Janaka mencoba memikirkan alasan yang bisa dia ajukan kepada Janice jika perempuan itu menanyainya. Tidak usah menebak-nebak, sudah bisa di pastikan jika Janice akan marah besar kepadanya.

"Saya belum bisa melakukan itu, Jan. Merubah penampilan sama saja membuka pintu kenangan kelam yang sudah saya tutup rapat dari dulu," gumam Janaka sambil meletakkan lengannya menutupi matanya.

"Andai saja kamu tahu apa yang pernah terjadi sama saya di masa lalu, ah tidak-tidak! Lebih baik kamu tidak usah tahu, karena saya merasa hina jika kamu tahu yang aslinya!" sambung Janaka.

Bukan Jodoh Impian  [Terbit Ebook]Where stories live. Discover now