ᗷᗩᘜIᗩᑎ 10 || dαч-3

290 40 8
                                    

"Hali," Panggil Yaya.

"Iya?" Saut Halilintar.

Yaya yang tak biasa dengan sautan Halilintar, merasa tak nyaman. Dia tetap berdiam diri, tidak melontarkan pertanyaan yang dia sudah susun. Perasaan tak nyaman itu membuat Yaya merasa ada yang aneh dengan semalam.

"Mau nanya apa?" Bahkan nada nya bukan seperti dulu.

Dulu, nada itu tajam sekali, bahkan ada yang sampai membuat Yaya sakit dengan ucapannya.

"Tadi malam, Ice yang mengantarkan ku ke rumah?"

Bukannya menjawab, Halilintar menyesap kopinya dengan tenang. Dan yang dilakukan Halilintar malah bikin Yaya gugup dan takut.

"Kau sangat penasaran, huh?" Tanya Halilintar setelah menyesap kopinya.

Yaya mengangguk, "Iya, aku sangat penasaran."

"Kenapa kau tak tanya sendiri ke Ice?" Tanpa sadar Yaya mengepalkan tangannya.

Sedikit kesal dengan Halilintar. Kenapa tidak langsung jawabannya saja? Kenapa dia malah bertanya juga?

"Yasudah, tidak apa kau tidak ingin menjawabnya. Hari ini aku pulang malam, jadi makan di luar."

Yaya memasukan iPad ke dalam tasnya dan juga memasukkan buku-buku yang tadi ia siapkan. Setelah semua dimasukkan ke dalam tas, Yaya menggandeng tasnya. Dan saat dia hampir keluar dari rumah, Halilintar membuka suara.

"Mau kemana?"

Yaya terdiam, "Kau sangat penasaran, huh?" Mengikuti gaya Halilintar tadi.

"Tinggal jawab aja," Yaya tertawa.

"Tidak ada, hanya mau belajar bersama."

"Sama?"

"Kepo, intinya aku pulang malam. Aku berangkat dulu, assalamualaikum."

•••

Ice yang kini mau masuk ke dalam kampus, mematung melihat seseorang berdiri di tengah pintu. Ia masih mengenalnya, masih jelas di memori kenangannya, dan orang itu adalah..

"Ayah.."

Tak tau mengapa, rasanya Ice ingin memeluk sang Ayah. Menumpahkan segala rasa sakitnya dan bercerita kepada sang Ayah agar mengurangi rasa sakitnya. Lalu menikmati pelukannya seperti dia waktu kecil sebelum dibuang. Ingin! Ice ingin sekali.

"Ice.."

Amato, ayah si kembar, langsung berlari untuk memeluk Ice. Ice diam seperti patung saat dipeluk, tak membalasnya. Semua orang yang berlalu-lalang menatap heran, apa hubungan Amato dengan Ice? Apakah mereka Ayah-anak?

Amato melepaskan pelukannya, "Hei jagoan kecil, apa kabar, hm?" Mendengar itu, mata Ice memanas.

Sedikit terharu mendengarnya dan menjadi rapuh karena selama ini, Ice tak pernah mendengarkan panggilan itu lagi.

"B- baik," formal, seperti bukan keluarga.

"Kau menangis?" Tanya Amato sambil terkekeh kecil.

Ice langsung menghapus air mata yang menumpuk di ujung matanya yang hampir jatuh. "Tidak, Ice tidak menangis." Amato tertawa kecil mendengarnya.

"Ice sibuk?"

"Tidak, Ice hari ini hanya ada 1 jadwal saja Pa."

"Ikut Papa sebentar, Papa akan izinkan ke dosen mu." Saat Ice ingin berbicara, Amato sudah menelfon seseorang.

Padahal Ice ingin berbicara bahwa dia ada kerja kelompok dengan Yaya. Tapi jika dipikir, mungkin Ice tidak akan bilang itu.

"Ayo, kita pergi ke cafe' sekarang."

ᵃᵏᵘ ᵃᵗᵃᵘ ᵈⁱᵃ? || Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ × Yᴀʏᴀ × IᴄᴇWhere stories live. Discover now