Bagian 16 || Sikap Halilintar berubah

229 32 11
                                    

"Hali.."

Halilintar mengangkat tangannya, "tidak usah berbicara padaku." Yaya terdiam, kemudian tersenyum miris. Apakah Halilintar akan berubah seperti semula? Ini sudah hari ketiga mereka seperti ini semenjak hari itu.

"Aku hanya ingin berbicara, aku akan pergi ke toko buku."

"Aku sudah bilang, tidak usah berbicara padaku. Kalau mau pergi pun, pergi aja sana. Tidak usah izin-izin padaku kalau mau pergi." Yaya sakit hati, bukankah sebelumnya mereka baik-baik saja? lantas kenapa Halilintar berubah lagi? Apakah soal berhubungan suami-istri? Yaya kira pasti bukan hal itu, tapi mengapa?

"Baiklah kalau itu maumu, aku akan menurutinya." Lalu Yaya berbalik badan. Sebelum ia keluar dari rumah, Halilintar mengeluarkan suaranya. "Jika kau hamil, gugurin aja anak itu." Yaya berhenti melangkah, tidak percaya dengan Halilintar. "Kau berkata apa tadi? menggugurkan anak kita? tidak akan selama aku tidak mau."

"Kau harus mau!" Yaya menggelengkan kepalanya, "gila kau, Hali. Lebih baik aku pergi sekarang. kalau kau butuh apa-apa, silahkan hubungi Ying." Yaya melongos pergi begitu saja. Daripada ia terus berdebat dengan Halilintar soal anak, lebih baik pergi. "Yaya! kita sedang berbicara!"

Yaya menghentakkan kakinya. Hei, perempuan mana yang mau gugurin anaknya? hanya perempuan yang tolol mau bunuh anaknya sendiri. Yaya berdecak kesal. Lalu ia keluar dari perkarangan rumah itu, dia sudah memesan taxi sebelum ia izin pada Halilintar. Taxi itu sudah terpakir di depan rumah Halilintar. Yaya masuk ke dalam taxi, terus berkata kepada supir. "Sesuai tujuan ya, pak."

Taxi itu berangkat, Yaya tiba-tiba teringat ucapan Halilintar. Sampai sekarang, suara Halilintar masih menggema di dalam telinganya. Tiba-tiba dia terisak. Supir Taxi sedikit bingung dengan Yaya yang tiba-tiba terisak. "Eh, Nona kenapa?"

"Butuh tisu, Nona?" lanjut supir Taxi bertanya.

"Ng- nggak, Pak, lanjut jalan aja, abaikan saya." Bagaimana supir Taxi itu bisa mengabaikan penumpangnya menangis begitu saja?, "mungkin Nona butuh temen curhat." Yaya menggeleng pelan. "Saya tidak apa-apa, Pak, sungguh." Yaya mencoba meyakinkan supir Taxi itu. Supir Taxi itu mengangguk pelan, mungkin dia memang tidak usah ikut campur.

Sampai di toko buku, Yaya memberikan uang seratus ribu sebanyak 2 lembar. Supir Taxi itu membulatkan mata, "eh Non, ini kebanyakan." Yaya tersenyum, dirinya sedikit baikan. "Tidak apa-apa, Pak, anggap saja bapak sudah mendengar curhat saya." Lalu keluar dari Taxi, supir Taxi itu mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada Yaya selagi Yaya turun. Setelah Yaya turun, supir itu menatap uang yang dikasih Yaya dengan berkata. "Terimakasih, Ya Allah.. ternyata di dunia ini masih ada orang baik hati dan dermawan."

•••

Yaya mengerjapkan matanya. Lalu ia mengubah posisi tidurnya. Kepalanya sedikit pusing, karena perdebatan dia dan Halilintar sampai Halilintar memukul kepalanya dengan pot bunga. Ia tersenyum menatap aquarium yang diletakkan di atas meja. "Pagi, ikan. Aku hari ini tidak niat untuk kuliah. Rasanya aku ingin mati saja, dunia ini lucu, ya?" ikan itu mengeluarkan gelembung dua kali, seakan ikan itu mengerti perkataan Yaya. "Kamu mengatakan tidak? atau ya? atau.. apasih?" lalu ikan itu mengeluarkan gelembung yang banyak.

Yaya tertawa kecil, paginya sedikit tidak buruk, ia sedikit terhibur dengan ikan yang pernah ia beli bersama Ice. Kemudian ia duduk dan merenggakan badannya. Tiba-tiba ia rindu Ice, biasanya Ice akan mengirimkan kata-kata untuk dirinya. Tapi sekarang apa? tidak ada yang mengirim pesan sama sekali.

Hari keempat, dan itupun semua sama saja. Tidak ada yang berubah dari sikap Halilintar. Baru saja Yaya mau turun dari kasur, Halilintar langsung membuka pintu tanpa mengucapkan permisi. "Bangun! Cepat! Kamu mau jadi istri durhaka ngerbiarin suami mu kelaparan?!" Yaya menghela nafas, ayolah, dia baru bangun. Setidaknya berikan waktu dia untuk ganti baju atau mandi.

ᵃᵏᵘ ᵃᵗᵃᵘ ᵈⁱᵃ? || Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ × Yᴀʏᴀ × IᴄᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang