𝔹𝕒𝕘𝕚𝕒𝕟 13 || 𝒊𝒄𝒆 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒖𝒉

194 25 9
                                    

"Tumben Ice pagi ini tidak mengirimkan pesan?" sambil sesekali melihat handphone miliknya.

Hari ini, Yaya masuk hanya untuk bertemu dosen. Yaya sudah bilang pada Ice bahwa ia masuk hanya untuk bertemu dosen. Yang membuat Yaya terkejut, Ice hanya membacanya. Dia tidak membalasnya seperti hari-hari biasanya. Dan Yaya pikir, Ice mungkin capek karena kejadian itu. Jadi Ice hanya membacanya.

"Kalau masih nggak enak badan, istirahat aja."

Yaya menoleh ke pintu yang menghubungkan kolam renang. Mata Yaya langsung membulat, "he- hei! Pakai baju sana!" lalu menutup matanya sambil mengusir Halilintar menggunakan tangan.

Halilintar tersenyum licik, "bukankah kau seharusnya teriak senang melihat tubuhku?"

Yaya membuka mata, ia pun mendelik tajam. "Ck! Cepat pakai baju sana!"

Halilintar menghela nafas, "baiklah, baiklah. Aku akan mandi lalu memakai baju."

Kemudian meninggalkan Yaya untuk pergi ke kamarnya. Yaya yang sudah merasa Halilintar benar-benar masuk kamar, seketika teriak histeris dengan suara kecil. Ia beberapa kali menepuk-nepuk pipinya. Bohong jika ia tak terpesona melihat tubuh Halilintar.

"MAMA! ANAKMU SUNGGUH BAHAGIA."

•••

[ Ice ]

"Heh, jangan banyak melamun." Aku tersadar.

Teman kerjaku yaitu Putra, selalu berkata bahwa hari ini aku banyak melamun. Aku akui, aku banyak melamun hari ini. Efek selalu memikirkan Yaya membuatku jadi melamun terus.

Pagi ini, yang biasanya aku selalu memberi pesan dulu seperti membangunkannya, menasehati untuk selalu makan, dan jangan lupa untuk mengecek tugas-tugas. Tetapi kali ini, aku tidak mengirimkan pesan apa-apa, aku yakin Yaya pasti bingung.

Maaf Yaya.

"Jadwal kuliahmu siang ya?" tanya Putra.

Aku mengangguk.

"Pantas kau bekerja pagi."

"Sore aku akan bekerja kembali." Putra menggeleng, mungkin ia tak percaya dengan yang ku ucapkan.

Selain aku pintar, aku juga rajin. Tak heran apabila aku rajin bekerja dan tak pernah pun absen kecuali hal tertentu.

"Istirahatlah, kau perlu istirahat bro. Boleh bekerja, tapi ingatlah untuk mengistirahatkan tubuh ini." Bisik dia sambil menepuk bahuku.

"Tidak apa-apa, aku memiliki tugas untuk menafkahi seseorang. Jadi aku harus rajin bekerja."

"Bukankah temanmu itu sudah punya suami? Kan dia dinafkahi tuh sama suaminya."

"Tapi tidak dengan Mama dan adiknya." Melanjutkan omongan dari Putra.

"Walaupun aku menjauhinya, bukan berarti aku melupakan apa yang sudah aku tanggungjawab kan? Walaupun Yaya dapat uang dari Halilintar, tapi Mama dan adiknya tidak."

"Selalu tabah, Ice. Tuhan pasti akan memberikan jalan yang terbaik untukmu."

Aku tersenyum, setidaknya.. aku masih mempunyai teman yang selalu menemaniku sekarang.

•••

Pukul 12.30

Yaya masuk ke dalam cafe Ice bekerja. Yaya merasa Ice keterlaluan, tidak membalasnya pesan sama sekali dan hanya membacanya. Mau tak mau pun Yaya harus mendatangi Ice ke cafe. Ia duduk di dekat jendela, tempat yang biasa Yaya duduki jika dia sedih.

Ice yang mau melayani meja Yaya seketika terhenti. Teringat jika ia menjauhi Yaya sekarang. Ia pun meminta Putra untuk melayaninya. Putra memakluminya, ia pun mengiyakan permintaan Ice.

ᵃᵏᵘ ᵃᵗᵃᵘ ᵈⁱᵃ? || Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ × Yᴀʏᴀ × IᴄᴇWhere stories live. Discover now