Bagian 25

250 28 10
                                    

"Diriku? Di masa depan? Apa maksudmu?" Ice mulai bingung, bagaimana ia di masa depan bisa menyuruh Kaizo untuk membuat novel sama persis dengan kehidupannya?

"Kau pasti bingung, aku juga awalnya bingung karena kau menyuruh untuk membuat novel."

"Bukankah itu hal yang tidak lazim? Ini seperti time travel." Kaizo mengangguk. "Aku juga berpikir seperti itu."

"Kau berpesan agar membuat sama persis. Karena Yaya.. di masa depan, ia akan mati. Kau sudah membaca itu bukan?" Ice terdiam, ia memang sudah membacanya dan tidak percaya dengan endingnya tapi siapa sangka Kaizo juga bilang bahwa endingnya Yaya akan mati.

"Dan harapan kau, ending di dunia ini tidak boleh seperti ending di masa depan. Karena jika itu terulang lagi, dirimu pasti akan mengirim surat ke masa lalu agar tidak terulang lagi." Ice membuka dan menutup mulutnya, rasanya ingin berbicara tapi tertahan. Karena Ice pernah membaca itu dari sebuah buku dan terkejut bahwa hidupnya juga mengalami hal seperti itu.

"Maafkan aku, Ice. Tapi aku membuat ini karena aku tidak ingin ada pengulangan kejadian seperti di masa depan. Cukup disini saja, dari sini kau bisa mengubah alur takdir. Jauhkan Ying dari Yaya, aku akan selalu memantau mu."

Ice mengangguk pelan, dia memang ingin menjauhi Ying dari Yaya.

Dan disitu mereka berdua berbincang banyak hal, kalian mau tau? Lain kali saja ya jika ingin tau apa yang dibicarakan mereka.

•••

Setelah dari kantor Kaizo, Ice menuju ke rumah Halilintar berada. Kalau boleh jujur, Ice sedikit malas untuk ke rumah Halilintar. Tapi Taufan memaksa jadi Ice terpaksa mengiyakan perkataan Taufan. Sampai di rumah Halilintar, Ice membuka pintu dan langsung masuk begitu saja.

Ia melihat Taufan dan Gempa sedang berbincang.

Taufan menoleh saat mendengar suara kaki melangkah. Dia tersenyum saat tau siapa yang datang. "Hai, duduk sini." Sambil menepuk sofa di sampingnya.

Ice langsung duduk, dia menatap serius Taufan dan Gempa. "Langsung ke intinya saja."

Gempa tersenyum kecil, "lama tidak berjumpa denganmu." Ice mengangguk kecil. "Rasanya sudah lama ya kita tidak berbicara seperti ini semenjak Blaze tiada." Ice menghela nafas, "tidak apa-apa, Kak Lintar hanya salah paham padaku."

"Ngomong-ngomong soal kak Lintar, dia sedang mabuk berat dan sekarang sedang tidur di kamarnya." Ice menaikkan alisnya, "lalu kalian memanggilku, ada apa?"

"Dia mencintai Yaya, Ice." Ok, Ice paham kenapa kakak-kakaknya memanggil dirinya.

"Kalian ingin meminta tolong padaku untuk membujuk Yaya, bukan?" tepat sasaran, Ice memang jenius.

Taufan mengangguk, ia menyukai cara kerja otak Ice. "Dan kau bisa memenuhinya?" Ice mengangkat bahunya, "kalau aku, boleh aja sih asalkan kak Lintar bisa memperlakukan Yaya dengan baik. Sudah cukup dengan yang kemarin, aku tidak mau itu terulang lagi untuk kedua kalinya." Gempa meneguk ludahnya, ia tau Ice memang dekat dengan Yaya tapi ia tidak menyangka Ice se-posesif itu pada Yaya.

Taufan mengangguk kecil, "untuk memastikan apakah kejadian kemarin tidak terulang lagi, aku dan Gempa akan terus bersama kak Lintar dan menguji apakah kak Lintar benar cinta pada Yaya atau tidak." Ice mengangguk puas.

"Tapi kamu, juga harus berusaha membujuk Yaya. Ini demi kebaikan kita, bunda, dan anak yang dikandung Yaya." Ucap Gempa.

"Berdoa juga, jangan lupakan itu." Tambah Ice.

Dalam hati Ice, dia ingin sekali menangis. Tapi demi kebaikan semuanya, Ice akan membantu. Karena dia teringat dengan novel Kaizo. Jika memilih antara dia egois atau dia akan membantu kakak-kakaknya, dia akan lebih memilih membantu saja.

ᵃᵏᵘ ᵃᵗᵃᵘ ᵈⁱᵃ? || Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ × Yᴀʏᴀ × IᴄᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang