Berikan dukungan kalian dalam bentuk vote & komentar, ya. Aku sangat menghargainya, terima kasih♡
****
"Kau-"
"Kau baik-baik saja, kan?!" tanya Garlen dengan suara khawatir saat dia membolak-balikkan tubuh Jasmine, memeriksa apakah gadis itu terluka atau tidak. Setelah meyakinkan dirinya bahwa Jasmine tidak terluka, Garlen menghela nafas lega. Jika hanya ada sedikit luka pada Jasmine, Garlen berkomitmen untuk menghadapi siapapun yang berusaha melukai gadisnya.
Dengan penuh kekhawatiran, Garlen merangkul Jasmine erat-erat, mencium puncak kepalanya berkali-kali. Ekspresi khawatir di wajah Garlen begitu jelas, menyentuh hati Jasmine yang terdalam
Jasmine terpaku, tubuhnya kaku saat Garlen memeluknya erat. Pelukan itu menggambarkan ketakutan Garlen kehilangan dirinya. Saat pelukan dilepaskan, mata Jasmine tertuju pada tangan Garlen yang berdarah akibat gesekan peluru yang melesat. Meskipun hanya sedikit, rasa sakit tetap dirasakannya.
"Tanganmu..." ucap Jasmine terpotong oleh jari telunjuk Garlen yang menempel di bibirnya.
"Aku baik-baik saja, tapi yang membuatku takut adalah kau..." nafas Garlen tak beraturan, ketakutan kehilangan seperti yang ia rasakan tujuh tahun yang lalu kembali menghantuinya.
"Kau yang membuatku takut. Aku takut kehilanganmu," sambung Garlen dengan lirih.
Jasmine termenung, mencari tanda-tanda kebohongan, tetapi kali ini ia tidak menemukannya. Kejujuran dalam kata-kata Garlen begitu nyata. Itu adalah kebenaran yang diungkapkan dengan tulus.
Pria itu memang sungguh-sungguh takut kehilangan Jasmine. Dan tanpa diketahui mengapa, hati Jasmine sedikit terenyuh—hanya sedikit.
"Baiklah, kita obati lukamu, ya?" ucap Jasmine, berusaha menarik tangan Garlen dengan lembut. Namun, Garlen sudah lebih dulu menarik tangannya kembali.
"Kau harus pulang. Aku perlu mencari orang yang mencelakaimu tadi."
Jasmine menggeleng, "Tidak perlu. Kau harus mengobati lukamu dulu."
Dengan menghela nafas panjang, Garlen menatap tajam mata Jasmine, memberikan pandangan yang penuh kehangatan. "Pulanglah, aku bisa merawat lukaku sendiri."
"Tapi, Gar—"
"Jasmine!" Garlen meningkatkan volume suaranya tajam.
Tapi melihat ekspresi terkejut di wajah Jasmine, Garlen segera mengubah pandangannya menjadi lembut. "Maaf, Aku tidak memenuhi janjiku semalam. Seharusnya, aku tidak muncul di depanmu lagi, kan?"
Tanpa sebab yang jelas, Jasmine merasa gelisah mendengarnya. Bukankah itulah yang diinginkannya? Namun, mengapa sedikit rasa enggan muncul saat Garlen benar-benar akan pergi dari kehidupannya?
YOU ARE READING
Obsessed
Teen FictionDark romance Jasmine Gloria, seperti bunga mawar di kebun yang rimbun, hidup dalam keluarga yang selalu menyirami kebahagiaan.Namun, takdir mengajarkan Jasmine dengan perumpamaan getaran yang berbeda saat Garlen tiba seperti badai di pantai pasir pu...