3 | 𝐤𝐞𝐝𝐚𝐢 𝐤𝐨𝐩𝐢

295 56 24
                                    

"Mau pesan apa?"

Petra segera mengakhiri acara kagum-kagumannya dan segera menoleh menuju sumber suara. Dari balik meja counter, berdiri seorang pria bersurai hitam dengan model undercut mengenakan celemek hitam dan kemeja abu-abu polos. Raut wajahnya datar, iris kelabunya menatap tajam kearah Petra. Petra sempat melihat langsung iris kelabu itu namun segera teralihkan kepada beberapa deretan menu yang terpampang di atas.

"Aku pesan 1 espreso." jawabnya santai.

Kemudian Petra duduk di kursi depan meja counter sehingga Petra bisa melihat secara dekat tatkala pria itu menyiapkan espresso pesanannya.

Jika diperhatikan dengan seksama, tinggi pria itu tidaklah jauh beda dengan Petra. Hanya beda beberapa senti, mungkin. Yang lebih membuat tertarik adalah.. Pria itu terlihat sangat gesit dan cekatan layaknya seorang profesional. Tidak perlu waktu lama baginya untuk menyiapkan espresso yang dipesan Petra.

Satu gelas espreso sudah siap dan si pria datar itu mempersilahkan Petra untuk menikmatinya.

Tangan Petra meraih gagang cangkir tersebut kemudian menyeruput cairan hitam itu. Ketika sampai di kerongkongan, mata caramel Petra membelalak seketika. Entahlah, ia tahu bahwa espreso itu pahit, akan tetapi espresso buatan pria ini terasa berbeda. Pahit namun ada rasa sedikit manis dalam waktu yang bersamaan.

"Wahh.. Espresso buatan anda enak sekali, anda hebat!" Petra tersenyum sembari mengacungkan jempolnya.

"Espreso itu pahit" Katanya datar.

"Aku tahu, tapi buatan anda terasa berbeda" jawab Petra menatap cairan hitam yang ada di cangkirnya, "Entahlah bagaimana menyebutnya, saat pertama kali diminum memang terasa pahit, tetapi begitu sampai di tenggorokan ada rasa manis yang bercampur dengan rasa pahit tersebut. Aku rasa itu adalah perpaduan yang sempurna. Itulah yang menjadikan espresso ini enak." Petra menjelaskan.

Masih berekspresi datar, pria di hadapannya tidak menjawab. Walaupun begitu ia merasa sedikit terheran. Ya, heran. Karena menurut pria itu, gadis caramel ini adalah perempuan pertama yang suka dengan espresso, bahkan sampai menikmatinya. Minuman yang terkenal pahit.

Mungkin gadis ini hanya akting? Tapi sepertinya tidak, wajahnya terlihat meyakinkan.

Sambil meminum espresso, mata Petra melirik ke arah pria datar itu. Dan tanpa sengaja, mata dia juga melihat kearah Petra. Membuat mereka saling bertatapan. Petra kaget, dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Petra merasa malu, bisa-bisanya ia mengamati orang yang tidak ia kenal.

Di sisi lain, ternyata pria datar pemilik kedai itu juga merasakan hal serupa.

Menghabiskan waktu sekitar 15 menit menikmati espresso, Petra kemudian membayarnya sesuai dengan harga yang tertera di menu. Dan bersiap untuk pulang kerumah. Ia baru ingat bahwa hari sudah hampir malam, Petra juga harus menyiapkan makan malam untuk ayahnya.

"Terima kasih banyak, aku sangat menikmatinya. Kapan-kapan aku akan datang kesini lagi." Petra membungkukkan badan sambil tersenyum lalu melenggang pergi.

Pria itu menatap sosok Petra yang pergi meninggalkan kedai lalu akhirnya menghilang diantara bangunan-bangunan tinggi. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Seperti.. Rasa puas?

Ia tidak yakin. Kedatangan gadis itu memanglah singkat, yang pasti.. Ia puas dengan ucapan dari gadis yang baru saja ditemuinya itu. Dari sekian banyak orang yang memesan espresso, hanya gadis itulah yang tampak begitu menikmatinya.

Di lantai kayu kedainya, tiba-tiba ada benda berbentuk kotak yang tergeletak dan menarik perhatian mata kelabunya. Ia membungkukkan badan untuk memungutnya.

𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐘𝐨𝐮 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫Where stories live. Discover now