7 | 𝐬𝐚𝐡𝐚𝐛𝐚𝐭

246 56 19
                                    

Awan menghitam, disini hujan. Beribu tetesan memecahkan keheningan yang seolah membisu. Tetesannya membuat bunyi yang seolah seperti irama menggebu. Menempel di kaca jendela yang sedari awal agak berdebu.

Padahal pagi tadi mentari masih menampakkan dirinya meski malu-malu. Lambat-laun si awan mendung hendak menelan cahayanya. Dan langitpun menghitam.

Andai saja langit bisa bicara, ingin Levi katakan jangan dulu karena masih ada seseorang yang masih merindu terangnya cahaya mentari. Orang yang ia tunggu, orang yang ia harapkan datang.

Levi, pria bersurai hitam berumur hampir kepala tiga, duduk dibalik meja counter sambil menopang dagu memandangi hujan yang turun melalui kaca jendela. Pria itu sudah menduga bahwa satu-satunya pelanggan setianya tidak akan datang hari ini. Diluar langit masih setia diselimuti awan hitam dan menumpahkan jutaan-jutaan rintikkan air hujan.

Yang bisa ia lakukan hanya duduk termenung. Membiarkan pikirannya berfantasi sejenak.

Gemerincing bel tiba-tiba terdengar bersamaan dengan suara air hujan dari luar.

'Siapa yang datang?' pikirnya.

Dua pasang manusia berbeda kelamin masuk kedalam kedainya. Satu orang dari mereka menutup payung yang mereka gunakan sembari menepuk-nepuk mantel yang sedikit basah. Satunya adalah wanita berkacamata dengan rambut coklat dikuncir kuda, sedangkan yang satunya adalah seorang pria berambut belah tengah yang terus berdiri di belakang si wanita.

"...Leviiiii...." seru si wanita berkacamata dengan girang. Duduk di kursi depan meja counter. Disusul dengan pria yang ada di belakangnya.

"Hange?!"

"Bagaimana kabarmu?" penampilan eksentrik wanita tersebut sudah menjadi ciri khas yang tak akan lekang oleh waktu.

"Ha-halo Levi, bagaimana kabarmu? Kau masih ingat aku kan? Aku Moblit, kita sudah sering bertemu ketika kau masih tinggal di Perancis." ucap si pria yang ternyata bernama Moblit tersebut.

"Kapan kalian kesini?"

Hange mengangkat bahu, "aku lupa haha. Yang jelas aku datang kesini untuk menemuimu. Ya kan, Moblit?"

"Iya, benar"

Hange Zoe, nama dari wanita berkacamata tersebut. Sahabat karib Levi sejak masih duduk di bangku sekolah menengah. Usia yang tak cukup jauh menjadikan mereka bahan guyonan dari orang-orang sekitar. Mereka sering dijodoh-jodohkan oleh teman-teman mereka. Itu sempat membuat Moblit Berner, asisten kesayangan Hange, merasa cemburu. Moblit juga berpikir bahwa kedekatan Levi dan Hange seperti lebih dari sekedar sahabat.

Namun Hange justru tak pernah peduli akan hal itu. Hange hanya peduli kepada pekerjaannya sebagai dokter bedah. Baginya, membelah tubuh manusia merupakan hal paling menyenangkan dalam hidupnya. Begitu pula dengan Levi. Levi tidak menyukai Hange. Baginya Hange adalah sahabatnya. Tidak lebih. Levi lebih suka kepada wanita berkarakteristik feminin, suka kebersihan, dan sensual. Levi tidak peduli perkataan orang-orang. Menurutnya, hidupnya ya hidupnya, orang tidak berhak mengatur dengan siapa ia harus berpasangan.

"Hei Levi, tolong jangan sambut kedatangan sahabatmu dengan wajah masam seperti itu" celetuk Hange. "Kau kenapa, hah? Ada sesuatu yang mengganggumu?"

"Bagaimana pekerjaanmu? Kau mengambil cuti?" tanyanya mengalihkan.

"Bisa dibilang begitu" jawab Hange, "aku merasa bosan karena terus berkutat dengan alat-alat bedah, jadi aku memutuskan untuk liburan sebentar. Kudengar ada festival yang akan diselenggarakan disini sebentar lagi. Jadi kupikir datang kesini adalah pilihan yang tepat" Hange menjelaskan.

"Hmm.." Levi berdiri dari kursinya lalu pergi membuatkan dua cangkir cafucino untuk kedua temannya.

Beberapa menit kemudian Levi kembali, "Minumlah" ucap Levi sambil mempersilahkan dua cangkir cafucino kepada mereka.

𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐘𝐨𝐮 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫Where stories live. Discover now