27 | 𝐜𝐚𝐟𝐟𝐞

274 49 2
                                    

Hari sudah siang jam pun telah menunjukkan hampir pukul sembilan. Levi sudah siap dengan kemeja putih andalannya beserta cravat berwarna senada yang dililitkan di leher. Akan tetapi kakinya terasa berat untuk sekedar melangkah menuju mobil putih yang terparkir di halaman depan rumahnya.

Disaat orang-orang sedang bergelut dengan pekerjaan di bidangnya masing-masing, tetapi tidak bagi pria kelam bernama Levi Ackerman tersebut. Dengan super malas yang ia rasakan tak seperti biasa, Levi berjalan mendekat ke mobilnya. Tapi tetap saja ia masih malas untuk pergi membuka kedai kopi miliknya.

Tubuh kecil namun tegap itu bersender pada pintu mobil yang telah Levi panaskan beberapa jam lalu, kedua tangannya menyilang di atas dada. Sembari menghentakkan sebelah kaki di atas tanah, Levi membiarkan pikirannya terus berkelana. Tiga hari sudah Petra, si pelanggan setianya tidak datang lagi ke kedai. Tiga hari bukanlah waktu yang lama, tetapi Levi malah berpikiran yang tidak-tidak. Levi penasaran, apakah Petra baik-baik saja?

Akan tetapi.. Di hari kemarin ketika dirinya mengantar Mikasa menuju minimarket terdekat, Levi mendapati Petra sedang berjalan berdua dengan seorang lelaki. Lelaki itu tak lain dan tak bukan adalah Farlan. Teman satu sekolah Petra yang pernah datang ke kedainya beberapa waktu lalu.

Wajah Levi muram, Apakah itu alasan Petra kenapa gadis itu tak lagi datang ke kedainya? Karena sekarang ia sudah dekat dengan Farlan? Jangan bilang kalau Farlan adalah kekasihnya!

Memikirkan hal tersebut membuat kepala Levi migrain. Ia mengepal penuh rasa kesal. Bagian samping mobil Levi tendang hingga penyok untuk melampiaskan seluruh emosinya.

"Tch" gerutu Levi.

Belum pernah Levi rasakan dirinya sekesal ini. Pemandangan yang ia lihat kemarin sukses membuatnya dirinya kepikiran. Padahal sebelumnya Levi tak pernah sepeduli ini terhadap orang lain.

Amarah yang bergejolak kini berganti dengan perasaan getir. Entah kenapa.. Tetapi Levi berpikir... Jika memang benar Petra telah menjadi kekasih Farlan, teman satu sekolahnya sendiri, Levi tidak bisa apa-apa. Dan kenapa juga ia harus seperti ini. Sejak awal mereka memang tidak terikat hubungan apa-apa. Mereka bukan siapa-siapa.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Mikasa, perempuan berambut hitam legam yang terus menatap layar ponselnya. Levi tidak membalas pesannya, kedainya pun masih tutup padahal sudah jam sembilan lebih.

Mikasa kembali menuju apartemen nya dengan perasaan campur aduk. Sekitar lima menit lagi Mikasa akan melaksanakan kelas online bersama guru privatnya, menyebabkan Mikasa tak bisa pergi ke rumahnya Levi.

Cepat tidur! Bukannya kau harus belajar?

Pesan singkat tersebut adalah pesan terakhir yang dikirim Levi jam 22:35 tadi malam.

Iris Mikasa terus saja membaca pesan tersebut berulang kali. Muncul kembali perasaan senang dalam hatinya tatkala Levi memberi perhatian kecil seperti itu kepadanya. Seperti teringat dengan masa lalu dimana mereka berdua masih bersama.

Tiba-tiba lamunan Mikasa terbuyarkan oleh satu pesan singkat yang masuk.

Mikasa, bagaimana kabarmu? Ibu kangen..

Gadis itu mengetikkan jemarinya pada keyboard ponsel.

Aku baik-baik saja bu.. Bagaimana kabar ibu dan ayah disana?

Tak butuh waktu lama bagi Gwen, Ibu Mikasa, untuk membalas pesan putrinya.

Ayah dan Ibu baik-baik saja. Kau tak usah khawatir. Hmm.. Mikasa?

Iya??

Ibu ingin mengatakan sesuatu. Tapi kau jangan marah ya,,

Apa itu?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 28, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐘𝐨𝐮 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫Where stories live. Discover now