11 | 𝐛𝐥𝐚𝐜𝐤 𝐮𝐦𝐛𝐫𝐞𝐥𝐥𝐚

225 54 12
                                    

Levi memasuki rumah kayu minimalis berukuran sedang setelah seharian bekerja di kedai kopinya. Jam baru menunjukan pukul 19:00. Levi memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum memutuskan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Seluruh kancing kemeja resmi terbuka dan ia pun melemparkannya ke sembarang tempat. Memperlihatkan otot-otot kekar dan tubuh atletis-nya yang akan menghipnotis siapapun yang melihatnya terutama kaum hawa.

Langit-langit kamar adalah entitas pertama yang iris kelabu nya pandangi. Tiga hari sudah ia tidak bertemu dengan gadis caramel pelanggan setia kedai kopinya. Levi tidak ingin overthinking. Itu adalah kehidupan Petra, Levi tidak bisa ikut campur. Hanya saja.. Ketika Petra tidak datang, Levi merasakan ada yang kurang.

Meski dalam lubuk hatinya Levi berkata lain.

Tangan Levi memanjang untuk mengambil buku catatan kecil yang selalu ia simpan dekat lampu tidur. Selain catatan mengenai kegiatan Levi sehari-hari, ternyata Levi masih menyimpan foto bersama seseorang dari masa lalunya. Foto itu diselipkan di bagian tengah buku.

Levi mengambilnya dan mengamati foto tersebut.

Gadis cantik namun tak secantik Petra dalam foto itu menggenggam tangannya. Sebelah tangannya membentuk huruf 'V' dan tersenyum ke arah kamera. Gadis yang sudah dijodohkannya sejak kecil dan akan menikah jika gadis tersebut telah berusia minimal 18 tahun. Ya, Levi kali ini akan terang-terangan dan entah apa yang ada dipikiran keluarganya sehingga menjodohkan Levi dengan gadis tersebut. Levi tidak benci gadis itu, hanya saja ia sudah tidak mencintainya. Ia ingin memulai kehidupan baru dan memilih jalannya sendiri.

Kening Levi berkerut, wajahnya menunjukkan sedikit kekesalan. Ingin sekali dia meremas-remas foto itu kemudian membakarnya. Tapi anehnya, ia tidak bisa.

"Sialan!"

Drrttt..

Drrttt..

Amarah Levi terpedam sesaat ketika suara getaran dari dalam sakunya mengalihkan perhatian. Dengan malas Levi merogoh ponselnya dari saku celana. Menekan tombol hijau di layar gawai untuk menjawab panggilan tersebut.

"Halo"

"Halo, Levi. Bagaimana kabarmu, Nak?"

"Ibu?"

"Kau baik-baik saja kan? Bagaimana kedai kopimu? Apa semuanya lancar-lancar saja?"

Levi menghela nafas, "tenang saja, bu. Aku baik-baik saja. Kedai kopiku juga"

"Syukurlah. Oh iya, selalu ingat pesan Ibu, kau harus punya teman disana, kau idak boleh sendirian. Kau harus berbaur."

"Bu, aku baru saja pulang. Jangan terlalu banyak bertanya"

"Maaf.. Maaf.. Habisnya ibu sangat mengkhawatirkanmu. Ibu juga masih belum tahu apa alasanmu pindah ke Jepang"

"Aku melakukannya karena keinginanku sendiri, aku bukan anak kecil, biarkanlah aku memilih jalan yang aku inginkan."

"Ibu mengerti. Ibu tidak pernah melarangmu kan? Hanya ingin tahu apa alasannya. Oh iya, apa kau sudah menemukan seorang wanita disana? Yang sekiranya kau suka?"

Levi mendengus pelan. Kebiasaan ibunya terkadang membuat Levi kesal. Bagaimana tidak, hal paling utama yang sering ditanyakan oleh ibunya tidak jauh pasti tentang wanita. Apakah Levi sudah punya kekasih, apakah ada wanita yang Levi sukai, atau apapun itu asal yang berhubungan dengan wanita. Pertanyaan pamungkas dari ibunya yang sangat membuatnya jengkel yaitu menanyakan kapan ia menikah. Meskipun usia Levi sudah hampir kepala tiga, sampai saat ini Levi belum menemukan wanita yang tepat. Levi juga merasa di usianya yang sekarang ini, ia masih terbilang muda.

𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐘𝐨𝐮 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫Where stories live. Discover now