23 | 𝐝𝐞𝐚𝐫 𝐝𝐢𝐚𝐫𝐲,

224 53 26
                                    

Petra menghabiskan sekaleng soda yang ia beli dari vending machine dengan sekali tegukan. Otaknya terus berputar memikirkan sesuatu. Suatu cara yang tepat untuk membiayai perawatan ayahnya di rumah sakit. Sebenarnya Tuan Ral masih memiliki uang dalam tabungannya, tetapi Petra bingung, jika ia gunakan semua uang itu, lalu bagaimana dengan kebutuhan sehari-hari dan juga biaya sekolahnya.

Pikiran bingungnya sampai membuatnya tak bisa berpikir jernih. Belum lagi untuk kuliah nanti. Petra ingin mewujudkan impiannya yang ia idamkan sejak kecil. Tapi apalah daya jika keadaan tidak mendukung. Bagaimana dengan Ayahnya? Tak mungkin Petra biarkan Ayahnya di rumah sakit begitu saja.

Mata bulat Petra menatap nanar kaleng soda di tangan kanannya yang sudah habis tak tersisa. Sepulang sekolah sore tadi Petra mendapat kabar dari tetangganya, Anka, bahwa Ayahnya terlihat kesulitan bernafas dan batuk berdarah. Sempat tidak punya tenaga bagi Petra untuk menopang tubuhnya sendiri tatkala berita tersebut terdengar langsung olehnya.

Mata Petra mengembun, air matanya jatuh berlinang. Sebagai anak perempuan satu-satunya Petra merasa tidak boleh lemah. Ia harus kuat. Sebagai anak sekolahan yang belum terjun kedalam lingkup masyarakat, Petra merasa cobaan ini begitu berat untuknya.

Kaleng soda kosong yang semula ada di tangannya Petra buang kedalam tempat pembuangan. Sebelum memikirkan cara mendapat uang untuk biaya pengobatan, Petra juga harus belajar karena ujian sekolah akan dilaksanakan dalam waktu yang relatif dekat.


***


"Ayah..." Petra masuk kembali ke ruangan tempat ayahnya dirawat.

"Petra, kau darimana saja?"

"Hanya mencari udara segar. Bau obat-obatan disini membuatku pengap"

Petra duduk di sisi ranjang, "Bagaimana perasaan Ayah? Sudah merasa baik?"

Tuan Ral tersenyum, "Ayah sudah membaik. Hanya sedikit rasa nyeri di dada, tapi itu bukan apa-apa. Sejatinya Ayah baik-baik saja"

"Oh iya.." Petra meraih lengan Ayahnya kemudian memberikan sensasi hangat pada lengan keriput itu, "Dokter mengatakan padaku kalau Ayah harus dirawat inap disini, mereka akan memberikan perawatan insentif supaya Ayah cepat sembuh"

"Kapan?

"Dimulai dari sekarang, Ayah.."

"Ayah baik-baik saja, tidak perlu di rawat inap. Besok juga Ayah akan sembuh"

Petra menggeleng pelan, "Tidak, Ayah. Bukan seperti itu, penyakit yang diderita Ayah perlu penanganan Dokter. Jika tidak maka akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada Ayah. Aku tidak akan membiarkan itu"

"Petra..."

"Ayah tak perlu khawatir, aku akan mencari cara agar bisa membayar biaya pengobatannya"

Tuan Ral mendengus kasar, melepaskan genggaman tangan Petra. "Petra, Jika ayah terus dirawat bagaimana dengan kuliahmu? Ayah harus kembali bekerja agar bisa membiayai kuliahmu nanti"

"Makadari itu Ayah harus dirawat disini agar cepat sembuh. Tapi untuk sekarang Ayah tidak perlu memikirkan itu, cukup pikirkan saja kondisi Ayah" Petra tersenyum getir.

"Mungkin aku harus bekerja paruh waktu" tambah Petra.

Mata ayah Petra membulat sempurna, "Apa maksudmu? Jangan bercanda! Itu bisa mengganggu sekolahmu!"

𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐘𝐨𝐮 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫Where stories live. Discover now