24 | 𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐢𝐜𝐚𝐭𝐞𝐝

212 46 6
                                    

Mikasa membuka pintu kamar yang akan menjadi tempat tinggalnya sementara. Setelah menghabiskan waktu hingga 20 menit lamanya ia bertukar pikiran dengan Levi pada akhirnya Mikasa pun menyetujui. Meskipun kecil namun apartemen yang Mikasa sewa terlihat indah, nyaman, dan bersih yang cukup untuk tempat tinggal satu orang.

Mikasa meletakkan selembar foto yang selalu ia bawa kedalam bingkai sederhana yang dibeli di toko peralatan tadi pagi. Bibirnya selalu menorehkan senyuman tipis tatkala iris hitamnya memandang foto tersebut.

Mikasa membuka jendela. Menyaksikan langit biru yang setengah mendung. Semilir angin memalingkan nostalgia, menambah kenangan. Angin menyapu debu, kadang Mikasa berpikir.. Apakah dirinya egois? Mengejar seseorang agar kembali ke pelukannya? Namun dengan cara yang dipaksa.

Rasa cintanya tak berakhir. Meskipun Levi seringkali mengucapkan sepatah kata yang sedikit membuatnya bersedih, meskipun dentingan waktu terus berjalan, tetapi terkadang sebaris doa terucap.

Nama Levi lah yang selalu Mikasa sebut.

Sore nanti aku akan belajar bersama guru privatku secara online.

Pesan singkat resmi terkirim 15 menit lalu, tetapi Levi sama sekali tidak membalasnya. Mikasa mendengus pelan, itu hal yang biasa baginya. Pesan tidak dibalas bukanlah apa-apa, yang terpenting adalah hatinya.

Foto yang telah dipasangkan bingkai Mikasa simpan di atas nakas samping tempat tidurnya, ia hempaskan tubuhnya ke ranjang tersebut. Menatap langit-langit kamar sembari membiarkan pikirannya bernostalgia. Walaupun berwajah sendu namun tak akan dibiarkan kenangan bersama Levi berlalu ditelan waktu. Sekalipun Levi telah mendapat tambatan hati yang baru.

Mikasa masih ingat.. Saat ia dan Levi masih bersama. Seringkali menghabiskan senja berdua. Banyak tertuang cerita antara canda dan tawa. Mikasa sangat merindukan momen itu, merindukan saat-saat bersama Levi.

Tapi sayang... Semua itu telah menjadi sunyi, senyap, kelam, kelabu, dan banyak mengaburkan kenangannya bersama Levi. Mikasa menyesal kepada perasaannya dulu yang tak menyadari Levi, bahwa Levi begitu mencintai dan menyayanginya. Levi yang awalnya ia anggap sebagai Kakak kandung sendiri ternyata memiliki perasaan lain kepadanya. Dan Mikasa menyia-nyiakan itu semua.

Mikasa merutuki diri sendiri, kenapa ia bisa terpincut kepada laki-laki lain yang tak memperdulikannya sama sekali padahal Levi selalu ada disisinya.

Mikasa tak ingin terhanyut dengan rasa sesalnya. Mulai detik ini ia akan berubah. Bahwa ia sudah menetapkan hatinya hanya untuk Levi. Membawa kembali Levi apapun yang terjadi.

Karena Mikasa yakin usaha tidak akan mengkhianati hasil. Cinta itu akan tumbuh sendiri seiring berjalannya waktu. Yang harus Mikasa lakukan saat ini adalah bersabar dan berusaha.

Berusaha bahwa mereka berdua akan menjadi seperti dulu lagi.


***

Pria bermarga Ackerman yang memiliki ciri khas utama wajah datar dan surai hitam yang hampir menutupi sebelah matanya, pria itu menggenggam sebuah benda kecil mengkilat berinisial L. Sesuai dengan namanya. Ya, benda tersebut adalah bros pemberian Petra kala itu. Petra si pelanggan setia kedai kopinya.

Levi membolak-balik bros tersebut yang membuatnya mengkilat jika terkena cahaya. Indah di matanya. Tapi tunggu dulu.. Tatkala Levi memikirkan Petra, kenapa darah di hatinya berdesir? Levi mengusap rambut hitam legamnya secara perlahan ke belakang, sebenarnya Levi menganggap Petra sebagai apa? Asumsi pertama Levi adalah sebagai pelanggan setianya, akan tetapi pria itu merasa kurang cocok dengan anggapannya sendiri. Kedua adalah sebagai teman, namun sekali lagi Levi tidak pernah menganggap Petra sebagai teman. Petra berada pada posisi paling atas jika dibandingkan dengan teman-teman yang dikenalnya. Petra itu lebih dari sekedar teman.

𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐘𝐨𝐮 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫Where stories live. Discover now