Perjodohan Mendadak

11.7K 240 6
                                    

"Jangan lupa kalau pulang kerja tugas-tugas yang ustadzah kasih yah, muroja'ah hafalannya juga jangan sampai lupa," Ujar seorang wanita dengan suara lembutnya.

"Ustadzah besok kalau tugasnya kelar kita ada game lagi nggak?" Tanya salah seorang anak yang benar-benar antusias untuk belajar di mata pelajaran ini.

"Iyaa, Faiza, in syaa Allah besok Ustadzah akan ada game baru lagi untuk kalian tapi sayaratnya tugasnya harus kelar," Jawab Nazwa semangat.

Anak-anak kembali bersorak gembira, pasalnya mereka tidak pernah bosan untuk belajar ketika Nazwa yang mengisi pelajaran. Nazwa menunggu satu persatu anak-anak untuk pulang dan memastikan mereka di jemput oleh orang tuanya dan ketika kelas sudah kosong, dia mengambil sapu dan mulai membersihkan kelas tersebut, kadang pula ketika membersihkan ia menemukan beberapa barang anak-anak yang ketinggalan.

"Assalamualaikum, Mbak rajin, masih di kelas rupanya," Ledek Azkia—sahabat Nazwa.

"Waalaikumsalam, ih ngagetin aja. Baru balik juga Az? Atau kamu masih harus di sini untuk beberapa urusan?" Tanya Nazwa.

"Iya nih baru selesai kelas dan anak-anak juga sudah pada pulang. Yah jelas sih urusannya mau bertemu sahabat ku ini," Jawab Azkia.

Nazwa lalu menghampiri sahabatnya di pondok pesantren ini lalu berbisik "Transferan gaji udah masuk, kita buat masakan yuk bawa di panti asuhan," Ujar Azkia.

"MasyaAllah, sepertinya udah lama nggak ke panti asuhan yah? Yaudah aku mau," Jawab Nazwa cepat.

Mereka berdua berbincang cukup lama dan melewati beberapa pembahasan yang kadang hanya menjadi rahasia mereka berdua, persahabatan yang terjalin antara Nazwa dan juga Azkia di mulai ketika mereka masuk ke sekolah dasar dan pertemuan pertamanya tentu saja di pondok pesantren yang sama. Namun, belum saja mereka keluar Azkia malah di panggil untuk ke ruangan kepala sekolah.

"Ustadzah Azkia, kamu di panggil ke ruang kepala sekolah. Katanya beliau ada perlu penting sama Ustadzah," Ujar seorang guru yang baru saja melintas di depan kelas.

"Oh iyaiya, Syukron Ibu Rufaidah. Saya ke sana sekarang, Nazwa aku ke sana dulu yah? Mau bareng baliknya?" Tanya Azkia.

"Tadi dapat chat, mau di jemput sama Mas Gibran katanya Abi nyuruh buat cepat balik rumah," Ujar Nazwa cepat.

"Yaudah, aku ke sana duluan yah. Fi amanillah yah Nazwa," Ujar Azkia.

"Aamiin, semangat Azki" Ujar Nazwa lagi.

————

Ketika di jalan pulang ke rumah, aku melihat tatapan mata Mas Gibran mengisyaratkan banyak sekali hal yang ingin ia katakan pada ku. Aku rasa perlakuan keluargaku dalam beberapa hari ini terasa aneh bagiku, entahlah atau hanya perasaanku saja.

"Mas, kamu nggak apa-apa kan?" Tanya ku sekali lagi padanya.

Lelaki yang berstatus Kakak kandung ku ini menoleh dan melempar senyum termanisnya pada ku.

"Nazwa, umur mu masih dua puluh satu tahun kan?" Tanya Mas Gibran di balik kemudi.

Aku mengangguk pelan "Tapi Mas lihat kamu sudah cukup dewasa, kamu kalem, kamu berhasil mendapatkan didikan terbaik di pondok pesantren. Mas bangga," Ujarnya pelan.

"Aku belum sedewasa yang Mas lihat kok, ohiya Mas jadikan beson temani aku buat daftar kuliah?" Tanyaku.

Mas Gibran mengangguk.

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu