Bagian 48

6K 152 7
                                    

Pagi itu, seusai pemakaman di lakukan hujan turun dengan lebat membasahi seluruh alam. Di sana, Yusuf masih berdiri dengan payung hitamnya dan melindungi Nazwa dari air hujan karena wanita itu sedari tadi memilih untuk tidak meninggalkan makam Safa.

Dari kejauhan, sepasang mata menatap mereka dengan intens. Nazwa maupun Yusuf dulunya adalah sepasang Suami dan juga Istri, namun karena kehadiran orang ketiga, mereka akhirnya berpisah dan terlihat kembali bersama di saat seperti ini. Di antara keduanya terlihat hebat karena berhasil meredam ego untuk Anak mereka dan utamanya Nazwa. Wanita itu berhasil menutupi rasa sakit hati bahkan kekecewaannya dan berusaha menerima Yusuf berada di sekitarnya untuk sekarang ini. Terlihat pula dari kejauhan, Gibran datang membawa payung untuk menjemput Nazwa.

"Kita harus pulang Dek, kau bisa sakit jika terus menerus seperti ini," ucap Gibran berbisik di telinga Nazwa.

Nazwa menatap Gibran, wanita itu lalu berdiri mengatur nafasnya dan terus beristigfar. Meninggalkan Yusuf yang masih berdiri disana. Yusuf menatap Nazwa dan Gibran masuk kedalam mobil bersama. Ada rasa sakit yang hadir di dalam dadanya. Seperti inikah dulunya Nazwa ketika mengetahui dirinya berselingkuh? Apa lebih dari ini? Dan apakah reaksi dirinya melihat Nazwa adalah tanda ia masih cinta kepada mantan Istrinya?

Yusuf lagi-lagi meminta maaf di pusara Safa lalu memilih meninggalkan makam. Ia kembali kerumah Nazwa karena pelayat masih berdatangan. Baik karyawan toko kue Nazwa maupun rekan bisnis dirinya.

Sesampainya di sana, rumah terlihat masih ramai Bariq dan juga Fauzan masih setia menyambut beberapa pelayat. Hingga, seorang yang sangat di kenali menghampiri dirinya.

"Suf, Anakmu sakit apa? Aku sangat terkejut mengetahui dia meninggal dari Anakku."

Yusuf menatap lelaki itu "Kanker otak."

"Loh, ada tanda-tanda nggak Suf? Kenapa ketahuan sampai sudah fatal begini?"

Yusuf menggeleng. Dia tidak tahu, bahkan untuk bertanya mengenai kesehatan Safa saja sangat jarang semenjak menikah dengan Khalisa.

"Bundanya nggak pernah ngomong, Safa juga kemungkinan besar nggak pernah ngeluh," jawab Yusuf berusaha untuk menutupi fakta bahwa dirinya memang tak tahu apa yang terjadi tentang Putrinya.

Hingga, sebuah mobil sedan yang sangat di kenali Yusuf terparkir di rumah Nazwa. Beberapa keluarga Nazwa cukup geram mengetahui siapa yang datang kemari dan masih tebal muka untuk menampakkan wajah kemari.

"Kenapa Rani sampai kemari? Apa urat malunya sudah putus? Dulu dia menentang kehadiran Safa, mempermalukan Nazwa, sekarang malah kemari dengan wajah yang merasa bersalahnya. Kehadiran Yusuf saja sudah membuat kami banyak menahan diri, kenapa harus dia lagi yang datang? Dasar tidak tahu malu," ucap Anggi—Adik Ummi Ruqaiyya.

"Huss..Anggi, kita lagi suasan berduka. Tahan lisanmu, sudah semestinya kok dia kemari jika ingin menyampaikan bela sungkawa. Biar bagaimanapun walau berstatus mantan menantu, Nazwa itu tetap Anak dari Sepupu Suaminya. Dia pasti kemari lah," ucap Ruqaiyya.

"Tapi sudah kehilangan urat malu banget dia Mbak, apa nggak ingat apa yang dia lakukan sama Nazwa? Bukan perbuatan manusia lagi, udah perbuatan setan itu," timpah Anggi lagi.

"Yaa Allah, Mbak Anggi itu Rani yah? Kok bisa kemari sih?" Ucap Ipar Anggi dan juga Ruqaiyya, karena wanita itu baru saja keluar dari rumah.

"Iya itu Rani, kita lihat saja mau ekting apalagi dia," jawab Anggi ketus.

"Udah Anggi, Mbak Kiran juga jangan di bahas-bahas lagi."

"Aneh aja lihat orang yang kerjaannya koar-koar mempermalukan mantan Anak Menantu malah kemari," jawab Kiran.

Ruqaiyya lalu berdiri menghampiri Rani, spontan Rani memeluk tubuh Ruqaiyya. Terkejut, itu yang di rasakan Ruqaiyya.

"Nazwa ada di dalam?" Tanya Rani.

"Iya Mbak," jawab Ruqaiyya.

Yusuf langsung menghampiri Ibunya dan menyalami tangan wanita itu. Sementara itu, Ali langsung bergegas ke makam di temani oleh Fauzan.

Di tengah kesibukan orang-orang rumah, mereka sejenak berhenti kala mendapati Ranilah yang datang kerumah ini. Bisik-bisik mulai terdengar, iya siapa yang tak tahu cerita wanita ini? Mantan mertua Nazwa yang selalu hadir dan terus meneror mantan menantunya baik secara langsung maupun tidak langsung.

"Ibu ada keperluan apa disini?" Tanya Sofia menghampiri Rani.

"Saya ingin bertemu dengan Nazwa."

Sofia menggeleng.

"Sekarang Nazwa butuh sendiri dulu Bu, tidak ingin bertemu dengan orang-orang yang banyak membuat hidupnya tersiksa bahkan buat dia nggak tenang. Sekarang bukan waktunya untuk bertemu dia, dia masih sedih karena kehilangan Anak."

"Tapi saya ingin menyampaikan rasa bela sungkawa saya juga terhadap dirinya," ucap Rani membela diri.

"Dengan ucapan dan nggak ada ucapan dari Ibu, Nazwa nggak bakalan mikirin hal itu Bu. Ada baiknya jangan bertemu dia dulu, Ibu itu luka bagi dia dan bertemu dengannya akan membuka luka lama."

Tegas, itulah yang harus di lakukan Sofia demi melindungi Anaknya yang tertindas. Selama ini dia hanya bisa diam, menenangkan, memberi bahu untuk Nazwa bersandar, namun karena dia kembali bertemu maka kewajibannya membela kepentingan Anaknya.

"Tapi Bu, Ibuku juga pengen bertemu Nazwa," ucap Yusuf.

Sofia menatap Yusuf "Kamu peduli apa dengan mental Nazwa? Kamu nggak akan tahu, nggak bisa merasakan apa yang Nazwa rasakan selama kamu nggak ngerasain itu. Masih sempat kamu nekan kami agar pertemukan dia dengan Nazwa. Harusnya kamu bisa memposisikan diri jika di posisinya Nazwa."

"Mbak, kita keluar saja dulu. Di banding membuat keributan karena ini, kita harus ngalah saja. Nggak enak di lihat keluarga lain dan juga pelayat masih datang," ucap Mira—Saudara Fauzan.

Sekarang Rani sudah tidak punya banyak tenaga untuk melawan. Dia salah, dia mengakui hal itu dan tidak ada lagi kata yang pantas ia keluarkan untuk membela dirinya dan juga Putranya di hadapan orang-orang yang sudah ia buat sakit hatinya. Celaan demi celaan masuk di dalam telinga Rani, namun ia juga merasa ini tidak seberapa di banding apa yang di rasakan Nazwa dulu karena dirinya.

Di tempat lain, Nazwa masih menbiarkan tubuh basahnya untuk berbaring di kamar Safa. Aroma tubuh gadis itu masih ada di sana, buku yang masih berjejer rapi, ponsel, dan juga barang-barang Safa yang masih ada di sana.

"Naz, kamu mandi dulu yah? Jangan sampai kamu sakit karena ini. Yukk..aku bantuin yah," ucap Azkia khawatir.

Nazwa menggeleng.

"Aku sedihnya nggak bakalan lama kok Kia, nggak apa-apa aku begini dulu bahkan jika harus sampai sakit, tapi untuk sekarang jangan tahan aku untuk melepaskan rinduku terhadap Safa. Aku belum bisa kalau di suruh ikhlas, aku masih mau bareng dia disini," jawab Nazwa dengan suara kecil.

Gibran yang masih berdiri di depan pintu lalu memberikan kode kepada Azkia agar wanita itu keluar. Azkia mengangguk, lalu menghampiri Gibran dan spontan lelaki itu menutup pintu kamar Safa.

"Sekarang, apa yang ingin di lakukan Nazwa selagi itu tidak membayakan nyawanya biar saja yah dia harus menberikan kenyamanan di dalam dirinya karena sudah kehilangan orang yang dia sayang. Dia tidak banyak menangis namun tatapannya kosong dan terlihat patah semangat, itu sudah menyirat betapa sedihnya. Yang penting, kita masih berada di sekitarnya dan memberinya perlindungan kapan saja," ucap Gibran.

Azkia mengangguk mereka berdua lalu pergi keruang keluarga, dimana orang masih banyak di sana.

"Mbak Kia, Tante Rani datang loh dia ada di luar," ucap Kavian langsung.

"Sudahlah Kav, kebanyakan dari mereka hanya datang membawa rasa penyesalannya. Jadi, biarkan saja mereka kemari dengan menahan rasa malu yang di sebabkan penyesalannya," jawab Azkia lalu duduk sembari mengambil air mineral.

*******
Jangan lupa vote dan comment😆

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Onde histórias criam vida. Descubra agora