Mulai mencair

1.9K 106 4
                                    

Warning⚠️ : Mohon maaf kalau ada beberapa kata atau kalimat yang kadang nggak nyambung. Aku agak kaku setelah sekian lama nggak nulis. Selamat membaca :)

  ————

Nazwa menatap rumah yang terbilang cukup mewah di depannya kini, dia lalu kembali menatap lelaki yang tengah berdiri di sampingnya.

"Ini rumah kita berdua, lakukanlah sesuka hati mu di dalam sana, kau boleh membeli perabotan untuk mempercantiknya, lakukan hal yang membuat mu nyaman. Ohiya, saya punya satu ART namanya Bik Yanti. Kamu bisa minta tolong apapun padanya," Ucap Yusuf panjang lebar.

Nazwa hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Apa kau memerlukan sesuatu?" Tanya Yusuf lagi.

Nazwa kembali menatap Yusuf dengan tatapan tanya, merasa di tatap, Yusuf membalas tatapan Nazwa lalu berucap "Mungkin mobil, untuk berjalan-jalan ke mana saja kau mau," Ucap Yusuf.

Nazwa sedikit berpikir, mungkin mobil adalah kendaraan yang ia perlukan untuk mencari tahu semua yang telah ia rencanakan beberapa hari sebelumnya.

"Baiklah, jika itu tidak memberatkan mu," Ujar Nazwa lalu pergi mendahului Yusuf.

Daun pintu terbuka dengan lebar dan menampakkan Bik Yanti yang kini tengah berdiri dengan senyuman senjanya.

"Selamat datang Nyonya," Sapa Bik Yanti.

Nazwa tersenyum lalu menyalami tangan Bik Yanti dan menciumnya.

"Assalamualaikum Bik Yanti, nama ku Nazwa. Panggil saja Nazwa, mohon bantuannya yah Bik Yanti," Ucap Nazwa sopan.

"Waalaikumsalam, maaf Nyonya saya tidak enak," jawab Bik Yanti.

"Jangan nggak enak ih, anggap saja anak sendiri Bik," ucap Nazwa lagi.

Apa yang di pikiran Bik Yanti mengenai Nazwa benar-benar jauh yang di pikirannya Nazwa adalah anak yang cantik memang benar namun, Nazwa jauh lebih sopan dan santun dari bayangannya.

"Ayo masuk, saya tunjukkan kamar kita," Ucap Yusuf yang kini tengah berdiri di belakang Nazwa.

Nazwa mengangguk lalu mengikuti langkah Yusuf. Interior rumah ini cukup mewah dan bagus, perabotannya juga cukup modern. Mereka lalu berhenti di sebuah kamar yang masih tertutup pintunya.

"Kita tidur satu kamar, saya tidak menerima alasan apapun untuk itu dan jika kau mengusul untuk berpisah kamar, sama halnya kita tidak menikah," Ucap Yusuf.

Pipi Nazwa bersemu merah, dia cukup bahagia dengan penuturan Yusuf ini.

"Yaudah, sekarang silahkan masuk. Kamu boleh lihat-lihat dulu. Barangkali ada sesuatu yang kurang kamu bisa bilang pada ku. Ohiya, menurut ku lemarinya cukup luas untuk menampung pakaian mu dan lemari gantung juga cukup besar untuk menggantung beberapa gamis mu. Kecuali, kau berencanan untuk mengoleksi beberapa pakaian," Ucap Yusuf lagi.

"T-terimakasih, ini sudah cukup kok untuk saya. Lagian saya tidak berniat untuk mengoleksi beberapa pakaian," jawab Nazwa cepat.

Nazwa lalu duduk di pinggir ranjang dan membuka beberapa koper untuk membereskan semua pakaian di lemari.

"Nazwa, mari kita makan terlebih dahulu, sebelum saya kembali ke kantor," ucap Yusuf.

"Loh, tapi aku kan belum masak," jawab Nazwa lagi.

"Kamu lupa kalau di rumah ini ada Bik Yanti? Udah ayo," ucap Yusuf lagi.

.

.

.

"Selama ini kau mengajar di mana?" Tanya Yusuf yang kini tengah mengunyah makananannya.

"Aku mengajar di sekolah dasar tapi di bawah naungan pondok pesantren tempat ku mondok dulu. Aku hanya ngajarin surah-surah pendek dan setiap hari mereka nyetor hapalan," jawab Nazwa.

"Kamu ada kepikiran buat kerja setelah menikah? Atau mungkin kamu sudah nyaman dengan pekerjaan mu yang lama?" tanya Yusuf.

Nazwa mengangguk "Pengen kerja tapi sama kayak pekerjaan lama. Tapi nanti deh kalau sudah terbiasa di kota ini, nanti bisa nyari-nyari pondok dekat-dekat sini yang bisa nerima guru kayak aku," jawab Nazwa.

Saya punya sepupu, dia pemilik pondok pesantren yang cukup besar di kota ini sekaligus kepala sekolah juga. Jaraknya nggak jauh kok dari rumah ini, ada sekolah dasarnya juga. Kalau kau mau saya akan menghubunginya dan menyuruhnya untuk menerima mu mengajar di sana," ucap Yusuf lagi.

"Apa Mas nggak keberatan jika aku bekerja?" Tanya Nazwa.

"Ngapain keberatan? Lagian, di sini saya hanya pengen dukung hobi mu. Saya nggak bermaksud untuk menyuruh mu mencari uang yah, mengingat uang bulanan untuk mu pasti sepuluh kali lipat dari gaji mu," ucap Yusuf.

Ternyata Yusuf tidak sekaku dan sedingin yang Nazwa bayangkan. Yusuf cukup mengerti dengan apa yang ia butuhkan tanpa harus bertanya kepadanya terlebih dahulu.

"Baiklah," jawab Nazwa dengan senyuman.

Yusuf mengangguk lalu melanjutkan kegiatannya untuk mengunyah makanannya.

"Mas Yusuf, terimakasih yah sudah memahami ku," ucap Nazwa tulus.

Yusuf tersenyum tulus, rasanya Nazwa di buat meleleh. Senyuman yang selalu ia nanti dulu-dulu jika tak sengaja bertemu dengan lelaki idamannya ini kembali hadir. Sungguh senyuman Yusuf adalah sumber kebahagiaan sekaligus ketenangan. Yusuf,Yusuf,Yusuf. Nama yang ia sebuar-sebut di dalam doa dan sujudnya akhirnya menjadi suaminya.

"Sudah sepantasnya kau menerima semua ini Nazwa, sepanjang umur ku sebelum menikah, aku mati-matian untuk mencari uang dan menabung karena untuk memenuhi kebutuhan istri ku dan di sini kau yang menjadi Ratu sekaligus istri ku dan kau berhak atas semua ini," jawab Yusuf tulus.

"Mas Yusuf," panggil Nazwa.

"Hmm,"

"Mulai besok subuh mau nggak sholat berjamaah di masjid? Aku yakin deh pasti lebih seru kalau sholat di masjid, banyak tetangga yang belum di kenal dan jadi kenal," ucap Nazwa memberi saran.

"Tapi, saya berat banget buat bangun subuh," jawab Yusuf jujur.

Nazwa tersenyum lalu berucap "in syaa Allah akan aku bantu Mas Yusuf, bangun subuh, nyiapin alat sholat. Jadi Mas Yusuf sisa bersiap-siap dan ke masjid deh. Aku ngerasa adem aja rumah kita nggak jauh dari masjid dan jelas tidak akan memberatkan Mas Yusuf untuk sholat limat waktu di masjid," sambung Nazwa lagi.

"Bantu aku meraih jannah yah Naz? Semoga kamu betah untuk menbantu ku dalam kebaikan."

"In syaa Allah."

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Where stories live. Discover now