Bagian 35

3.4K 168 12
                                    

"Gibran, aku di sini" panggil Hasan.

Dengan langkah lebar, Gibran menghampiri Hasan. Rasanya, lama sekali mereka tidak bersua. Hal ini di karenakan Gibran harus menemani Umminya di Singapura selama setahun untuk berobat.

"San, lama banget nggak bertemu. Kau makin baik saja ku lihat," ucap Gibran tersenyum senang.

"Duduk Gib, aku udah pesan minuman andalan kita di sini. Ngomong-ngomong kau juga jauh lebih baik."

Gibran mengangguk "Karena Ummi sudah berhasil bebas dari penyakitnya," jawab Gibran.

"Bagaimana pekerjaanmu di sini?" Tanya Gibran lagi sembari menyesap kopi andalan mereka.

"Semuanya bagus, aku tengah mencoba bisnis baru. Ngomong-ngomong kau sudah mulai bekerja lagi?" Tanya Hasan.

"Belum, lebih tepatnya aku belum dapat tawaran pekerjaan lagi."

"Mau melakukan projek untuk gedung perusahaan baruku? Aku akan menbangun kantor karena sudah punya banyak karyawan di berbagai devisi," ucap Hasan.

"Wahh..dengan senang hati San. Seru kalau harus bekerja untukmu. Nanti kita ngomongin desainnya yah? Sekarang kita nggak usah ngomongin pekerjaan dulu."

Hasan setuju. Lelaki itu lalu menatap wajah Gibran, rasanya melihat senyum itu sepertinya Gibran tak tahu. Jika memang tahu, wajah Gibran kali ini akan sedih bahkan marah. Hasan tahu benar jika ini menyangkut Nazwa apalagi di sakiti, Gibran akan maju paling depan untuk membela adiknya. Begini, Hasan dan Gibran memang sering bertemu namun, untuk Nazwa sendiri ia tak pernah menemui wanita itu sama sekali dan barulah akhir-akhir ini ia tahu bahwa Nazwa itu adik Gibran. Ia tak juga tak menyangka wanita yang merebut cinta pandangan pertamanya adalah Nazwa, adiknya Gibran.

"Gib," panggil Hasan.

"Hmm..kenapa? Kau juga tengah tenggelam dalam suasana kafenya? Interiornya kapan di ubah San?" Ucap Gibran.

"Tentang Nazwa."

Gibran tertarik, ia menatap Hasan dengan tatapan serius.

"Kau sudah tahu kalau Yusuf menikahi wanita lain dan mengkhianati adikmu?" Ucap Hasan akhirnya.

"K-kau tengah bercanda?" Tanya Gibran.

Hasan menggeleng "Beberapa waktu lalu aku mengetahuinya karena Safa. Wanita yang menjadi istri Yusuf mungkin secara sengaja bertemu dengan Safa," ucap Hasan.

Gibran terlihat marah, buru-buru ia meninggalkan Hasan dan langsung pergi ke kantor Yusuf. Setelah sampai, samar ia mendengar banyak sekali suara di ruang bekerja Yusuf bahkan pintu tidak tertutup rapat.

"Ini surat dari Dokter, hasil pemeriksaan rahimku dan beberapa tes lainnya. Aku tidak mengalami kemandulan, selama enam tahun aku tidak mandul Bu, berhenti mengucapkan aku wanita mandul. Apa setelah mengetahui fakta ini Ibu akan menolak untuk memeriksakan Mas Yusuf? Atau Ibu tidak curiga dengan kehamilan Khalisa?"

Gibran menghentikan niatnya untuk masuk kedalam dan hanya berdiri di depan pintu. Ia tertarik mendengar hal ini.

Plak.

Suara tamparan terdengan pekat di telinga Gibran.

"Kau meragukan kehamilan Khalisa dan memvonis Yusuf bermasalah? Kau wanita gila," ucap Rani berteriak.

"Aku tidak gila, aku hanya membuka fakta yang tidak kalian tahu. Aku hanya membela diri karena saat ini harga diriku sejauh ini terinjak-injak," tantang Nazwa.

"Berhenti."

"Itu suara Yusuf," ucap Gibran dengan suara kecil.

"Nazwa Nurrohman Binti Rahma. Mulai hari ini ku ceraikan kau, kau tak lagi menjadi istriku dan aku tidak lagi menjadi suamimu," ucap Yusuf dengan suara lantang.

"Mas," panggil Nazwa dengan suara bergetar.

Gibran masuk dan langsung memukul wajah Yusuf dengan membabi buta. Belum habis rasa terkejut Nazwa karena di talak cerai, ia kembali di buat terkejut dengan Gibran yang tiba-tiba datang menghantam Yusuf.

"Mas Gibran, jangan lakukan ini," teriak Nazwa sembari memisahkan mereka.

Rani, Nari, juga Khalisa terlihat panik. Mereka lalu buru-buru mencari bantuan.

"Adikmu kurang ajar Gib, dia mencoba menjatuhkanku di depan orang-orang yang ku sayangi," ucap Yusuf pelan.

Tangan Gibran berhenti memukul wajah Yusuf, ia lalu menatap Khalisa dengan perut buncitnya.

"Kau yang kurang ajar, bajingan. Bahkan kau masih menjaga nama baikmu di saat kau telah berselingkuh di belakang adikku. Kau bukan manusia Suf, bukan manusia. Kau melukainya, menjatuhkan harga dirinya, dan kau masih membicarakan harga dirimu? Kau layak untuk mendapat ini," teriak Gibran dengan murka.

Tak lama, satpam datang dan melerai perkelahian ini.

"Pihak Nazwa punya banyak bukti, akan ku yakini orang satu dunia akan menghakimi dan memberi kalian sanksi sosial yang layak." Teriak Gibran.

Nazwa hanya diam tanpa suara, air matanya terus mengalir. Di ceraikan di depan wanita yang merebut suaminya dan datang di lindungi oleh Kakak laki-lakinya. Gibran lalu menarik tangan Nazwa namun berhenti karena Khalisa.

"Berhenti menemui suamiku," ucap Khalisa marah.

Nazwa tertawa "Kau pikir yang kau lakukan bersama Yusuf benar? Apa aku harus melaporkan kalian di kepolisian dengan kasus perzinahan? Aku punya bukti kok kau sampai hamil begitu, bahkan pernikahan kalian tak terdaftar negara. Seru kan Khalisa?" Jawab Nazwa.

Khalisa terdiam seribu bahasa.

"Jangan terbang dulu, aku di ceraikan namun aku bisa saja menjatuhkan kalian. Di negara aku masih berstatus istrinya biadab Yusuf. Bahkan sekarang aku bisa melaporkan kalian."

Mereka semua terdiam. Benar, Nazwa punya kekuatan hukum yang besar karena banyak bukti yang pegang. Jangan sampai mereka lalai dan menjadikan Yusuf dan juga Khalisa tahanan.

Gibran lalu menarik tangan Nazwa untuk meninggalkan orang-orang ini.

"Kau di ceraikan namun masih bisa tertawa," ucap Gibran.

"Mas, aku sudah kebal dengan rasa sakit hati."

"Kau sudah tahu bahwa kau bukan anak Ummi?" Tanya Gibran.

Nazwa mengangguk.

"Tapi rasa sayangku nggak pernah berubah untuk kalian. Rahasiakan ini kepada Ummi dan Abi yah Mas. Aku akan memberitahukan mereka jika Yusuf sudah menggugatku di pengadilan."

Sejenak Gibran berpikir. Nazwa ternyata tak selama yang ia pikirkan, melihat merah-merah di wajah Nazwa bahkan bekas cakaran ia yakin, di dalam sana Nazwa sudah di aniyaya. Gibran menitikkan air mata.

"Naz, kita pulang yah kerumah Ummi dan Abi, luka di wajahmu mengerikan. Biar di sana aku yang buat alasan yang tepat untuk wajahmu ini. Jangan menolak Naz," ucap Gibran.

Nazwa tersenyum tipis lalu mengikuti langkah Gibran.

'Kami telah bercerai, rasa sakit hatiku telah berkahir hari ini,' ucap Nazwa membatin.



******
Akhirnya yang kalian tunggu-tunggu. Btw, selamat membaca jangan lupa vote dan comment🥰

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Where stories live. Discover now