Bagian 47

2.7K 99 11
                                    

Langit gelap kembali menyapa, di tengah kesibukan banyaknya manusia ada beberapa orang yang tengah duduk di sebuah ruangan dengan perasaan campur aduk. Beberapa di antaranya bahkan terus melafalkan doa-doa penuh harap.

"Kamu yang kuat Naz," ucap seorang wanita berkerudung hitam.

Nazwa mengangguk. Tak sedikitpun ia bangkit dari duduknya semenjak operasi di mulai, ia tidak tahu pasti apa yang terjadi di dalam sana. Bagaimana kondisi Anaknya, dan hal apa saja yang gadis itu lalui di dalam sana.

"Udah jam berapa?"

"Setengah tujuh malam Ummi," jawab seorang lelaki dengan sesekali melirik Nazwa.

"Adikmu belum makan, kamu coba tawarin makan kalau dia mau," ucap Ruqaiyya.

Gibran mengangguk, lalu menghampiri Nazwa dan juga Azkia yang tengah duduk.

"Mau makan?" Tanya Gibran langsung.

Nazwa menggeleng "Nggak lapar kok Mas."

"Kalau kamu?" Tanya Gibran kepada Azkia lagi.

Azkia menggeleng "Nggak lapar juga," jawab Azkia.

Gibran mengangguk, lalu kembali duduk di samping Ruqaiyya.

"Mas Fauzan bilang, Ali mantan mertuanya Nazwa tadi memanggil dia buat bertemu dan meminta maaf atas kesalahan Yusuf dan juga Rani lakukan," ucap Ruqaiyya kepada Sofia.

Sofia menatap Ruqayya lalu berucap "Apa ada sesuatu? Atau ada sebersit kebenaran yang mereka tahu?" Tanya Sofia.

"Entahlah Mbak, mungkin memang ada sesuatu. Karena, Rani itu tipikal orang keras dan tidak bisa mengalah. Kalau sudah seperti ini, berarti kejadiannya benar-benar fatal."

Sofia mengangguk. Hingga tak lama kemudian, kumandang adzan isya kembali terdengar, dengan langkah terburu-buru Nazwa bergegas pergi ke mushola rumah sakit. Hanya doa yang mampu Nazwa panjatkan.

Azkia menatap punggung sahabatnya tatapan nelangsa. Betapa banyak cobaan yang harus wanita itu lalui. Dan sekarang, ia harus menyaksikan Anaknya yang begitu ia sayangi berjuang demi kesembuhan.

Lepas kepergian Nazwa, tak lama kemudian, tanda operasi selesai telah menyala, namun Dokter keluar dengan wajah murung.

"Dengan keluarga Pasien Safa?" Ucap Dokter.

Mereka semua mengangguk, bahkan yang lumayan jauh dari Dokter tersebut mendekat untuk mendapatkan informasi.

"Pasien Safa sudah memenuhi batasnya berjuang, kanker sudah menggerogoti otaknya hingga dia sudah tidak bisa bertahan. Pasien kami nyatakan meninggal."

Detik-detik terasa lambat, mereka saling tatap.

"Safa," suara lirih tersebut terdengar dari mulut Yusuf.

Pelan-pelan, tangisan mulai terdengar memanggil nama Anak itu. Yusuf bergegas berlari kearah mushola, menatap wanita yang pernah menjadi Istrinya tengah khusyu berdoa.

Hingga, tatapan mata Nazwa dan Yusuf bertemu. Melihat Yusuf yang menghapirinya, membuat Nazwa menebak-nebak suasana apa yang terjadi setelah ia meninggalkan ruang tunggu.

"Naz," ucap Yusuf.

Nazwa menatap mata Yusuf, mata lelaki itu merah menahan air mata.

"Safa sudah keluar?" Tanya Nazwa berusaha tenang.

Yusuf mengangguk "Kita harus sabar, Safa berhenti berjuang Naz. Dia meninggal di dalam ruang operasi," ucap Yusuf sembari memegang tangan Nazwa.

Nazwa menggeleng, tiba-tiba saja tubuhnya kehilangan keseimbangan dan terduduk di lantai. Mulutnya terus beristigfar. Tangisan Yusuf seketika pecah dan langsung memeluk tubuh Nazwa dengan erat.

"Nazwa...entah apa yang harus kulakukan untuk menebus dosaku kepadamu dan juga Safa tapi hal ini membuatku terpukul Naz. Aku banyak menelantarkan Safa, membuat dia bersedih, apa Tuhan menghukumku dengan cara seperti ini?" Ucap Yusuf.

Air mata Nazwa pelan-pelan berjatuhan. Cobaan yang terasa di luar batas kemampuannya, ketika Safa menjadi alasan bagi dirinya untuk bisa berdiri tegar, ternyata kembali di ambil dan membuat dirinya harus mencari cara agar mampu kembali bangkit. Tapi, harus bagaimana lagi dirinya? Dia bertanya-tanya bagaimana bisa bangkit tanpa seorang Anak yang menjadi penyemangatnya?

"Kita nggak perlu saling menyalahkan Suf. Safa milik Allah, dan tidak ada hakku untuk menyalahkan takdir yang Allah sudah beri terhadap dia."

Tegar, setegar itu Nazwa dia bahkan bisa tenang ketika orang yang paling ia sayang pergi meninggalkan dirinya.

"Tapi Naz, selama ini aku sudah salah. Aku salah terhadap kalian berdua," ucap Yusuf histeris.

Nazwa menggeleng, melepaskan pelukan Yusuf dan kembali berucap "Kalau kamu salah, apakah kamu bisa mengembalikan waktu untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahanmu setidaknya agar tidak berujung penyesalan bagimu seperti sekarang ini? Waktuku untuk Safa sudah ku pergunakan dengan sebaik mungkin," ucap Nazwa lalu berdiri pergi dari hadapan Yusuf.

Sesampainnya di tempat keluarganya berkumpul, Nazwa segera menenangkan Ummi, Abi, Ayah, beserta Ibunya. Iya, dia tidak ingin membuat Safa kecewa dengan kesedihannya.

"Mas Gibran, Nazwa kuat bangett Yaa Allah," ucap Azkia dengan tangisannya yang pecah.

"Husss...nggak usah nangis, kita harus urus Safa sampai dia di makamkan," ucap Nazwa pelan, namun dengan air mata yang mengalir juga senyum yang tak hilang dari wajahnya.

"Safa sudah tenang kok, dia pasti tengah bahagia karena bertemu Neneknya dan kedua orang tua kandungnya. Terimakasih yah Kia sudah sayang sama Safa, tugas kita sudah selesai," ucap Nazwa sembari menggenggam tangan sahabatnya.

Bariq lalu menarik tubuh anaknya dan memeluknya dengan erat.

"Ayah."

Tangisan Nazwa pecah, tubuh hangat yang selalu menjadi tempatnya pulang. Bariq adalah saksi rasa sakit dan perjuangannya selama ini. Bahkan, Ayahnya itu sangat banyak membantunya mewarat Safa. Lelaki yang selalu menjadi sosok hebat di mata Nazwa.

"Nak..kalau ingin menangis, silahkan menangis. Jangan menahan diri, Ayah ada untuk kamu disini," ucap Bariq membelai tubuh Nazwa.

"Yah, Nazwa sampai kehabisan kata-kata untuk ini Ayah. Begitu sakit Ayah, Safa selama ini sudah sabar denganku bahkan bisa bertahan di tengah badai keluarga kami Ayah. Dia belum bahagia hingga akhirnya memilih meninggalkanku sendiri," ucap Nazwa di sela-sela tangisnya.

Hingga, tubuh safa keluar dari ruang persiapan dan ambulance sudah menanti tubuh anak itu untuk segera di antarkan. Gibran menepuk pelan bahu Nazwa lalu mengangkat tubuh Safa di mobil ambulance.

"Ayo Mas, di angkat ponakannya," ucap Fauzan.

"Iya Bi."

Nazwa menatap kosong kerah jenazah Safa. Dengan meninggalnya Safa, akankan kebahagiaannya juga terkubur bersama Safa?

"Ayah temanin kamu di ambulance, ada Ibu ada Ummi Ruqaiyyah dan Abi Fauzan. Semua ada untuk kamu dan Safa nak. Lihat sahabatmu Azkia, dia sedari tadi sibuk menelpon pegawai toko untuk pergi kerumahmu dan berbenah di sana. Mereka semua perhatian karena menyayangi kalian," ucap Bariq.

"Oke Nis, Safa akan pulang. Bilang sama Anak-Anak yang lain yah," ucap Azkia yang terlihat tengah menelpon.

Nazwa menatap sekelilingnya, iya semuanya bergegas mengurus Safa. Bahkan, Yusuf sedari tadi sudah datang dan turut membantu menangkat jenazah Anaknya itu.

Setelah jenazah Safa masuk di ambulance, Yusuf dan Nazwa juga ikut masuk kesana. Duduk bersampingan membawa Anak yang dulunya hadir menjadi kebahagiaan di tengah rumah tangga mereka.

Nazwa menatap kosong jalanan yang mereka lewati dengan ingatan indah tentang Safa sementara itu Yusuf tak henti-hentinya menitikkan air mata karena rasa bersalah yang terus menghantui pikirannya.


*****
Setelah sekian lama tidak update, akhirinya hari ini bisa kembali menyapa kalian. Semoga nggak lupa yah hehe🤎

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Where stories live. Discover now