Hidup baru

1.3K 67 12
                                    

Aku tersenyum ketika melihat mobil Ayah yang baru saja masuk ke pekarangan rumahnya. Iya, setelah berapa tahun lalu Ayah mengurus orang yang akan mengurus rumah makan di tempat lama, akhirnya kini ia pindah di tempatku dan bersama-sama Mas Yusuf membangun rumah makan yang mereka rencanakan dari jauh-jauh hari. Bahkan, Ayah berhasil membeli rumah di perumahan kami dan jaraknya hanya satu rumah saja. Aku tahu beliau harus mengeluarkan semua tabungannya namun, ketika aku berkomentar tentang tempat yang mahal ini dia selalu berbicara kalau kebahagiaannya tidak bisa di ukur dengan uang.

Kakiku bergerak menuruni anak tangga dan langsung berjalan ke rumah Ayah. Di sana, sudah terlihat Ayah dan Ibu yang baru saja keluar mobil dan sedikit kerepotan membawa barang-barang.

"Ayah, Ibu. Kok cepat banget perginya," ucapku sembari mengambil kantong kresek yang di pegang Ibu.

"Iya nih. Ibu mu terus mengoceh tentang Safa, dia takut Safa kalau pulang rumah nggak ada teman karena kamu akhir-akhir ini sibuk di toko kue," jawab Ayah cepat.

Aku terharu menatap Ibu, jujur Ibu Sofia bukanlah Ibu kandung yang melahirkanku. Namun, perlakuannya selama ini ia berusaha menjadi Ibu yang baik untukku dan juga berusaha menjadi Nenek yang baik untuk Safa.

"Ibu, Ibu kok romantis sekali. Terimakasih yah Bu," ucapku lalu memelukknya.

Ibu tertawa lalu membalas pelukanku.

"Apasih yang nggak untuk anakku ini. Kita masuk aja yuk, ini Ibu ada oleh-oleh untuk kamu. Kayaknya Yusuf dan Safa juga suka deh," balas Ibu lalu menarik tanganku.

Di dalam aku melihat Mbok Tri yang tengah beres-beres rumah. Yah, hanya Mbok Tri seorang yang mengetahui bahwa aku anak kandung Ayah. Bahkan kedekatanku dengan Ayah dan juga Ibu di anggap Mas Yusuf wajar karena mereka seusia Ummi dan Abi dan memang akhir-akhir ini mereka juga sibuk dan sangat jarang menangkat teleponku.

"Nyonya, akhir-akhir ini udah jarang kemari loh," tegur Mbok Tri.

Aku tersenyum.

"Iyanih Mbok, soalnya di toko lagi sibuk-sibuknya. Mbok Tri apa kabar?" Tanyaku padanya.

"Alhamdulilah baik. Nyonya sendiri bagaimana?" Tanya Mbok Tri lagi.

"Alhamdulilah baik, yaudah saya kedapur dulu yah? Ibu udah panggil."

Setelah sampai di dapur, aku melihat Ibu yang tengah membuat teh dan mengeluarkan bolu yang aromanya tercium sangat wangi.

"Maa syaa Allah Bu, wangi banget. Ini bolu apa namanya? Aku baru lihat," ucapku lalu menarik kursi.

Ayah spontan memotongkanku dan menyuapiku.

"Ini bolu rempah, ini nih oleh-oleh yang Ibu bawa untukmu. Ini enak banget loh," jawab Ibu.

"Enak," ucapku dengan mulut yang penuh dengan bolu.

Ayah dan Ibu terkekeh. Oh, lihatlah bahkan aku seperti anak kecil berada di sekeliling orang-orang yang ku sayangi.

"Nak, waktu Ayah ke rumah makan puncak. Ayah sempat melihat Yusuf dan juga asistennya itu yang namanya," ucapnya sembari berpikir.

"Khalisa?" Jawabku cepat.

"Nah iya itu. Mereka tengah makan berdua di sana, tapi Ayah buru-buru jadi nggak menyapa mereka deh," sambung Ayah lagi.

Sungguh aku di buat terkejut, seketika perasaanku tak enak. Mas Yusuf bersama Khalisa di rumah makan Ayah? Makan berdua pula.

"Ih Ayah, siapa tahu saja mereka nggak hanya berdua. Kan kamu tahu sendiri Yusuf itu sibuknya kebangetan, kalau pergi ke suatu tempat pasti urusan pekerjaan dan pasti dia juga bareng-bareng tim," ucap Ibu yang tengah menuangkan teh di gelasku.

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Onde histórias criam vida. Descubra agora