Safa

1.1K 61 5
                                    

Hasan terpaku pada seorang wanita yang berjalan keruang belajar anak kelas satu. Seperti biasa, hatinya berdebar ketika melihat Nazwa. Ia tidak bisa mengelak tentang perasaannya bahwa ia masih mencintai Nazwa. Kakinya perlahan berjalan mendekati Nazwa, sepertinya menyapa Nazwa bukanlah hal yang buruk bukan?

"Assalamualaikum Ibu Nazwa, kenapa bisa secepat ini kesekolah?" Tanya Hasan basa-basi.

"Waalaikumsalam, hari ini saya mau menyiapkan hadiah untuk anak-anak yang berhasil menyetor hafalan dengan baik dan juga memberi hadiah karena mereka sudah bekerja keras," jawab Nazwa.

Nazwa tak lagi dingin seperti dahulu itu yang Hasan rasakan akhir-akhir ini. Bahkan, Hasan beberapa kali menerima hadiah beberapa kue-kue buatan Nazwa. Sempat berpikir bahwa Nazwa merespon perasaannya namun segera ia buang jauh-jauh pikiran itu karena, Nazwa adalah istri sepupunya sendiri.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Hasan.

Nazwa sedikit berpikir, lalu melihat beberapa isi paperbag.

"Sepertinya beberapa belum sempat saya bungkus, mungkin Bapak Hasan boleh bantu," jawab Nazwa lalu menyerahkan paperbag tersebut.

Hasan mengangguk lalu mereka memutuskan untuk duduk di sebuah bangku di depan kelas setelah itu, bergerak membungkus dengan rapi mainan dan juga buku-buku yang sudah Nazwa sediakan.

"Banyak sekali hadiah yang kau bawa. Apa tidak memberatkanmu?" Tanya Hasan yang masih fokus.

"Nggak, Mas Yusuf turut membantuku membelikan anak-anak hadiah. Dia suka kalau anak-anak menerima hadiahnya dengan hati yang senang."

Hasan tersenyum simpul "Yusuf memang seperti itu. Dia royal, penuh kasih, bahkan hatinya cepat luluh dan juga kasihan. Kalau mau di kata kau adalah salah satu wanita yang beruntung karena hidup berdampingan dengan lelaki seperti Yusuf. Dia hampir sempurna."

"Aku benar-benar beruntung," jawab Nazwa setuju.

"Tidak perlu risau tentang dirinya, aku tahu ketakutanmu pasti selalu ada karena ia selalu keluar kota. Yang jelas, Yusuf tidak akan melakukan hal yang tidak baik," ucap Hasan lagi.

"Nah siap," sambung Hasan.

"Yang besar ini untuk siapa? Kok dia sedikit berbeda dari yang lain yah?" Tanya Hasan lagi.

"Oh yang ini untuk Safa. Sedikit spesial dari yang lain karena dia cukup berhasil membuatku langsung sayang padanya."

"Nazwa, kau tahu keadaan Safa?" Tanya Hasan.

"Tidak banyak. Yang aku tahu, Safa hidup bersama Neneknya karena orangtuanya sudah meninggal dunia," jawab Nazwa.

"Jauh dari itu, Safa adalah anak yang hebat. Sekarang, Neneknya tengah berjuang menghadapi sakit, bahkan beliau menggantungkan hidupnya kepada keluarga yang masih mau membantu. Sepulang sekolah, Safa ke rumah Bibinya dan membantu pekerjaan rumah Bibinya, setelah pekerjaannya kelar ia di upahi uang sepuluh ribu untuk jajan esok hari dan selalu di beri makanan sisa untuk di bawahnya pulang," ucap Hasan dengan suara kecil.

Nazwa terkejut mendengar fakta mengenai Safa ini, ternyata Safa jauh lebih besar cobaannya di bandingkan dia. Ini adalah pukulan keras baginya yang suka mengeluh dan selalu menyalahkan Allah atas setiap keadaannya.

"Pulang sekolah mungkin kita bisa bareng-bareng ke rumah Safa," ucap Nazwa.

Hasan mengangguk sebagai jawaban.

"Membicarakan mengenai hidup Safa, saya tidak berniat membuatmu merasa simpati terhadapnya. Hanya saja, Safa bisa menjadi pengingat kita agar terus bersyukur. Di balik banyak kelebihan yang kita lihat di sekolah, ada kisah hidup yang pantas di jadikan pelajaran," ucap Hasan lagi.

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Where stories live. Discover now