2. Jeffriyan Brengsek!

17.3K 1.1K 117
                                    

Siang, jangan lupa komennya!
.
.
.

“Kay, udah seminggu lho lo gak ke kantor.” Danela meletakkan sebuah kotak berisikan martabak manis pesanan Mikaya di meja ruang tengah, tepat di depan Mikaya.

“Ada lo ini yang ngurus,” sahut Mikaya. Dibukanya kotak martabak itu dan mengambil sepotong martabak bertoping keju.

“Tapi 'kan lo bosnya.”

“Justru gue bosnya, gue bayar lo biar ada yang bantu gue.” Danela mendorong kepala Mikaya, membuatnya dapat cibiran dari sahabatnya sekaligus atasannya. “Sialan lo Dan.”

“Lagian lo tumben banget males ke kantor. Padahal di rumah juga gak ngapa-ngapain, masak diurus pembantu, baju di laundry, kerjaan lo cuma tidur-tiduran gak jelas,” kata Danela.

Seminggu Mikaya tak pergi ke kantor, tepatnya tidak keluar rumah. Dia mempercayakan kantor pada Danela. Entahlah, Mikaya merasa malas meninggalkan rumah semenjak bertemu Jeffriyan minggu lalu. “Gue butuh waktu buat istirahat aja,” sahut Mikaya.

Danela menghela napasnya. Diusapnya bahu Mikaya. Danela paham bagaimana perasaan sahabatnya, ikut kesal pada Jeffriyan yang memperlakukan Mikaya seperti boneka. Padahal Mikaya tulus mencintai Jeffriyan. Masih terbayang oleh Danela girangnya Mikaya saat Jeffriyan melamarnya di sebuah restoran mewah. Semalaman Mikaya tak berhenti bercerita, mengatakan pada Danela betapa beruntungnya dia bisa bertemu dengan lelaki seperti Jeffriyan. “Yaudah, lo istirahat selama yang lo mau. Biar jadwal lo gue yang handle, lagipula besok cuma acara peresmian panti asuhan yang dibangun atas kerja sama perusahaan lo dan perusahaan orang tuanya Jeffriyan.”

“Besok?” tanya Mikaya.

Danela mengangguk. “Iya, lo gak usah dateng. Gue denger-denger besok Jeffriyan juga dateng ke acara peresmian itu.”

“Gak, gue mau dateng. Lo jemput gue besok.”

“Hah? Serius lo? Nanti kalau ketemu Jeffriyan gimana?”

“Justru biar kita ketemu. Kalau gue gak dateng, Jeffriyan pasti bakal mikir gue lemah, gue kalah dari dia, padahal enggak. Gue mau nunjukkin ke Jeffriyan kalau gue gak semudah yang dia pikirin.”

“Tapi lo beneran gak apa-apa?” tanya Danela, memastikan.

Mikaya mengangguk yakin, meski hati terkecilnya berbisik tidak.

***

Berbalut midi dress putih, Mikaya bercermin, mengaggumi penampilannya sendiri. Dia memoles tipis wajahnya dan menguncir rambutnya dengan pita. Sepuluh menit lagi Danela akan menjemputnya untuk berangkat bersama ke panti asuhan yang rencananya diresmikan hari ini.

Suara klakson mobil terdengar dari luar, Mikaya meraih tasnya lalu menyusul Danela. Dalam perjalanan menuju panti, banyak yang Mikaya pikirkan. Terutama perihal orang tua Jeffriyan. Hubungan Mikaya dan orang tua Jeffriyan, sedikit merenggang setelah perceraian Mikaya dan Jeffriyan. Mikaya tidak pernah datang ke rumah orang tua Jeffriyan lagi, padahal sebelum Mikaya menikah, setidaknya satu minggu sekali Mikaya mengunjungi rumah orang tua Jeffriyan. Mikaya sudah menganggap keduanya seperti orang tua sendiri, pun sebaliknya. Apalagi orang tua Mikaya dan orang tua Jeffriyan dulu saling mengenal. Namun ulah kurang ajar Jeffriyan merubah segalanya. Mikaya membeberkan taruhan yang Jeffriyan lakukan pada kedua orang tua lelaki itu, sehingga mereka menanggung malu pada Mikaya atas ulah si putra bungsu.

Kedatangan Mikaya di panti, bersamaan dengan kedatangan Jeffriyan. Mikaya menatap sinis mantan suaminya yang berdiri di seberang saat tak sengaja bertemu pandang. Jeffriyan hanya melemparkan senyum simpul. Anehnya senyuman Jeffriyan berhasil memancing emosi Mikaya. Namun dia harus bersabar, Mikaya tak mungkin memaki Jeffriyan di depan orang banyak. “Mikaya.” Mikaya menoleh, sesosok wanita paruh baya yang tak asing lagi bagi Mikaya tengah tersenyum ke arahnya.

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang