35. Salah Gue?

6.7K 709 116
                                    

MALAM GAISSSS!!!

MALAM MINGGUNYA BACA WATTPAD ASEM AJA YUK!
.
.
.

Jendra berjalan mundar-mandir di depan gerbang rumah Mikaya. Berulang kali dia melihat ke arah pintu rumah Mikaya yang tertutup rapat. Jendra sungguh khawatir dengan keadaan pemilik rumah di dalam sana. Mikaya menolak bertemu sejak kemarin, tepatnya setelah kebohongan Jeffriyan terbongkar. “Mas Jendra.” Jendra menoleh, membuang napas lega melihat kedatangan Danela. Jendra menghubungi sahabat Mikaya tersebut, sebab Jendra tahu dia tidak akan bisa menemui Mikaya untuk saat ini. “Mikaya gimana?” tanya Danela khawatir. Dirinya sudah diceritakan sedikit oleh Jendra mengenai apa yang terjadi pada Mikaya.

“Dia gak mau keluar. Gue juga gak dibolehin masuk sama Pak Bono,” jelas Jendra.

Danela melihat ke arah Pak Bono. “Pak, biarin saya masuk. Saya harus samperin Mikaya,” pinta Danela pada Pak Bono.

“Maaf Mbak, tapi Mbak Mikaya berpesan supaya gak ada seorangpun yang boleh masuk ke rumah ini,” balas Pak Bono mengingat perintah majikannya.

“Tapi Mikaya lagi hamil Pak. Saya khawatir sama dia dan anaknya. Kalau Mikaya kenapa-napa, Bapak mau tanggung jawab?” tanya Danela. Pak Bono kelihatan bingung untuk menjawab pertanyaannya. “Mikaya gak ngebolehin orang lain masuk, tapi saya bukan orang lain Pak, saya sahabatnya Mikaya. Bapak tau gimana deketnya Mikaya dan saya.”

“Yaudah Mbak Danela boleh masuk, tapi Mas Jendra tetap tunggu di sini,” putus Pak Bono. Dia membuka pintu gerbang, membiarkan Danela masuk.

“Dan,” panggil Jendra dari luar gerbang.

Danela mengangguk paham. “Lo tenang aja Mas, urus aja adek lo. Biar gue urus Mikaya.” Danela melangkah masuk ke dalam rumah, tak menemukan siapa-siapa di sana. Mikaya yang biasa duduk di ruang keluargapun tidak ada. Danela naik ke lantai atas, menyusuri anak tangga satu persatu, sampai tiba langkah kakinya di depan kamar utama. “Kay?” Danela mengetuk pintu kamar Mikaya, tak ada sahutan dari dalam. Tangan Danela turun ke gagang pintu, diputarnya gagang tersebut. Ternyata Mikaya tak menguncinya. Danela masuk, dia masih belum menemukan keberadaan Mikaya. Kasur sahabatnya kelihatan rapih, seperti baru dibersihkan.

“Hoeek.”

“Kay?” Danela berjalan ke kamar mandi saat suara itu terdengar. Tanpa aba-aba, Danela membuka pintu kamar mandi, terkejut menemukan Mikaya sedang terduduk di depan closet dan tengah memuntahkan isi perutnya. “Yaampun Mikaya.” Danela berjongkok, mengusap-usap punggung Mikaya.

“Hoeek.”

Perut Mikaya teramat mual. Dia terus muntah, tapi hanya cairan bening yang keluar dari mulutnya.

“Perut gue sakit Dan...” lirih Mikaya.

“Kita berobat mau?” tawar Danela.

Mikaya menggeleng.

Danela menarik napasnya dan membuangnya pelan. “Karena Jeffriyan 'kan?” tanya Danela.

Mikaya hanya diam. Tatapannya masih seperti kemarin, kosong dan tidak berbinar.

“Gue udah nebak hal ini bakal terjadi,” kata Danela. Dia menatap Mikaya penuh ketidaktegaan. “Kay, gue punya alasan kenapa gue gak pernah setuju lo balikan sama Jeffriyan. Salah satunya ini, Jeffriyan brengsek, dia cuma mempermainkan lo. Sebenernya gue udah dua kali mergokin Jeffriyan jalan sama cewek lain, cewek yang pernah lo ceritain ke gue, kalau gak salah Medina namanya.” Sejak awal Mikaya memberikan kesempatan kedua pada Jeffriyan, Danela tak pernah setuju. Karena Danela tahu jika Jeffriyan tak cukup baik untuk Mikaya. Tidak hanya sekali, Danela sudah dua kali memergoki Jeffriyan pergi bersama Medina ketika Mikaya sibuk.

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang