16. Kejepit

8.4K 734 110
                                    

JANGAN LUPA KOMENNYA!!
.
.
.

Kedua sudut bibir Mikaya terangkat menemukan Jeffriyan tertidur di sofa ruang tamunya pagi ini. Jeffriyan tak pulang, dia menginap di rumah Mikaya, berjaga-jaga apabila mantan istrinya membutuhkan sesuatu di malam hari. Mikaya berlutut di hadapan Jeffriyan, menatap lekat pahatan wajah Jeffriyan yang menurutnya sempurna. Rahang Jeffriyan yang tegas, hidung mancungnya yang indah meski dilihat dari berbagai sudut, dan bibir merahnya yang tak pernah gagal menggoda iman Mikaya. “Sadar Kay sadar.” Mikaya memukul kepalanya sendiri, membawa dirinya agar tak jatuh lebih dalam lagi ke imajinasinya yang semakin liar. Tapi tak bisa, Mikaya wanita dewasa yang sudah pernah melakukannya, pikirannya dibuat semakin melayang kala mulut Jeffriyan terbuka. Ingin rasanya menyapa ruang lembab itu, namun Mikaya tahu dia tak akan bisa melakukannya tanpa persetujuan Jeffriyan. Hubungan mereka tak seleluasa dulu.

“Mau kerja?” Mikaya terlonjak kaget saat Jeffriyan tiba-tiba bertanya. Dia panik, takut Jeffriyan memergokinya yang sedang berimajinasi liar.

“Kay?” panggil Jeffriyan lagi.

“Ah? Iya, gue mau kerja.” Mikaya berdiri.

“Udah sarapan?” tanya Jeffriyan.

Mikaya menggeleng. “Belum.”

“Alya masak gak?”

“Enggak, Alya gak di rumah hari ini. Pagi tadi dia pamit mau jenguk orang tuanya yang lagi sakit.”

“Yaudah kita cari sarapan di luar, lo tunggu sini, gue mau cuci muka dulu.”

“Gak usah Jeff, gue udah telat ke kantor,” tolak Mikaya.

Jeffriyan merotasikan bola matanya malas. “Lo bosnya, siapa yang berani ngomelin lo kalau lo telat? Pokoknya gak ada alesan, lo harus sarapan. Tunggu sini,” tegas Jeffriyan, kemudian meninggalkan Mikaya untuk membasuh wajahnya. Mikaya tersenyum simpul mengiringi langkah Jeffriyan, dia merasa senang mendapat perhatian dari lelaki itu meski kemarin sempat kesal sebab Jeffriyan pergi bersama Medina. Namun Mikaya telah melupakan kejadian tersebut, menganggap jika tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

Keluar bersama dari dalam rumah, Jeffriyan dan Mikaya berpapasan dengan Jendra yang sepertinya akan berangkat ke kantor juga, terlihat dari pakaiannya yang rapih dan mesin mobilnya yang sudah menyala. “Mau berangkat lo?” tanya Jeffriyan pada sang kakak.

“Iya.” Jendra mengalihkan pandangannya pada Mikaya. Tersenyum mendapati wajah Mikaya yang nampak lebih berseri hari ini. “Lo mau berangkat ke kantor Kay?”

“Belum Mas, mau cari sarapan dulu,” balas Mikaya.

“Ikut sekalian aja Jen, lo belum sarapan 'kan?” tanya Jeffriyan.

“Belum sih.” Jendra memandangi Jeffriyan dan Mikaya bergantian. Dia ingin ikut, tapi Jendra rasa waktunya kurang tepat. Jendra tahu betapa cintanya Mikaya pada Jeffriyan, dia ingin memberikan Mikaya kesempatan agar dapat merebut hati adiknya. “Tapi nanti aja di kantor, gue ada rapat setengah jam lagi.”

Jeffriyan mengangguk paham. “Yaudah kita jalan duluan.” Jeffriyan berjalan mendahului Mikaya.

“Jeff,” panggil Jendra.

Jeffriyan menoleh ke belakang. “Apaan?”

“Jalannya jangan cepet-cepet, kasian Mikaya harus ngejar lo,” kata Jendra.

Jeffriyan melihat ke Mikaya. Dia menghela napasnya panjang, lantas memundurkan langkahnya kembali, mensejajarkannya dengan Mikaya. Jeffriyan menggandeng tangan Mikaya tanpa izin, membuat Mikaya sedikit terkesiap karena tidak mengantisipasinya. Sentuhan sekecil apapun, jika Jeffriyan yang melakukannya, Mikaya menjadi berdebar tak karuan. “Mau cari makan ke mana?” tanya Jeffriyan sembari berjalan.

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang