4. Ayam Geprek

12.8K 1.1K 146
                                    

Selamat soreeee!!!!
.
.
.

Sorot matahari yang masuk melalui jendela, mengusik Jeffriyan dari tidurnya. Lelaki itu meringis, membuka matanya perlahan. Kepala Jeffriyan terasa berat, perutnya sedikit mual, dia lalu menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang, memijat pelipisnya yang berdenyut. Ketika pandangannya sudah benar-benar jelas, Jeffriyan baru menyadari jika ini bukan di rumah atau apartemennya. Ruangannya dominan putih, hanya ada satu lemari dan kamar mandi. Jeffriyan tidak asing dengan ruangan ini, dia pernah dua kali menginap dan tidur di tempat ini. Pertama, tahun lalu saat si pemilik rumah berulang tahun, di mana keduanya merayakan sampai larut malam yang membuat Jeffriyan malas pulang, kedua, sepulangnya si pemilik rumah dari luar kota dua bulan lalu, Jeffriyan berdalih rindu, ingin menatap si pemilik rumah lebih lama yaitu, Mikaya.

Menginap, memeluk, sampai mencium Mikaya seringkali Jeffriyan lakukan dulu, memperlakukan wanita itu seolah-olah dia adalah satu-satunya lelaki yang paling mencintai Mikaya. Memberikan hadiahpun Jeffriyan tidak segan, apapun dia lakukan selagi membuat Mikaya tersenyum atau lebih tepatnya membuat Mikaya percaya pada penghianat sepertinya.

Sejenak Jeffriyan berpikir, mengapa dirinya bisa sampai di ruangan ini, kamar tamu rumah Mikaya. Namun Jeffriyan tidak ingat apa-apa, bahkan dia tidak ingat sejak kapan kemejanya berganti menjadi kaos hitam berlengan pendek. Dan anehnya, Jeffriyan menemukan jam tangan favoritnya yang sudah beberapa minggu ini hilang dan berusaha dia cari, sekarang melingkar di tangan kirinya. “Mas Jeffriyan.”
Jeffriyan melihat ke arah pintu, menemukan Alya di sana.

“Karena Mas udah bangun, boleh langsung pergi. Tapi jangan lupa bawa ini.” Alya menghampiri Jeffriyan, memberikan dua kotak bekal makan padanya.

“Ini apa?” tanya Jeffriyan bingung.

“Ayam geprek.”

“Ayam geprek?”

“Mas, saya permisi dulu ya. Masih banyak kerjaan,” pamit Alya.

“Sebentar, Mikaya mana?” tanya Jeffriyan.

“Mbak Mikaya ada di depan, lagi siap-siap berangkat kerja.”

Jeffriyan bergegas keluar kamar tamu sambil membawa dua kotak bekal yang diberikan Alya padanya. Dia mencari keberadaan Mikaya, dan menemukan mantan istrinya yang sudah rapih dengan pakaian formal sedang menuruni anak tangga. “Kay,” panggil Jeffriyan. Dia merasa ada yang perlu diluruskan di sini.

Mikaya tak menggubris, dia melewati mantan suaminya. Sampai di depan pintu, Jeffriyan menahan tangan Mikaya. “Apa?” tanya Mikaya tanpa ekspresi.

“Ini apa?” tanya Jeffriyan sambil menunjuk kaos yang dikenakannya.

“Kaos,” sahut Mikaya cuek.

Jeffriyan berdecak. “Iya gue tau ini kaos, tapi kenapa bisa dipake gue? Terus kenapa jam tangan gue yang ilang tiba-tiba ada di tangan gue sekarang? Dan yang paling mengusik gue, kenapa gue bisa ada di sini?”

Mikaya tersenyum sinis. Dia menyilangkan tangannya di depan dada, menatap Jeffriyan remeh. “Harusnya gue yang tanya, kenapa lo bisa ada di rumah gue? Malam-malam nerobos masuk rumah orang, dilarang malah ngamuk.”

“Gue?” tanya Jeffriyan.

“Ya siapa lagi? Lo gak inget?”

Jeffriyan menggeleng.

Tangan Mikaya turun. Tatapannya berubah serius. “Lo bener-bener gak inget?” tanya Mikaya lagi, memastikan.

“Enggak.”

“Berarti gak inget juga sama ucapan gue semalam?”

Jeffriyan berdecak. “Gue gak inget apa-apa, yang gue inget itu gue datang ke klub buat pesta sama—”

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang