11. Wisata Masa Lalu

7.8K 764 120
                                    

Hayo siapa yang udah nungguin?!
.
.
.

Saat itu, masih dalam masa pendekatan dan tidak memiliki hubungan lebih dari teman, Jeffriyan mengajak Mikaya ikut serta untuk merayakan malam tahun baru bersama yang rencananya akan diadakan di vila milik Erlangga di Puncak, Bogor. Sempat menolak dengan alasan sibuk kerja, pada akhirnya Mikaya ikut juga setelah Jeffriyan beratus-ratus kali menghubunginya disertai ancaman lelaki itu yang juga tak akan datang ke pesta tahun baru apabila Mikaya tidak ikut. Berbekal satu koper kecil, Mikaya dijemput oleh Jeffriyan, Erlangga, dan adik Erlangga yaitu Cassie. Teman-teman Jeffriyan yang lain juga ikut, hanya berbeda mobil.

“Senyum dong, mau jalan-jalan kok cemberut gitu,” kata Jeffriyan seraya memasukkan koper Mikaya ke dalam bagasi.

“Gue males sebenernya ikut ginian,” sahut Mikaya.

Jeffriyan tersenyum, dia menggandeng tangan Mikaya. “Tenang, ada gue kok. Yuk masuk ke mobil, lo duduk di belakang sama gue.”

Mikaya menganggukan kepala. Dalam perjalanan menuju vila, Jeffriyan tak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Mikaya. Wanita itupun tak menunjukkan penolakan, Mikaya sibuk melihat pemandangan yang semula perkotaan padat seiring dengan jalannya mobil, berubah menjadi persawahan luas bak permadani.

Jeffriyan menyandarkan kepalanya nyaman ke bahu Mikaya, matanya terpejam rapat yang mengundang perhatian Mikaya. Wanita berambut panjang itu tersenyum, lantas membelai rambut Jeffriyan tanpa sadar. Bagi Mikaya, Jeffriyan seperti bayi. Apalagi jika sudah meminta sesuatu, dia tak akan lelah merengek. “Usap terus ya Kay,” ujar Jeffriyan, seketika Mikaya menarik tangannya kembali. Dia pikir Jeffriyan sudah terlelap, tak akan sadar jika Mikaya membelainya. “Lho kok berhenti?” Jeffriyan membuka matanya kembali, menatap Mikaya penuh tanya.

“Gue pikir lo udah tidur.”

Jeffriyan terkekeh. “Belum. Tapi gak apa-apa kalau lo mau usap gue terus, gue gak keberatan.”

“Jangan mau, lo sama gue aja Kay,” sahut Erlangga.

“Ih Kak Erlangga ganggu, Kak Jeffriyan sama Kak Mikaya gemes tau,” ujar Cassie. Dia melihat ke belakang, tempat Mikaya dan Jeffriyan duduk. “Kalian udah pacaran 'kan Kak? Cepetan nikah dong. Aku gemes banget nih kalau liat yang uwu-uwuan.”

“Belum nih.” Jeffriyan mendekat pada Cassie, ingin membisikkan sesuatu. “Kak Mikaya susah di taklukan.”

“Ngomong apa lo?” tanya Mikaya.

“Lo mau gak jadi pacar gue?” tanya Jeffriyan. Belum sempat Mikaya menjawab, suara benturan keras terdengar, mobil Erlangga mengerem mendadak sampai membuat Cassie dan Erlangga terbentur dashboard mobil, Jeffriyan jatuh ke bawah, dan kepala Mikaya terbentur jendela. Masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, seseorang mengetuk jendela mobil Erlangga, meminta mereka agar segera keluar dari mobil sebab dua mobil di depan yang berbenturan keras akan meledak. “Ayo Kay, kita keluar.” Jeffriyan menggenggam tangan Mikaya, membawanya keluar dari mobil dan menepi.

Ledakan benar terjadi, Mikaya menutup telinganya kuat-kuat, tubuhnya gemetar ketakutan, pandangannya kabur.

“Mikaya.”

“Kay.”

Panggilan-panggilan Jeffriyan seakan hanya angin berlalu, Mikaya sudah tak bisa fokus. Dia teringat dengan kecelakaan tragis yang menimpa orang tuanya. “Mama...Papa.” Mikaya jatuh terduduk, dia berteriak berulang kali memanggil orang tuanya.

“Kay kamu kenapa Kay?” tanya Jeffriyan, panik mendapati Mikaya yang mulai menangis meraung-raung sambil menutup telinga.

“Aku yang salah! Aku yang salah!” Mikaya berteriak tak jelas. Segera Jeffriyan memeluk tubuh wanita itu yang gemetar.

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang