69. Bonus Chapter 2

14.6K 775 95
                                    

Huee kangen, apa kabar kaliaaaannn?!
.
.
.

Minggu pagi di rumah mewah milik sepasang suami istri paruh baya itu diawali dengan rengekan dua anak kembar yang meminta pada sang ayah untuk diajarkan mengendarai sepeda yang baru mereka dapatkan kemarin malam dari om mereka yang baru saja pulang setelah hampir enam tahun di Belanda. Sina dan Saki, begitu mata keduanya terbuka, mereka berlari mencari Jeffriyan di kamar, menarik-narik tangan ayah mereka yang belum sepenuhnya sadar dari tidur. “Daddy masih ngantuk.” Jeffriyan mengeluh, matanya sungguh berat terbuka. Tenaganya berkurang banyak sebab pekerjaan kantor.

“Ayo Daddy ajarin kita naik sepeda! Saki mau tunjukkin ke Mommy sebelum Mommy dateng ke rumah Nenek,” desak Saki. Dia dan Sina menginap di rumah orang tua Jeffriyan sejak kemarin malam. Jeffriyan sengaja mengajak anak-anaknya ke sana agar bisa memperkenalkan Sina dan Saki pada Jendra. Enam tahun tidak pernah berjumpa para keponakannya, perasaan Jendra tak karuan melihat Sina dan Saki semalam. Dia sedih, bahagia, dan merasa bersalah, perasaannya tak jauh seperti yang Jeffriyan rasakan saat pertama kali melihat Sina dan Saki.

“Saki Sina, ayo belajar sepedanya sama Om!” Jendra tiba-tiba saja menimpali. Dia menghampiri para keponakannya yang kini menindih tubuh Jeffriyan. “Kasian Daddy nya masih ngantuk tuh. Ayo sama Om aja.”

“Boleh Om?!” tanya Sina.

“Boleh dong! Lets go!”

Jendra menemani dan mengajari kedua keponakannya mengendarai sepeda di halaman depan. Dia membeli sendiri kedua sepeda tersebut begitu sampai di Indonesia. Sempat khawatir jika para keponakannya tidak menyukai hadiah darinya, ternyata Sina dan Saki sangat gembira. “Sina kayuh pelan-pelan, sepedanya Om lepas ya.” Jendra melepaskan genggamannya dari sepeda Sina, membiarkan keponakannya mengayuh sendiri. Jendra tersenyum bangga melihat Sina langsung menerapkan dengan baik apa yang sudah diajarkannya. “Bagus Sina!” Sementara Saki, dia tertinggal jauh dari Sina. Jangankan mengayuh sepeda, Saki bahkan tak bisa mengimbangi tubuhnya sendiri di atas sepeda.

“Om sepedanya gak mau jalan,” adu Saki.

“Bukan gak mau jalan, tapi Saki gak kayuh sepedanya.”

“Kalau Saki angkat kaki, nanti sepedanya jatuh Om.”

“Enggak dong, ayo Om pegangin.”

“Sina Saki!” Baru saja Jendra akan membantu Saki, teriakan Mikaya dari luar gerbang menarik perhatian. Wanita itu masuk setelah gerbang dibuka oleh satpam.

“Mommy Sina bisa bawa sepeda!” Sina mengayuh sepedanya menghampiri Mikaya.

“Hebatnya anak Mommy. Daddy yang beliin sepedanya?”

Sina menggeleng. “Om Jendra yang beliin.”

Mikaya melihat Jendra, tatapan keduanya bertemu. Mikaya melemparkan senyumannya, membuat Jendra hanya bisa tertunduk malu. Jendra malu pada dirinya sendiri yang pernah membohongi Mikaya berulang kali demi membela adiknya yang salah. “Makasih Mas,” ucap Mikaya ketika di hadapan Jendra. Jendra mendongak. Dia menganggukan kepala dua kali. “Udah lama banget kita gak ketemu. Gimana kabar lo?” tanya Mikaya.

“Baik. Lo sendiri?”

“Gue udah balik lagi ke sini, artinya gue juga baik.”

“Maafin gue Kay. Gue sangat menyesal.”

“Udah berlalu Mas, gak usah dibahas lagi.”

“Tapi kesalahan gue terlalu besar buat lo maafin gitu aja.”

“Terus lo mau gue gimana? Benci lo selamanya? Gak akan pernah terjadi Mas, lo udah gue anggap kayak Kakak gue sendiri. Dibanding kesalahan lo, baiknya lo ke gue itu jauh lebih banyak tau.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang