14. Periksa Kandungan

8.7K 789 149
                                    

Kalau mau lanjut, komennya jangan lupaa
.
.
.


Pulangnya Jendra ke Indonesia, seharusnya bisa membuat Jeffriyan lebih fokus menjaga Mikaya karena dia tak perlu memikirkan urusan kantor, tetapi yang malah terjadi, Jeffriyan justru leluasa meninggalkan Mikaya dan tak jarang meminta Jendra agar menjaga wanita hamil itu, sementara dirinya pergi entah ke mana Jendrapun tak tahu. Pekerjaan Jendra menjadi dua kali lipat sebab ulah Jeffriyan, dia mengurus perusahaan keluarganya, dan menjaga Mikaya meski secara tidak langsung. Jendra selalu menelepon Mikaya setiap dua jam sekali, memastikan Mikaya baik-baik saja juga mengingatkan Mikaya agar tidak terlalu keras bekerja.

Sambil berjalan keluar ruang meeting, Jendra menyalakan ponselnya, mencari kontak Mikaya untuk dihubungi. Dalam satu kali percobaan, panggilan itu diterima. “Halo Kay?”

Iya Mas?

Jendra melihat jam tangannya. “Udah masuk jam makan siang, lo udah makan belum?”

Belum, ini baru kelar meeting.

“Oh ya? Sama gue juga. Jeffriyan ada nelepon lo hari ini?”

Di seberang telepon, Mikaya menggeleng pelan meski Jendra tak melihatnya. Sudah beberapa hari belakangan ini Mikaya tak pernah melihat Jeffriyan, mantan suaminya juga tak pernah meneleponnya. Terakhir bertemu ketika Jeffriyan membawakan Mikaya susu hamil seminggu yang lalu, itupun Jeffriyan langsung pergi lagi, tak ada perbincangan yang terjadi. Mikaya menebak, jika perginya Jeffriyan ada hubungannya dengan Medina. “Gak ada. Mungkin Jeffriyan sibuk,” kata Mikaya.

Jendra menghela napasnya. “Yaudah, kita makan siang bareng ya. Biar gue ke kantor lo.”

Eh gak usah Mas, kejauhan kalau ke kantor gue. Kita ketemu di restoran aja mau?

“Boleh tuh, kirim alamat restonya ke gue ya Kay.”

Jendra tak keberatan meski harus datang ke kantor Mikaya yang jaraknya cukup jauh. Dia sudah menganggap Mikaya seperti adiknya sendiri, bentuk perhatian kecil sekalipun akan Jendra berikan pada Mikaya sebagai bentuk kasih sayangnya dan rasa tak enak hatinya karena Jeffriyan terlalu sering mengacuhkan Mikaya. Jendra tak ingin Mikaya merasa sedih, apalagi kondisinya sedang mengandung.

“Menunya keliatan enak-enak, gue jadi bingung,” kata Jendra selagi membaca buku menu. Dia dan Mikaya sudah berada di restoran untuk makan siang bersama. “Ada saran gak Kay?”

“Caramalized butter prawns di sini enak, salmon teriyakinya juga.”

Jendra mengangguk-anggukan kepala. “Yaudah Mbak, saya pesen itu. Adek saya gak bakal bohong kalau soal rasa. Ayam geprek buatan dia aja enak banget lho.” Jendra memamerkan masakan Mikaya pada pelayan, membuat Mikaya tersenyum malu.

“Mas, bisa-bisanya lo mamerin masakan gue ke orang restoran begini.”

“Biarin, biar mereka tau kalau lo jago masak.”

Mikaya tertawa kecil. “Ada-ada aja lo.”

Setelah pelayan mencatat pesanan Jendra dan Mikaya, keduanya melanjutkan obrolan lagi.

“Katanya perusahaan Papa sama perusahaan lo bikin panti bersama gitu ya?” tanya Jendra.

Mikaya mengangguk. “Iya, orang tua gue yang ngusulin. Katanya biar hubungan kedua keluarga semakin deket, juga sebagai rasa syukur karena kerja sama perusahaan empat tahun lalu berjalan lancar. Sayangnya orang tua gue belum sempet liat panti asuhannya jadi.” Mikaya tersenyum pahit. Dia merindukan orang tuanya.

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang