⛲RiMbun-29⛲

44.2K 6.2K 238
                                    

Hola, tekan vote dan ramaikan komen⛲

~~~~~

"Sakit?" Winter mengangguk dengan air mata yang sudah mengalir dikedua pipinya.

Saat ini Winter lagi diurut karena kakinya terkilir, Embun senantiasa menggenggam tangan Winter agar cowok itu tenang.

"Ahh..s-sakit..hiks..Mbun sakit.." rengeknya pada Embun.

Embun tertawa pelan, dia menyeka air mata Winter. Seolah sudah melupakan fakta jika 2 minggu lalu, Winter hampir menghilangkan nyawanya.

"Aduh dek, masa gitu aja ngeluh sakit." cibir nenek tukang urut.

Winter mengerucutkan bibirnya.

"Mbun, lihat nenek itu. Aku diejek." adunya seperti seorang anak yang mengadu pada ibunya.

"Malu sama umur dek, masa ngadu sih."

"Mbun liat! Nenek itu masih ngejek aku..hiks..huaaaaaa."

Baik Embun dan nenek tukang urut tertawa, ternyata Winter dan River itu sama. Sama-sama cengeng.

"Udah ih," tegur Embun.

Winter merajuk, dia memilih masuk dan bertukar dengan River. Begitu River keluar, dia langsung menjerit histeris.

"AAAKHHH SAKIT AKHH SAKIT MBUN SAKIT MBUN AAAAAAAA."

Embun tergelak kuat, dia sampai memegang perutnya saking kuatnya dia tertawa.

"Hahaha..aduh..hahaha."

"Iih, Mbun kok malah ketawa sih. Sakit tau mbuun." rengek River seraya mengusap wajahnya dibahu Embun.

Nenek tukang urut panas btw, jadi kangen suami di rumah.

"Udah dek, kakinya udah membaik. Jangan gerak-gerak dulu ya. Saya mau pulang, udah kangen suami." pamit sang Nenek.

Embun mengangguk. "Hati-hati ya Nek." balas Embun seraya menyalim tangan nenek itu.

Setelah nenek itu keluar kamar, Embun mengelus bahu River dan menenangkannya.

Dia masih berpikiran soal siapa pelaku dari pembakaran ruang inap dilantai 4 rumah sakit.

Polisi bahkan belum menemukan siapa pelakunya, kebakaran itu memakan korban 30 korban. Yang tak lain semuanya adalah bayi yang ada di kamar bayi lantai 4.

Dan lantai 4 serta 3 sudah habis terbakar.

"Mbun.."

"Kenapa sayang?"

"Bunda...kabur dari penjara."

Embun sontak diam, kedua tangannya mengepal kuat berusaha menahan emosi yang siap meledak.

Helaan napas Embun berikan.

"Kamu takut, Bunda kamu nargetkan aku?" tanya Embun.

River mengangguk pelan, wajahnya masih ada diceruk leher Embun.

"Tenang aja, pilihannya cuma 2 Riv."

"Heum? Apa itu?"

"Bunda kamu bunuh aku, atau aku yang bunuh bunda kamu."

Jantung River berdegub cepat, kenapa dia harus mengalami hal ini dan pasti akan kehilangan salah satunya.

"Udah, gak perlu dipikiri. Kamu belum makan siang kan? Sekalian minum obat."

River hanya mengangguk, pikirannya masih berkecamuk dengan hal-hal negative.

"Jangan berpikiran buruk sayang, nanti kamu drop lagi. Lihat mata kamu itu, mulai menguning. Sakit kuning kamu nih aduh, pasti kamu jarang jemur di matahari pagi?"

"Euumm.."

"Ayo minum air putih banyak-banyak. Serem tau mata kamu warna kuning gitu."

"Aaaaaa jangan gituuuuu."

"Beneran loh sayang."

"Mbun iiiih."

"Ayo makan terus minum obat."

"Tapi nanti peyuk-peyuk 1 jam ya?"

"Iya sayangkuuu."

"Nanti kalau udah nikah, peyuk-peyuknya jadi berjam-jam hehehe."

"Jauh banget pikiran kamu deh."

"Ish..kamu gamau nikah sama aku?"

"Heuum, gatau juga."

River melepas pelukannya dan menatap Embun sedih. "Kamu-"

"Bercanda sayang, aku mau kok nikah sama kamu nanti."

Nah, senyum terulas diwajah River setelah mendengar jawaban itu.

Dia langsung memeluk Embun lagi dan mendusel lagi. Tak lupa mengecup-ngecup leher Embun pelan.

Sayang banget sama Mbun, gamau kalau Mbun pergi. River gak bakal sanggup. Batin River lirih.

Dia hanya punya Mbun, Ayahnya sendiri dia tak tau rimbanya, kerja terus tanpa tau apa yang terjadi pada keluarganya.

®^^®

Bersambung😾

My Spoiled River [Selesai]Where stories live. Discover now