28 ||Manja

56K 5.3K 149
                                    

Jangan lupa vote nya besti
❤️
••••

"Capek," gumam Vea yang berada di gendongan Agav

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Capek," gumam Vea yang berada di gendongan Agav.

Agav menurunkan Vea di kasur gadis itu, ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.

"Gue pulang ya," ujar Agav.

Vea mendongak, pandangannya berubah sendu. Bibir mungilnya itu berkerucut sebal.

"Gak!"

"Boleh pulang ya, udah mau magrib. Lo juga butuh istirahat, belum mandi juga nih, masih bau asem," ucap Agav berjongkok di hadapan Vea.

Kepala Vea menggeleng kesal. "Gak!"

Agav berhembus sabar. "Iya gak pulang, mandi gih. Keburu malam."

"Mandiin," ucap Vea.

Mata gadis itu membulat, ia menutup mulutnya spontan. Ia melirik Agav di depannya.

"Apa sayang?" tanya Agav dengan senyum di bibirnya.

Vea menunduk malu, ia berdiri dan merampas handuknya kasar. Agav dengan santai menarik pergelangan tangan Vea, menjatuhkan tubuhnya ke kasur dan Vea yang jatuh di atas tubuhnya.

Tangan Agav memeluk pinggang Vea lembut, membalikkan tubuh gadisnya menjadi di bawah. Sementara Agav yang menopang tubuhnya agar tak menimpa gadis itu.

"Gimana sayang? Jadi gue mandiin?" tanya Agav tersenyum nakal.

"Anu, itu emmm, gue mau bab Gav, minggir!" ucap Vea gelagapan. Gadis itu mendorong tubuh Agav, lalu lari terbirit-birit ke dalam kamar mandi.

Suara gesekan pintu dengan lantai, Agav menoleh. Ia menatap Revira, mama Vea.

"Agav, turun gih. Papanya Vea nunggu kamu di bawah," ucap Revira lembut.

"Iya mah," jawab Agav.

Beberapa piala dan buku cetak tebal tentang senjata tajam tersusun rapi di rak buku yang sengaja di taruh di samping TV. Agav memegang dadanya yang berdetak tak karuan. Begini ternyata rasanya mempunyai pacar yang ayahnya seorang mantan mafia. Bisa habis ia di jadikan daging cincang.

"Ehmm, kenapa melihatnya seperti itu?" tanya Alex membuat Agav menoleh kaget.

"Keren Pah," ucap spontan Agav dengan menyebut Alex dengan sebutan papa.

Alex mengernyitkan keningnya. "Papa?"

"Maaf om," ujar Agav menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.

"Panggil papa saja biar sama seperti Vea, duduk! saya mau mengajakmu bermain catur," ucap Alex.

Agav mengangguk pasrah, permainan catur nya itu sangatlah minim. Bisa buat malu ia nantinya.

"Kenapa? Tidak bisa bermain?" tanya Alex dengan senyum sinis.

"Iya Pah," jawab Agav.

Alex menghela nafas lelah, ia menghidupkan TV dan menepuk sofa di sebelahnya.

AGAVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang