Bab 2 - Hamil Bukan Lomba, Mas!

3K 160 1
                                    

"Tapi aku belum memiliki pengalaman kerja, Dit." Nada membolak-balikan selebaran yang diberikan oleh Adit Zuk yang duduk di depannya.

Adit Zuk---laki-laki. Teman SMA Nada ini bekerja pada salah satu radio terkenal di Kota Malang---Bintang Bersinar FM sebagai penyiar. Dia sudah menikah muda pada usia dua puluh empat tahun, dengan seorang gadis yang sebaya. Sama seperti dirinya dengan Dewa.

"Dicoba dulu, buruan kamu kirim surat lamaran. Katanya kamu pengin bekerja?" Adit meyakinkan Nada. Sembari menyesap minuman yang dia pesan---ya, mereka sedang berada di kedai kopi.

Ya, pada usia pernikahan yang baru saja menginjak empat bulan. Nada bosan di rumah, dia sangat ingin bekerja. Untuk mencari pengalaman pertamanya di dunia ini.

Dewa, suaminya sudah bekerja sebagai seorang tenant relation muda di salah satu pusat perbelanjaan ternama Kota Malang. Sejak dua minggu usia perkawinan mereka.

Ya, sudah menjadi tugas utama seorang suami untuk mencari nafkah. Meski kedua orangtuanya sama-sama memiliki usaha tiga rumah kos-kosan dengan empat puluh penghuni, tetapi dia tidak mau merepotkan mereka.

Baginya menjadi seorang mandiri itu bisa kuat dalam segala keadaan yang ada.

Nada masih memikirkannya dengan matang-matang, tetapi kesempatan tidak datang dua kali. Akhirnya Nada mencoba mengikuti omongan Adit.

"Oke, besok pagi aku akan ke sana," Nada melipat kertas itu yang sudah tertera alamat radionya.

Nada berpamitan kepada Adit, dia takut kalau suaminya sudah pulang ke rumah. Karena belum memasak untuk menu makan malam. Dewa sudah mengerti hubungan persahabatan antara Nada dengan Adit.

---

Rumah bergaya minimalis ini terletak pada satu komplek perumahan ternama. Ditempati oleh Dewa dan Nada berdua---hasil pemberian empat orangtua mereka sebagai kado pernikahan dan atas pencapaian nilainya yang bagus. Cum laude.

Dewa belum sampai di rumah, Nada melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukan pukul lima sore.

"Tumben Mas Dewa belum pulang ya?" Nada berlalu menuju dapur dan membuka isi kulkas.

Ya, segala keperluan rumah tangga sudah dipenuhi oleh Dewa, jika dia tidak bekerja memang bukan suatu masalah. Tetapi Nada sering dilanda kebosanan.

Perempuan itu segera mengikat rambutnya yang tergerai dan mulai memasak---dengan bahan-bahan yang masih tersisa di kulkas.

"Assalamualaikum," Dewa masuk dan menghampiri Nada yang sedang sibuk mengupas bawang merah.

"Waalaikumsalam," Nada menatap suaminya yang tampak letih sekali. "Tumben, Mas. Kamu pulang terlambat?"

"Iya, tadi ada orang yang survei tempat di food court. Biasa mau menyewa tempat," Dewa berjalan ke arah dispenser air.

Nada hanya mengangguk dan memilih melanjutkan masaknya, tinggal satu menu lagi. Telor setengah matang kesukaan suaminya.

"Yasudah, kamu mandi terus berganti pakaian. Habis itu makan," Nada melihat suaminya yang sedang menandaskan air di gelas besar---mungkin sangat kehausan.

"Nggak ah, nanti saja."

"Jorok ih, Mas."

"Jorok-jorok kamu suka, bukan?" Dewa melingkarkan tangannya di pinggang Nada. Memeluk dari belakang istrinya yang sedang memasak.

"Maaas, aku sedang memasak loh ini. Mau aku siram pakai minyak panas?" Nada mengancam Dewa.

Dewa spontan mundur dan melepas pelukannya itu, dia kemudian berlari ke kamar yang terletak di lantai dua.

---

Nasi goreng pedas dengan telor setengah matang telah tersaji di meja makan. Dewa turun selepas menunaikan salat maghrib. Nada sedang membikinkan kopi untuknya.

Dia masih mengenakan sarung dan kaos lengan panjang saat makan sekarang. Nada ingin bercerita bagaimana pertemuannya dengan Adit tadi. Tetapi dia tidak menganggu Dewa yang masih sibuk mengunyah---sesekali melihat gawai.

"Mas, tadi Adit menawarkan aku sebuah pekerjaan. Tapi disuruh kirim lamaran dahulu sih, tidak langsung keterima." Nada duduk di sebelah Dewa setelah memberikan kopi.

Dewa yang sedang mengunyah untuk terakhir kali---menatap Nada dengan tatapan penuh tanya, "kenapa tidak diberikan kepada Sita?"

Sita adalah salah satu rekan Dewa dan Nada di kampus---waktu mereka masih kuliah. Sita sekarang tinggal tidak jauh dari kampung Nada.

"Sita sedang hamil besar, Mas. Dia juga tidak mau bekerja, ingin fokus mengurus rumah tangga." Nada memegang tangan kanan Dewa yang tergeletak di meja.

"Kamu kapan ya hamilnya?" Dewa kembali bertanya kepada Nada. Nada sedikit tidak suka dengan pertanyaan barusan.

"Kalau memang aku masih belum hamil, berarti Allah masih belum menghendaki kita untuk menjadi orangtua." Nada memberi tekanan intonasi pada kata "orangtua" seketika Dewa tersedak kopinya.

Nada bangkit dan menaiki anak tangga, dia pergi menuju ke kamar. Dewa merasa bersalah menanyakan hal itu kepada istrinya. Segala sesuatu itu sudah diatur oleh Tuhan---kita hanya bisa menjalankan.

Dewa mengembuskan napas panjang---dan memilih duduk di sofa panjang pada ruang tamu.

After the Sacred Marriage [Dewasa]Место, где живут истории. Откройте их для себя