Bab 41 - Denada Ariani Oktavian (3)

2.5K 108 1
                                    

"Mas Dewa, Mas Dewa," Saqila tiba-tiba muncul di depan rumah Dewa.

Ini kali pertama setelah sekian lama dia kenal dengan Dewa, memang dulu Dewa sering mengajaknya melewati depan rumah ini. Tetapi tidak mampir.

Ibu Dewa yang sedang selesai menyapu lantai dengan menggendong Dena dia merasa tidak asing dengan suara Saqila. Dia berjalan ke dapur---meletakan sapu.

"Berani-beraninya perempuan itu ke sini!" Ibu Dewa memperhatikan Dena yang sedang bermain dengan jarinya.

Amarahnya tiba-tiba memuncak, tanpa bisa dibendung lagi. Dia berjalan tergesa-gesa menuju pintu ruang tamu. Sakit hati yang selama ini Ibu Dewa pendam, akan langsung tersalurkan sekarang juga.

Ibu Dewa membuka pintu, nampak Saqila dengan pakaian tidurnya dan sebuah motor tersenyum ke mertuanya.

Plak!

Ibu Dewa menampar dengan tangan kanan, Dena yang berada digendongannya---tidak melihat kejadian itu. Dia fokus melihat dua kucing yang sedang bermain di belakang Saqila---ibu kandungnya.

"Ngapain kamu ke sini?!" Ibu Dewa bertanya tidak ramah.

"Aku kangen anakku, Bu. Pengin memberikan ASI untuk dia," ucap Saqila sambil mencoba mengangkat Dena.

Ibu Dewa kontan menjauh, dia tidak mau cucu yang dibesarkannya sejak dulu. Tiba-tiba diambil paksa---walau itu ibunya sendiri. Dari kejauhan, Dewa pulang. Ya, ini hampir tengah hari.

Dewa kaget, melihat sosok Saqila berada di sana. Selama hampir setengah tahun dia tidak mengunjungi anaknya.

Dewa sedikit berlari ketika melihat Saqila mencoba mengambil paksa Dena dari gendongan Ibu Dewa.

"Saqila!" Teriakan Dewa langsung membuat Saqila menengok ke arah Dewa yang berdiri penuh keringat di belakangnya.

"Mas Dewa," ucap Saqila seraya menghamburkan pelukan kepada Dewa.

Tetapi Dewa langsung mentah-mentah menolaknya---berjalan mundur hingga tidak tergapai olehnya. Dia tidak mau berurusan dengan Saqila yang licik.

Saqila otomatis bingung, karena Dewa sudah benar-benar tidak mau bersentuhan lagi dengannya.

"Kamu tidak kangen aku Mas?" Saqila coba menggoda.

Ibu Dewa tidak mau terus-terusan melihat Saqila---dia memilih mundur, masuk ke dalam kamarnya bersama Dena.

Tolong Dewa, jangan terbujuk rayuannya! Sisi positif Dewa bergemuruh, terus membisikan mantra itu. Dewa, mungkin Saqila sudah berubah. Sisi negatif Dewa juga demikian.

"Ada apa kamu ke sini?" jawab Dewa membawa Saqila duduk di bangku teras.

Saqila mengikutinya, mereka berdua duduk dengan jarak. Tidak mau lagi berharap ada kedekatan yang semu, satu dari mereka berdua mikirkan hal lain.

"Batalkan perceraian kita, Mas," Saqila ingin memegang dua tangan Dewa---tetapi yang punya tangan malah melipatnya.

"Tidak, keputusanku sudah bulat. Tidak ada sesuatu hubungan yang bisa dipertahankan jika cinta itu hanya dibuat permainan," Dewa menekan kata permainan.

Saqila pilu mendengar perkataan Dewa barusan, dia mulai sadar bahwa selama ini selalu mempermainkan cinta bahkan hanya untuk menuntaskan hasrat yang terus memuncak.

Tidak peduli itu suami atau kekasih orang, seperti Dewa dan Doni yang memang sudah mempunyai pasangan. Tetapi dirinya malah masuk dan merusaknya.

---

Pada waktu yang sama...

"Sayang, kenapa sih kamu tidak marah saat aku dekat dengan Saqila dulu?" Doni masih duduk bersama Yoriza---ditempat yang sama. Setelah mereka sibuk bekerja.

After the Sacred Marriage [Dewasa]Where stories live. Discover now