Bab 31 - Sah!

2K 89 8
                                    

Dewa sedang berdiri menatap kaca yang ada di depannya. Dia sudah mengenakan pakaian untuk akad nikah---lengkap dengan songkok berwarna hitam.

"Sebentar lagi sudah jadi suami, untuk yang kedua kalinya." Dia berbicara sendiri di depan kaca.

Jam baru menunjukan pukul enam pagi, akad nikah Dewa dan Saqila sudah mendapatkan jadwal pukul delapan pagi. Cincin dan mas kawin sudah disiapkan Dewa, tinggal dibawa ke KUA.

Ada satu momentum yang tidak akan pernah ada dalam pernikahannya kali ini. Yakni, mencari cincin dan mas kawin bersama pasangan. Dalam kasus ini adalah Saqila.

Dulu, ketika dia hendak mempersunting Nada. Laki-laki ini mengajak calon istrinya untuk mencari segala perlengkapan mas kawin dan untuk hantaran saat pertemuan kedua mempelai untuk pertama kali.

Kedua, malam pertama. Ya, saat bersama Nada dahulu. Dia sangat menikmati malam pertama menjadi seorang suami seutuhnya untuk Nada. Tetapi sekarang tidak bisa---walau memang nanti mereka akan melakukannya lagi, entah yang keberapa.

Dia mengambil jam tangan di tas kerjanya, kemudian mengenakan di tangan kanan. Setelah itu, dia berjalan keluar. Menunggu seseorang untuk membantu membawakan mahar, yakni Adit Zuk.

Entah, siapa lagi yang bisa dimintai bala bantuan oleh Dewa. Selain Adit. Orang yang sudah dikenalnya sejak lama---sejak kenal Nada tentunya.

"Sorry, aku gak bisa Wa," ucap Adit kemarin malam, melalui panggilan suara.

"Ayo plis, cuma bantuin bawa mas kawin. Soalnya pagi mau ke makam Nada dulu." Rayu Dewa.

"Untuk apa? Untuk minta izin mau nikah lagi? Gak ada gunanya, Wa. Nada sudah meninggal," suara Adit benar-benar nyaring.

"Please, Dit."

"Oke, aku menolongmu atas dasar menjadi seorang manusia yang baik menolong sesama ketika sedang kesusahan. Tetapi, setelah sampai ke KUA aku pulang." Adit menutup panggilan.

Dan, laki-laki itu sekarang sudah berada di depan kamar kos Dewa---hasil pemilik yang memberitahu alamat ini. Berbeda dari Dewa, Adit hanya mengenakan sarung dan jaket menutupi tubuhnya.

Padahal Dewa berharap lain, Adit akan menjadi temannya di KUA. Dengan mengenakan batik yang sopan. Dan, menunggu prosesi sampai selesai.

"Ayo, nunggu apa? Mana mas kawinnya?" Adit memiringkan kepalanya---melihat ke arah belakang Dewa.

Adit berjalan mengambil seperangkat alat salat itu, kemudian dia mengambil kunci motor. Dan, memberinya kepada Dewa.

"Kamu aja yang bawa, aku ngantuk. Semalam habis begadang sama Yuli." Kunci itu langsung diterima oleh Dewa.

Dewa mengganti songkoknya dengan helm, begitu juga dengan Adit---sudah memakai helm dari tadi. Dewa menjalankan motornya dengan sedikit cepat. Supaya segera sampai ke makam Nada.

---

"Hai, maaf aku datang lagi ke sini." Ucap Dewa ketika sudah sampai di depan makam Nada.

Dewa bisa melihat, makam itu masih bersih. Dengan batu nisan sama seperti yang dikirimkan Gyo kemarin.

Adit masih membawa mas kawin itu ke depan makam Nada. Mereka berdua sampai-sampai mendapat pandangan ingin tahu dari juru kunci makam.

Mereka berdua berjongkok, dan mulai merapalkan doa untuk Nada. Hanya itu yang dapat Dewa lakukan, bukan seperti kedatangannya kemarin. Selama di makam, Adit juga irit bicara.

Seusai berdoa, mereka berdua bangkit dan pergi berjalan menjauh dari pusara Nada.

Nada, maafkan aku. Aku sebenarnya di sini hanya melaksanakan tugas sebagai mahluk sosial. Tidak lebih, aku masih sakit hati dengan perilaku Dewa kepadamu dahulu.

After the Sacred Marriage [Dewasa]Where stories live. Discover now