bab 7

323 79 137
                                    

"Ngapain lo disana bre?"

Belum sempat jayden mendudukkan bokongnya, Arvin sudah menodongnya dengan pertanyaan.

"Ngga ada, nyapa aja."

"Berarti lo udah kenalan dong sama dedek dedek gemes kita itu?"

"Kita? gila lo!." Ghazi menimpali ucapan Arvin yang kelewat absurd. Yang dibalas Arvin dengan senyum mengejeknya.

"Hm. Lo udah pesenin gue juga ngga?" Jayden berusaha mengalihkan pembicaraan yang sudah dipastikan akan berlanjut ini.

"Udah, tenang aja." Arvin mengibaskan tangannya. "Yang ngobrol sama kita kemarin itu siapa namanya?" Dia kembali bertanya antusias, sorot matanya memancarkan pengharapan besar dari jawaban Jayden.

"Mikayla! Udah ngga usah banyak nanya.  Gue lapar, mau makan." Jayden melahap semangkuk soto yang baru diantarkan itu dengan hikmat. Tanpa peduli respon sinis dari Arvin.

"Lo suka dia Jay?" Kini Aldo yang bertanya.

"Ck, bisa kasih gue makan dulu ngga?"

"Jawab aja kenapa sih. Biasanya juga lo selalu ngomong biar lagi makan juga. Kenapa sekarang tumben tumbenan?"

Arvin yang notabene paling cerewet itu kembali berulah. Memang kalau berhadapan dengan makhluk penakluk wanita ini, harus siap jiwa dan raga untuk direcoki.

"Ingat!, lo kan pacarnya Nina. Jangan berani berani main belakang!."

"Lo kayak emak gue Vin, cerewet banget. Lo tinggal pake daster, gulung rambut, pegang serbet, pegang sapu, jadi deh lo"

"Jadi apa?"

"Jadi babu!"

Ghazi dan Aldo tertawa keras melihat raut wajah kesal Arvin. Sedangkan Jayden yang menjadi target pertanyaan dari tadi masih tetap santai melahap habis sotonya. Setelah menghabiskan segelas teh tawar hangat, Jayden menatap ketiga sahabatnya itu.

"Kenapa lo bisa nyimpulin kalo gue suka sama dia?" Jayden bertanya dengan raut wajah datar.

"Ya, tumben aja lo nyamperin cewek gitu. Mana baru kenal lagi. Yang lama aja sampe lumutan juga mereka manggil lo, jangankan dideketin, noleh aja lo ogah. Nah ini? disapa aja ngga, malah lo yang nyamperin. Aneh kan lo?"

"Biasa aja gue."

"Biasanya lo, ngga biasa buat kita. Ya ngga bre?" Aldo meminta dukungan pada dua sahabatnya, yang dibalas anggukan dari mereka.

"Bener banget bre, gue sampe bingung tadi. Yang nyamperin cewek tadi beneran lo, atau bayangan lo?" Arvin menyahut dengan cengiran lebarnya.

"Apaan sih lo, gaje banget." Jayden mendengus kesal.

"Satu lagi, Nina bukan cewek gue, dia sahabat gue!"  Lo semua tau kan, kalo dia ceweknya Bayu. Jadi berhenti ngomong sembarangan. Gue ngga mau Bayu salah paham terus, bosan gue." Dia menekan kata katanya agar teman temannya mengerti. Selama ini, dia cukup jengah mendengar berbagai ledekan absurd teman temannya soal hubungannya dengan Nina.

"Sahabat rasa pacar, gitu maksud lo?" Ghazi menaikkan alisnya mengejek.

"Ck, terserah lo pada lah, yang penting lo semua bahagia dunia akhirat. Hartanya banyak, kuburannya luas." Jayden menjawab dengan raut wajah yang pura pura lelah.

"Anjirrr, lo doain kita meninggal nih?"

"Iya, tapi nanti. Tunggu lo tua dulu. Lo kan belum lihat hidup gue bahagia bareng anak istri. Siapa tau istri gue nanti, cewek inceran lo." Jayden menyeringai licik.

"Mantan gue kali maksud lo."

"Sorry, gue ngga mungut ampasan!"

Lagi lagi Arvin menjadi target bullyan. Melihat teman temannya tertawa keras membuat hatinya dongkol juga.

"Udah ah, malas gue sama lo pada. Gue mau ke toilet bentar"

Tanpa menunggu jawaban mereka, Arvin bangkit dan berjalan. Tapi bukan menuju pintu keluar, tapi mendekati bangku yang diduduki Mikayla dan teman temannya.

"Arvin ngapain duduk disana? Aldo bertanya bingung.

"Dia lupa jalan ke toilet kali, makanya dia mampir nanya dulu." Ghazi berucap santai.

"Gila, gercep juga tuh si playboy kampung.  Mana nyengir lagi kayak orang cacingan.

"Cacingan itu di pantat, bukan dimulut Aldonat."

Jayden menoleh ke arah bangku yang diduduki Mikayla dan teman temannya. Pandangannya langsung mengarah pada Arvin yang tengah tersenyum lebar. 'Ck, buaya banget tuh anak.'

"VIN, cewek lo nelpon nih!" Jayden berteriak memanggil Arvin sambil mengangkat ponselnya keatas memperlihatkan casing belakang ponselnya.

Jayden tidak memperhatikan raut wajah dua sahabatnya yang sudah melongo kaget. Aldo dan Ghazi saling berpandangan seolah olah berkata, 'dia kenapa sih?'

Juga pandangan sebagian siswa langsung mengarah ke bangku mereka setelah mendengar teriakannya barusan.

Arvin yang mendengar teriakan Jayden, buru buru berlari kembali ke bangku mereka.

"Ck, lo apa apaan sih Jay, udah kayak istri yang cemburu buta aja tau ngga. Mana ponsel gue?"

Jayden mendengus sinis sambil bersedekap dada. "Ponsel lo kan di tangan lo sendiri bego! Ngapain nanya gue."

"Anjir, lo ngerjain gue bre? Sial, hampir aja gue dapatin nomor ponselnya Mikayla. Ck, lo kenapa sih? Jangan bilang lo cemburu sama gue ya, gue malas bersaing sama lo!". Arvin menunjuk Jayden dengan sinis.

"Emangnya tuh cewek mau kasih lo nomor ponselnya?" Aldo bertanya.

"Ngga sih" Arvin menggaruk kepalanya yang sudah jelas tidak gatal sambil tersenyum polos. "Tapi kan belum gue rayu juga"

"Emangnya dia mempan kalo dirayu?" Kini Ghazi yang bertanya sangsi.

"Ya...ya, ngga tau juga". Dia menyengir polos.

"Bego lo! Lo pikir semua cewek itu sama kayak mantan mantan lo, dikasih senyum aja langsung bilang udah jadian." Aldo menimpuk belakang kepala Arvin hingga laki laki itu menjerit.

"Anjing, sakit bego!" Dia mengelus belakang kepalanya yang terasa nyut nyutan.

"Lo tuh yang anjing"

"Lo-...."

Belum sempat Arvin membalas ucapan Aldo, Jayden kembali menimpuk belakang kepala Arvin, juga Aldo. Tidak terlalu keras, tapi mampu membuat kedua laki laki itu meringis kesal.

"Diam bego. Lo berdua anjing, dan gue ikut ikutan sinting karna mau mau aja temenan sama anjing."

"Hu um, mana betah lagi. Hampir tiga tahun ya." Ghazi ikut menimpali.

"Apanya?"

"Ya, temenan sama anjingnya."

Seketika suasana sepi, sebelum terdengar teriakan kesakitan Ghazi yang ditimpuk oleh ketiga sahabatnya.








Love dari pemilik hatinya D.O exo🖤🤗

Hallo, MikaylaWhere stories live. Discover now